Melihat Kembali “Aduh” Karya Putu Wijaya Setelah 50 Tahun Berlalu
Dalam dunia sastra dan teater Tanah Air, Putu Wijaya dikenal sebagai seorang seniman yang lengkap. Ia piawai dalam menulis esai, cerita pendek, novel, naskah lakon, dan juga cerita film.
Kiprah Putu Wijaya berawal sejak 1964 ketika ia masih merantau di Yogyakarta. Saat itu, ia menghasilkan karya-karya yang dekat dengan realisme, antara lain Dalam Cahaya Bulan, Lautan Bernyanyi, dan Bila Malam Bertambah Malam.
Karya drama yang juga menarik adalah naskah ‘Aduh’ yang ditulis pada 1971. Naskah ini memenangkan Lomba Penulisan Lakon DKJ dan dipentaskan pertama kali pada 1974.
Cerita di dalam naskah ini terinspirasi dari konflik manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Apakah komunitas yang sudah menzolimi individu atau individu yang sejatinya menindas komunitas, keputusannya diserahkan kepada penonton.
Setelah 50 tahun atau setengah abad Aduh, naskah ini ditampilkan kembali di Teater Salihara.
“Naskah ini masih relevan dengan situasi di Indonesia saat ini, di mana banyak yang hanya berbicara tanpa bertindak, bahkan dalam situasi kritis.” ujar Hendromasto Prasetyo, Kurator Teater Komunitas Salihara dalam keterangan tertulis.
Aduh pada 1974 menandai jejak karya teater Putu menjauh dari realisme. Absurditas mulai lekat padanya. Pasca Aduh, Putu konsisten mencipta teater dengan judul-judul singkat dan hanya terdiri dari satu suku kata.
Dalam kesempatan kali ini Komunitas Salihara kembali mengajak penonton untuk meneroka naskah-naskah Putu Wijaya dalam rangkaian program seperti diskusi, pembacaan karya, dan pertunjukan teater dalam tajuk Setengah Abad “Aduh”.
Dalam rangkaian Setengah Abad “Aduh” ini kita akan melihat naskah Telegram dan Aduh dibahas secara mendalam bersama dengan tokoh-tokoh seni seperti Goenawan Mohamad dan Cobina Gillitt.
Rangkaian ini juga menampilkan pembacaan fragmen karya-karya Putu Wijaya yang akan dipentaskan oleh alumni Kelas Akting Salihara serta tentunya pertunjukan Aduh oleh Teater Mandir yang akan dipentaskan selama dua hari di Teater Salihara.
Diselenggarakan pada 10-12 Mei 2024 lalu, ada tiga rangkaian acara yang dilaksanakan.
Jumat, (10/5/2024), Goenawan Mohamad menjadi pembicara dalam diskusi Telegram. Lalu pada Sabtu, (11/5/2024), Budi Suryadi, Firly Savitri, Fransisca Lolo, Henry C. Widjaja, Sita Nursanti membacaka karya-karya Putu Wijaya berupa petikan cerita pendek, novel, maupun naskah teater. Sedangkan pada Minggu, (12/5/2024) yang merupakan acara puncak, ditampilkan teater berjudul ‘Aduh’. (Agnes)