Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso

Penilaian serupa dikemukakan oleh Pendeta Dr. J. Ruhulessin, S.Th, M.Si, Ketua badan pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku. “Pak Djoko Santoso telah meletakkan fondasi yang kuat bagi penghentian konflik di Maluku. Beliau adalah seorang panglima yang rendah hati, brilian, mau mendengar dan profesional,” kata Ruhulessin. Hal senada dikemukakan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku, H. Idrus Tukan. “Beliau adalah seorang jenderal yang rendah hati dan sangat dekat serta bersedia berkomunikasi dengan masyarakat, sehingga selama kepemimpinannya masyarakat merasa tenteram dan merasa sangat kehilangan, karena beliau bertugas di Maluku terlalu singkat,” ujarnya. Bagi Djoko Santoso sendiri, pengalamannya di Maluku adalah bagian dari tugas dan pengabdian yang memang harus dilakukannya sebagai prajurit Sapta Marga. “Tak ada yang istimewa,” tutur mantan Kepala Staf TNI AD yang sehari-harinya berpenampilan sederhana dan low profile ini. Ketika menjabat Panglima TNI, Djoko memang dikenal sangat aktif turba membantu mengatasi bencana alam dengan mengerahkan prajurit TNI, memimpin tanggap darurat musibah tsunami Aceh, gempa Nias, Yogyakarta dan menangani konflik Poso. Pendiri Patriot Leadership Development Center ini juga dikenal sebagai Panglima TNI yang mampu bersikap netral pada Pemilu 2009, sehingga TNI tidak memihak salah satu kekutan partai politik maupun kandidat calon Presiden. Di era Djoko menjadi Panglima TNI, kekerasan militer terhadap rakyat juga berkurang drastis. Ketika ditemui di kediamannya, di kawasan Bambu Apus, Cilangkap, Jakarta Timur, awal Desember 2012 lalu, mantan Pangdam Jaya ini hanya tertawa lepas saat diminta kesiapannya untuk menjadi calon presiden. “Jadi Presiden itu berat lho Mas, ndak gampang!” katanya. Ia tak mengelak pendapat yang menyatakan bahwa untuk menjadi presiden di Indonesia harus kuat, tegas, dan merakyat. “Tetapi saya lebih sepakat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab, seorang pemimpin itu harus bisa membawa ummatnya berada di jalan Allah
untuk mencapai ridha Allah,” tegasnya. Djoko tampaknya bukan seorang yang ambisius untuk meraih kedudukan orang nomor satu di Republik ini. Ia meminta agar semuanya mengalir begitu saja. Pasalnya, “Jadi presiden itu takdir Gusti Allah, sudah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata lulusan Akademi Militer 1975 ini. Namun ia mengingatkan, untuk menjadi pemimpin, sejatinya kepentingan pribadi setiap kandidat harus sudah selesai. Sehingga benar-benar bisa mengabdikan dirinya untuk kepentingan rakyat, bangsa dan Negara. Oleh sebab itu Djoko menyarankan kepada semua kandidat calon presiden, untuk memikirkan secara sungguh-sungguh konsep dan strategi keluar dari seluruh persoalan bangsa, untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat dalam bingkai NKRI yang aman dan damai. “Satu hal yang harus dipikirkan, kalau sudah terpilih jadi presiden,
apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki kondisi bangsa lima tahun ke depan? Ini tidak main-main, tidak mudah,” tandas mantan Anggota DPR/MPR RI (1992) ini, yang memiliki konsep Sapta Program untuk mengatasi persoalan bangsa, lima tahun ke depan. Jejak rekam, kapasitas, dan kapabilitas Djoko Santoso membuat jenderal bintang empat ini pantas direkomendasikan sebagai salah satu tokoh alternatif pemimpin bangsa. Apa siap dicalonkan? Menjawab pertanyaan itu, Djoko tercenung, sejenak. “Saya ini ndak punya partai. Tapi kalau memang takdirnya, ya insya Allah,” tutur Wakil Ketua Dewan Pembina IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) ini, santai.
Djokografi
Nama Lengkap Jenderal (Purn) Djoko Santoso Lahir Solo, 8 September 1952 Pendidikan Umum
Sarjana S1 FISIP (1994), Pascasarjana S2 Manajemen (2000) Pendidikan (militer) Akademi Militer
1975, Kursus Dasar Kecabangan Infantri (SUSSARCABIF) 1976, Kursus Lanjutan Perwira Tempur
(SUSLAPAPUR) 1987, Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (SESKOAD) 1990, Lembaga Pertahanan
Nasional (LEMHANAS) 2005 Karier Militer Danton-I/A/121/II (1976), ADC PangdamI/Bukit
Barisan (1978), ADC Pangkostrad (1980), Danki-A Yonif 502 (1980), Kasi-2/Ops Yonif 502 (1983),
Kasipam Dispamsanad (1987), Wadan Yonif L-328/Kostrad (1988), PS. Dantonif-330/Kostrad
(1990), Danyonif L-330/Kostrad (1990), Assospoldam Jaya (1995), Danrem 072/Pamungkas (1997),
Waassospol Kassospol ABRI (1998), Waassospol Kaster ABRI (1998), Kasdam IV/Diponegoro (2000),
Pangdiv-2/Kostrad (2001), Pangdam XVI/Pattimura (2002), Pangdam Jaya (2003), Wakil KASAD
2003, Kepala Staf TNI-AD (KASAD) 2005 Keluarga Angky Retno Yudianti (istri), Andika Pandu dan
Ardya Pratiwi Setyawati (putra putri)