Lianawaty Suwono (Director Human Capital of BCA), Fokus pada Digitalisasi
Naskah: Angie Diyya, Foto: dok. Pribadi
Sebagai pimpinan tertinggi dalam pengelolaan sumber daya manusia, Lianawaty memaksimalkan kemampuan individu diiringi dengan mengunggulkan digitalisasi. Dia pun berpegang teguh dengan nilai terus belajar dan berkembang lebih baik.
Lebih dari 30 tahun berkarier di PT Bank Central Asia (BCA), Lianawaty Suwono termasuk profesional tangguh yang telah mengoleksi beragam pengalaman. Lulusan Business Information Computing Systems dari San Francisco State University, Amerika Serikat ini memulai karier dari mulai management trainee tahun 1991, business analyst, Head of HR Operations Support, Head of HR Operation Systems & Support Bureau, hingga menduduki Deputy Head of HR Division. Pada 2016, dia dipercaya menduduki posisi managing director yang membawahi human capital management and learning center, dan terakhir dipercaya untuk merangkap sebagai direktur kepatuhan.
“Kendati saya bukan orang Human Resources (HR), tetapi bidang tersebut masih serumpun dengan divisi Information Technology (IT) karena luas spektrum tugas di HR. Saat pertama bergabung di BCA, setelah menyelesaikan pendidikan management trainee, bertepatan dengan momen pertama kali BCA go online. Saya dipercaya ikut mengembangkan proyek integrasi sistem deposit dan pinjaman sekitar empat tahun lamanya. Usai merampungkan tugas tersebut, saya ditawarkan masuk ke divisi HR untuk membenahi sistem di sana. Banyak aspek yang terus dikembangkan ditambah berinteraksi dengan beragam individu ternyata menawarkan sesuatu yang berbeda,” jelas perempuan ramah ini.
Dari beragam pengalaman di divisi HR selama 25 tahun, tentu menarik menyelami lebih dalam nilai-nilai profesionalitas yang mampu membawa BCA sebagai bank swasta terbesar di Indonesia dari kacamata sang pemimpin sumber daya manusia. Diungkapkan oleh Liana bahwa values di perusahaan diambil dari etos kerja yang sudah terbangun sejak lama di BCA, bukan menciptakan nilai baru. “Kami menerapkan customer focus, integrity, team work, and continous pursuit of excellence. Dari keempat nilai tersebut, kami melihat ada dua garis besar yang in line, yaitu value working enviroment. Kami berkomitmen pada setiap individu yang bergabung dengan BCA bahwa perusahaan ini menyediakan lingkungan kerja yang bersahabat dan merupakan tempat pengembangan diri. Kami selalu menyiapkan dana, tools, dan sistem untuk mendukung perkembangan setiap individu. Kami menumbuhkan kemauan mereka untuk terus maju,” ujar Liana.
Liana memegang prinsip bahwa HR bertanggung jawab memfasilitasi para pimpinan dalam mengembangkan setiap individu menjadi lebih baik. Sebab jika kinerja mereka lebih baik akan berdampak pula untuk kehidupan pribadi dan orang-orang di sekitarnya. “Tahun demi tahun tantangan yang dihadapi BCA berbeda. Waktu saya bergabung di HR, kami benahi HR Policies & Procedures, serta membangun fungsi business. Sekarang divisi ini sudah kuat dan dapat diandalkan. Fokus ke depannya adalah beradaptasi dengan dunia digital sekaligus tetap menjaga relationship yang sudah terbangun dengan customer,” tegas Liana.
HR Digital di BCA juga menjadi highlight dari fokus business process di HR. Semua hal yang terkait HR transaction, information, ataupun learning sudah dalam bentuk digital. Tak berhenti di situ saja, terkait digitalisasi, Liana mengungkapkan timnya juga berproses, dari bagaimana semua tim BCA memiliki kemampuan soal IT di level yang pas.
“Di level manajemen ke atas, kami sangat mendorong mereka untuk digital friendly, seperti mengenai media sosial dan solusi mengatasi problem. No matter how old they are. Minimal operate as a good user. Kembali lagi kepada nilai kami untuk terus berkembang dan belajar,” urainya.
Keberadaan IT di tengah kehidupan telah mengubah cara masyarakat bekerja dan beraktivitas. Liana mencatat, di BCA sendiri kebutuhan tenaga kerja mencapai lebih dari 2.000 orang tahun depan. Sementara itu, kebutuhan tenaga kerja sektor IT dalam lima tahun ke depan bisa mencapai 4.000 orang lebih. Hal ini sejalan dengan peningkatan pengguna layanan digitalisasi perbankan. “Banyak sekali talentatalenta IT yang varian skill-nya berbedabeda dan semua dibutuhkan, karena itu satu kesatuan. Diperlukan network communication infrastruktur yang bagus dan bisa diandalkan,” lanjutnya.
Selain berfokus berkembang dengan digitalisasi, Liana pun terus melanjutkan pengembangan kemampuan relationship building. Dia memproyeksikan eksistensi suatu perusahaan dapat bertahan adalah technology and digital adaption, serta relationship building. “Di situlah tantangan kami ke depan agar bisa maju dengan digitalisasi, tanpa mengorbankan engagement customer yang sudah kuat di BCA,” pungkasnya.