Hatta Rajasa: Visioner, Matang, dan Teruji

Oleh: content (Administrator) - 01 January 2013
Sosok religius penganut paham pluralisme politik, ini, matang dalam berbagai aspek kehidupan. Berasal dari keluarga pamong yang hidup sederhana –ayahnya mantan tentara yang menjadi asisten wedana di daerah Muarakuang, Sumatera Selatan, sementara kakeknya seorang pamong di Ogan Komering Ilir-, setamat SD Hatta sudah hidup mandiri dan apa adanya. Sejak SMP hingga SMA, anak kedua dari 12 bersaudara ini, dititipkan pada pamannya di Palembang. Pagi-pagi harus bangun melakukan tugas-tugas rumah pamannya, antara lain, mengisi bak mandi dengan pompa. Setengah enam subuh ia sudah mengayuh sepeda ke sekolah. Selepas SMA, ia meneruskan kuliah di ITB, menjadi aktivis kampus sekaligus aktivis Masjid Salman, Bandung. Setamat kuliah, ia ingin menjadi dosen, tapi tidak kesampaian karena ia adalah mantan aktivis yang kritis pada pemerintah Orba. Ia lalu diterima bekerja di beberapa tempat sesuai bidangnya, antara lain menjadi Site Engineering PT. Bina Patra Jaya, dan Engineering Assistant Manager, PT. Meta Epsi Drilling Company (Medco). Enam tahun menjadi profesional, Hatta merintis usaha sendiri, PT Arthindo, dan membesarkan perusahaan itu selama delapan tahun sebagai CEO. Tapi, begitu ia memutuskan bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN), semua kegiatan usahanya dijual dan berhenti total dari usaha. Jalan paling mudah agar bisnis dan politik tidak campur aduk, adalah dengan memilih total pada salah satunya. Sejak itulah, Hatta terlibat penuh dengan dunia politik nasional, dan ikut berkontribusi pada jalannya era reformasi. Kini, Hatta yang dipercaya sebagai menteri senior dalam bidang perekonomian, memiliki peluang besar untuk tampil sebagai pimpinan nasional. Untuk memimpin negeri dengan problematikan yang kompleks, ini, tentu dibutuhkan sosok pemimpin yang memahami persoalan dan memiliki solusinya. Dan, Hatta sudah membuktikan hal itu dalam kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian. Tatkala krisis perekonomian melanda sejumlah besar bagian dunia, Indonesia menunjukkan anomali membanggakan sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua setelah China. Tentu bukan keajaiban, melainkan hasil pemikiran dan aksi nyata pemerintah Indonesia.
Dan Hatta Rajasa yang berada di balik keberhasilan itu. Dialah konseptor program nyata Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Program ini berhasil memberikan perubahan arah dan kecepatan kemakmuran bangsa. Dengan MP3EI ini diharapkan pada 2025 Indonesia masuk dalam 7 besar kekuatan dunia. Kebijakan pembangunan yang mendorong dan mendukung usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM), juga memperoleh pengakuan internasional. Dalam acara pembukaan Konferensi Internasional Keuangan Mikro (International Microfinance Conference) 2012, Pemerintah Indonesia menerima penghargaan (letter of recognition) dari Global Microcredit Summit Campaign atas kebijakan itu. Pemerintah dinilai telah berupaya membantu dan mendorong usaha kecil, mikro dan menengah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), di mana setelah lima tahun program tersebut berjalan, telah meraih 8 juta nasabah dari masyarakat kecil. MP3EI sendiri adalah proyek mercusuar bagaimana transformasi ekonomi Indonesia pada 2025. Hasil pemikiran orisinil Hatta ini memiliki semangat business as not usual. MP3EI mempunyai tiga strategi utama. Pertama, pengembangan potensi melalui enam koridor ekonomi yang dilakukan dengan cara mendorong investasi BUMN, swasta nasional, dan investasi langsung luar negeri dalam skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama. Kedua, memperkuat konektivitas melalui sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi sektor riil. Ketiga, pengembangan centre of excellence di setiap koridor ekonomi. Meski Program MP3EI identik dengan Hatta, namun ia dengan rendah hati menyatakan bahwa MP3EI bukanlah hasil buah tangannya seorang diri, melainkan hasil jerih payah bangsa Indonesia di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). MP3EI, KUR, dan program lainnya yang berada di bawah koordinasi Hatta Rajasa dan tim ekonominya, terbukti mampu membuat pembangunan ekonomi Indonesia kian meningkat dan terus tumbuh melewati prediksi pemerintah sendiri. Ambil contoh, tim ekonomi di bawah Hatta berhasil membuat nilai tukar rupiah stabil, pertumbuhan ekonomi mencapai 6 hingga 7 persen, ataupun pendapatan perkapita yang terus meningkat hingga USD3.542. Berbicara pada sebuah sarasehan di depan para mahasiswa, Hatta membeberkan sejumlah data dan fakta keberhasilan ekonomi Indonesia. Indonesia kini merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua setelah China. Selain itu, Indonesia masuk dalam MIST, yaitu empat negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat selain Meksiko, Korea Selatan, dan Turki.
“Pada 2020 nanti, sebanyak 58,4 persen penduduk Indonesia akan menjadi masyarakat kelas menengah dengan daya beli hingga Rp1,8 triliun,” ungkapnya, seraya menambahkan, “Pada 2025, kita akan masuk dalam sepuluh negara besar di dunia dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan,” tegasnya. Program mercusuar itu tentu memiliki kendala. Misalnya, membangun infrastruktur dalam lima tahun ke depan setidaknya dibutuhkan biaya Rp 1.500 triliun. Jika hanya mengandalkan pembiayaan dari APBN, tentu akan sangat memberatkan. Oleh sebab itu, sepanjang 2012 Hatta sangat gencar mengundang investor, mulai dari Amerika Serikat, Azerbaijan, Jepang, dan Korea, yang semuanya berjalan positif. Pada 16–17 Oktober 2012, Hatta memimpin tim delegasi Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Cooperation Dialogue (ACD) di Kuwait, dan melakukan lobi-lobi yang sukses di acara itu. Hatta pun memperoleh penghargaan Public Policy Award dari Asia Society atas pengabdian serta upayanya dalam memperkuat demokrasi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hatta dinilai mampu memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin global di sektor ekonomi, sekaligus mempromosikan nilai-nilai demokrasi. Pada pertengahan Juni 2012, Hatta juga menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Pertanian Nitra, Slowakia untuk bidang ekonomi. Di luar tanggung jawab besarnya sebagai Menko Perekonomian, Hatta juga masih menyisakan energinya untuk memimpin dan mengonsolidasi partainya, Partai Amanat Nasional (PAN). Insinyur Teknik Perminyakan ITB kelahiran Palembang, pada 18 Desember 1953, ini, tergolong sukses mengonsolidasi situasi internal partai sekaligus meningkatkan bargain secara eksternal. Ketokohan Hatta dengan prestasinya, terbukti mampu menaikkan elektabilitas PAN. Hasil survey Indonesian Network Elections Survey (INES), pada Oktober 2012 lalu, misalnya, menyimpulkan bahwa Hatta menjadi tokoh etnis non-Jawa yang kuat secara elektoral dengan 28,6 persen dari sejumlah nama tokoh etnis non Jawa. Ketika elektabilitas partai lain menurun, PAN justru meningkat signifikan, antara lain, disebabkan ketokohan Hatta. Hatta yang selama ini dikenal bersih, jujur, disiplin, dan pekerja keras, sepanjang 2012 tetap mempertahankan integritas tersebut ketika banyak tokoh berjatuhan akibat berbagai kasus. Nama Hatta tetap harum, bahkan kian populer berkat kerja kerasnya. Meski namanya disebut-sebut sebagai kandidat yang memiliki peluang sebagai capres 2014, ia tetap fokus pada pekerjaannya. Kepada para kadernya, sang ketua umum pun senantiasa menegaskan untuk tetap bekerja, kerja, dan bekerja. “Waktu saya Senin sampai Jumat dihabiskan untuk kerja sebagai Menko Perekonomian. Sedangkan Sabtu dan Minggu untuk partai. Jadi, saya belum memikirkan soal Pilpres. Saat ini masih fokus kerja, kerja dan bekerja,” tandasnya suatu ketika. Satu hal yang tak kalah penting bagi seorang kandidat calon pemimpin nasional RI adalah paham yang dianutnya dalam membangun negeri. Untuk Indonesia hari ini, paham neoliberalisme ekonomi tidak populer bahkan banyak ditentang oleh masayarakat luas. Pasalnya, prinsip-prinsip neolib (neoliberalisme) yang banyak dianut negara-negara Barat, dinilai tak membawa kesejahteraan bagi rakyat keseluruhan, dan tidak menciptakan aspek kemakmuran sosial secara berkeadilan. Hatta sendiri dalam banyak kesempatan berkali-kali menegaskan bahwa dirinya adalah seorang antineolib. Ia tak mempercayai berlakunya prinsip-prinsip neoliberalisme ekonomi. “Paham neoliberalisme akan selalu
mengembangkan kehidupan ekonomi yang meninggalkan hasrat rakyat, di samping menonjolkan ciri distortif dengan keluar dari jalur dan semangat pemberdayaan ekonomi rakyat,” paparnya dalam satu kesempatan menyampaikan pidato bertajuk, “Menuju Nasionalisme Ekonomi Indonesia yang Unggul di Abad 21.” Hatta, membeberkan, dalam corak perekonomian neoliberalistik, kegiatan ekonomi nasional suatu negara hanya ditentukan oleh para pemilik modal dan jaringan kekuatan asing, melalui bangunan pasar sangat bebas, sehingga peran Negara tak dilibatkan untuk mengontrol faktorkeserakahan di dalamnya. Padahal, bagi Hatta, untuk membangun tatanan kehidupan ekonomi di tengah masyarakat luas tetap diperlukan adanya visible hand, yakni tangan-tangan Negara untuk melakukan intervensi ke dalam dinamika pasar terbuka, dengan menjalankan program pemerataan atau keadilan sosial ekonomi. “Termasuk, dalam kepentingan ekonomi yang semakin mengglobal saat ini pun, campur tangan Negara tak boleh abai demi memperkuat keberadaan rakyatnya untuk bisa sejahtera,” Hatta menegaskan. Bagi Hatta, Negara harus memberikan akses sama dan seimbang terhadap setiap peluang ekonomi, tanpa melahirkan kebijakan yang diskriminatif. Di sisi lain, Negara juga berkewajiban melindungi kelompok lemah yaitu elemen rakyat. “Ada orang berpendapat nasionalisme tak relevan lagi pada era globalisasi. Saya katakan itu nonsense. Nasionalisme justru sebuah keharusan di era globalisasi,” begitu visi Hatta.


Hattagrafi
Nama Lengkap M. Hatta Rajasa Lahir Palembang,
18 Desember 1953 Pendidikan Insinyur Teknik
Perminyakan Institut Teknologi Bandung (1973)
Pekerjaan/Jabatan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu II, Ketua
Umum Partai Amanat Nasional Karier Teknisi
Lapangan PT. Bina Patra Jaya (1977-1978), Wakil
Manager teknis PT. Meta Epsi (1980-1983); Presiden
Direktur Arthindo (1982-2000), Ketua Fraksi Partai
Reformasi DPR-RI (1999-2000), Sekretaris Jenderal
Partai Amanat Nasional (200-2005), Menteri Negara
Riset dan Teknologi Kabinet Gotong Royong
(2001-2004), Menteri Perhubungan Kabinet
Indonesia Bersatu (2004-2007), Menteri Sekretaris
Negara Kabinet Indonesia Bersatu (2007-2009),
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kabinet
Indonesia Bersatu II (2010-Kini)