Sanitiar Burhanuddin (Jaksa Agung RI), Membawa Kejaksaan pada Kejayaan
Naskah: Sahrudi Foto: dok. Pribadi
Sejak ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Jaksa Agung RI pada 23 Oktober 2019, Sanitiar Burhanuddin telah melakukan berbagai langkah bagi upaya meningkatkan performa kejaksaan. Karena itu merupakan tantangan yang ia harus hadapi. “Ya, itu tantangan terbesar tentu saja untuk membawa kejaksaan menjadi institusi yang lebih baik lagi dan berintegritas yang menjadi harapan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencari keadilan. ekspektasi masyarakat yang semakin meningkat kepada institusi ini, menjadi motivasi saya untuk bekerja lebih keras lagi untuk membawa kejaksaan pada kejayaan,” ujar Burhanuddin menjawab pertanyaan Men’s Obsession.
Dengan kerja keras, cepat dan efisien ia mampu memaksimalkan hasil yang lebih optimal. Sehingga banyak perubahan yang ia lakukan di Kejaksaan, di antaranya Digitalisasi Kejaksaan yaitu seluruh tata kelola perkantoran, mulai dari persuratan maupun administrasi perkara hingga pelayanan publik yang dilakukan oleh Kejaksaan telah berbasis teknologi informasi. Selain itu, Burhanuddin juga melakukan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI secara berkesinambungan dengan pelimpahan wewenang mutasi lokal kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.
Sementara dalam penguatan sistem dan lembaga di era Burhanuddin juga telah lahir organisasi baru, yaitu Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) yang merupakan manifestasi pelaksanaan peraturan perundangundangan yang mengamanatkan Single Prosecution System guna terwujudnya asas dominus litis yang konsisten. “Sehingga, penegakan hukum dapat terlaksana dengan profesional, accountable, objektif, dan berkeadilan” ucapnya. Kemudian selama kepemimpinannya ia telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Hal ini merupakan sebuah upaya menyesuaikan pergeseran paradigma yang berkembang pada masyarakat Indonesia, yang sebelumnya keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif. Kemudian ada juga inisiasi Akses Keadilan dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dengan menerbitkan Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana sebagai petunjuk teknis dalam mengatasi segala permasalahan dari penanganan perkara pidana terkait perempuan dan anak serta memaksimalkan akses keadilan korban pada 10 (sepuluh) undangundang terkait, yakni KUHP, KUHAP, UU PKDRT, UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Pornografi, UU PTPPO, UU HAM, UU Pengadilan HAM, UU Perlindungan Saksi dan Korban, serta lain sebagainya.
Di era Burhanuddin pula pada tanggal 31 Desember 2021 lahir momentum bersejarah bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya Kejaksaan Republik Indonesia dengan telah diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. “Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 adalah sesuatu yang patut disyukuri sekaligus merupakan tantangan bagi seluruh insan Adhyaksa dalam memenuhi amanat dan ekspektasi sebagaimana Undang Undang tersebut. Selain itu, saya memandang perubahan UU Kejaksaan tersebut tidak semata-mata merupakan penguatan terhadap institusi Kejaksaan, namun yang lebih penting adalah suatu bentuk kepedulian dan komitmen untuk memperkuat penegakan hukum dalam rangka meningkatkan kualitas penegakan hukum yang lebih baik dan mengupayakan pemenuhan rasa keadilan masyarakat” ungkapnya.
Apa yang diucapkan tersebut sesuai dengan filosofi hidupnya. “Menurut saya filosofi yang paling penting adalah rasa tanggung jawab, karena semua tindakan kita lakukan pada dasarnya akan kita pertanggung jawabkan di hadapan Yang Maha Kuasa. Dengan menanamkan hal itu maka dalam menjalankan hidup berkeluarga atau bekerja, kita akan menjaga amanah yang dipercayakan kepada kita, sehingga kita bisa menghindari hal-hal yang negatif,” tegas pria yang mengidolakan Jaksa Agung R. Soeprapto itu.