Anies Baswedan Berhentilah Mengecam Kegelapan, Mari Nyalakan Cahaya!

memilih jalan perjuangan di dunia pendidikan. Selain Rektor Universitas Paramadina, Anies juga menggagas berdirinya “Indonesia Mengajar” sebuah gerakan untuk ikut membangun pendidikan nasional. Ia kerap diundang untuk bicara soal pendidikan, di antaranya, dalam Going Global 2012 di London dan di Congress of Diaspora Indonesia 2012 di Los Angeles. “Kenapa pilihan kami pada pendidikan? Karena kekayaan terbesar Republik ini adalah manusia Indonesia,” tegasnya. Anies emoh mengistilahkan kekayaan manusia Indonesia itu dengan sebutan Sumber Daya Manusia (SDM). “Manusia Indonesia, ya manusia Indonesia, titik! Karena kalau disebut sumber daya manusia, maka kita berbicara manusia sebagai faktor produksi. Padahal manusia itu bukan faktor produksi, sebab di sana ada budaya, dan di sana ada peradaban,” ucapnya. Manusia adalah aset terbesar bangsa, sementara sumber daya alam (SDA) adalah faktor produksi. “SDA hanya bisa bernilai jika manusianya berkualitas,” tegasnya. Karena itulah, menurut Anies, mindset bangsa ini harus diubah dengan menempatkan pendidikan menjadi kunci. Karena tidak ada bangsa di dunia yang bisa dominan jika pendidikan mereka lemah. “Karena itu menurut saya kita harus ubah mindset, karena kenyataannya kita ini meneruskan mindset penjajah. Apa sih mindset nya penjajah? Mindset penjajah adalah peduli pada alam tapi tidak peduli pada manusianya. Itu mindsetnya penjajah,” ia menegaskan. Contohnya, “Kita marah ketika revenue sharing tidak adil, tapi diam ketika anak-anak kita tak berangkat sekolah. Kita tahu kualitas tambang kita, tapi kita tidak tahu kualitas guru kita. Itu artinya kita masih berpikir dengan cara kaum kolonial. Yang dipikirin adalah barang-barang yang ada di bumi ini,” ucapnya, serius. Bersama “Indonesia Mengajar”, Anies bercita-cita meningkatkan kualitas manusia Indonesia. “Indonesia Mengajar” tidak berencana menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia tapi mengajak semua pihak turun tangan menyelesaikan masalah pendidikan Indonesia. “Jadi kami bukan datang untuk menyelesaikan. Kami datang mengajak untuk sama-sama menyelesaikan. Jadi ukuran keberhasilannya, bila makin banyak yang mau ikut turun tangan. Jadi itu namanya gerakan. Nah kita selama beberapa dekade ini terbawa dengan mindset pendekatan program. Kalau ada masalah di masyarakat, kita buatkan program menyelesaikannya. Kalau kami menganggap yang harus dibangun gerakan, bukan program,” katanya. Kalau gerakan, Anies menambahkan, memiliki komponen ownership yang luas. Semua orang merasa memiliki atas masalah itu dan untuk menyelesaikan, semuanya turun tangan. Tapi kalau program, hanya sebatas pada siapa yang merasa memiliki masalah saja. "Nah pendekatan kita gerakan. Saya ingin menggarisbawahi. Republik ini dibangun dengan semangat gerakan. Republik ini dibuat lewat gerakan, bukan lewat program," tegasnya. Tapi sayangnya, Anies melihat saat ini pendidikan masih dilihat sebagai sebuah program semata. Hanya dianggap sebagai urusannya pemerintah saja. Kalau berhasil dipuji, jika gagal dikritik. Anies tidak ingin
seperti itu. Bersama “Indonesia Mengajar” ia mencoba mengajak semua yang peduli dengan pendidikan untuk turun tangan. “Berhentilah mengecam kegelapan, mari nyalakan cahaya!” ajaknya. Saat ini, sejak didirikan kurang lebih 2 tahun lalu, “Indonesia Mengajar” yang digagasnya diminati oleh lebih dari 27.000 orang tenaga volunteer yang siap mengajar di seluruh Indonesia, tapi yang baru bisa dikirim hanya sekitar 300 orang untuk 16 provinsi. Mereka yang siap bergabung adalah tenaga-tenaga pengajar pilihan karena hampir 60 persen dari mereka adalah para profesional yang rela meninggalkan pekerjaan dan kemapanan hidup untuk menjadi sukarelawan. Keberadaan mereka tulus, ingin membangun manusia Indonesia. Karena itu, di manapun mereka mengajar, bahkan ketika tidak ada guru dari pemerintah yang hadir, mereka selalu mengatakan kehadirannya sebagai wakil dari negara. ”Kami tidak ingin saling menyalahkan. Kami ingin jadi solusi. Kami menjadi bagian dari Republik dan ikut membangun. Dan bisa punya cerita yang bisa disampaikan ke anak cucu, saya ikut membangun republik ini.” Bagi Anies, itulah sebuah kehormatan, bukan penghormatan yang bisa dibeli di mana saja. Karena itu, mendapat penghormatan bukanlah obsesi seorang Anies. “Obsesi saya hanya ingin seluruh janji kemerdekaan kita terbayar lunas segera mungkin. Itu obsesi saya,” ucap cucu dari pahlawan nasional, Abdul Rahman Baswedan ini. “Indonesia Mengajar” adalah salah satu cara untuk melunasi salah satu janji kemerdekaan itu. Kapasitas intelektual dan integritasnya sebagai tokoh muda membuat ia diprediksi oleh banyak kalangan sebagai cendekiawan muda yang memiliki talenta sebagai pemimpin. Majalah Foreign Policy menjadikan dia salah satu dari “100 Intelektual Publik” dan World Economic Forum (WEF) mendapuknya ke dalam deretan “Pemimpin Muda Global 2009”. Bahkan, majalah Foresight dari Jepang menyebutnya sebagai “20 Pemimpin Masa Depan Dunia”. Sedangkan Institute for International Policy Studies (IIPS) memberikan Nakasone Yasuhiro Awards kepada Anies. Di dunia Islam, Anies mendapat apresiasi dari Royal Islamic Strategic Studies Centre yang bermarkas di Yordania dengan memasukkan namanya ke dalam daftar “500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia”. Atas beragam apresiasi penuh harapan tersebut, untuk saat ini Anies baru bisa mengucapkan terima kasih. “Itu artinya ada kepercayaan dan saya menghargai. Saya sendiri selalu mengambil posisi bukan perannya yang harus difokuskan, tapi kekuatan aktornya yang harus dipikirkan. Jadi buat saya yang penting di mana saja, saya punya impact, di mana saja saya ikut melunasi janji kemerdekaan, di mana saja,” tuturnya. Bagi Anies, panggilan tugas boleh berubah-ubah tapi kita jangan mengejar peran. Peran boleh gonta-ganti. Seperti di teater, ada orang yang berperan baik saat jadi raja tapi tidak menarik ketika dia berperan jadi orang miskin. Berarti kekuatannya pada peran yang dimainkan bukan aktornya. Tapi ada aktor yang memainkan peran apa saja dia selalu bagus. Nah itu yang ingin saya kejar. Di posisi apa saja, kita jalani. Panggilan republik itu ada di mana-mana, tidak hanya di satu dua pos. Di tempat mana pun bikin kita semua merasa bangga dengan apa yang kita kerjakan,” jawabnya. Sesuai filosofi hidupnya, bak air mengalir, begitulah Anies. Karena ia percaya betul bila bekerja dengan totalitas, maka Tuhan pun akan memberikan jalan-Nya untuk semua masalah yang dihadapi. Ia ingin setiap hari bisa menciptakan masalah. “Buat saya, masalah itu adalah selisih antara harapan dan kenyataan. Orang tidak punya masalah kalau harapannya itu sama dengan kenyataan. Dia punya masalah jika harapannya lebih tinggi daripada kenyataan. Misalnya begini, ibaratnya kita berada di ruangan yang bersih tapi kita tidak punya harapan agar ruang itu bersih terus, maka ketika ruangan itu kotor pun kita seperti tak ada masalah, karena kita nggak punya harapan bersih,” ia berumpama. Tapi, ia melanjutkan, ketika seseorang punya harapan tinggi, maka ia akan menciptakan masalah agar ada gap. “Menurut saya gap ini yang setiap hari harus kita ciptakan. Ciptakan masalah bukan dalam artian negatif, tapi ciptakan masalah dalam artian tinggikan ekspektasi, ubahlah kenyataan mendekati ekspektasi itu. Yang menakutkan buat saya adalah bukan dia gagal meraih harapan, yang menakutkan bila dia berhasil meraih harapan dan harapannya terlalu rendah,” ujarnya serius. Dalam pandangannya, itu sangat mengerikan. “Karena itu tinggikan harapan, bahwa itu gagal dicapai, nggak apa apa. Daripada harapannya itu rendah dan tercapai,” tegasnya. Apakah Anda sudah mencapai harapan Anda sendiri ? “Saya Alhamdulillah mensyukuri apa yang sudah saya dapat selama ini, apa yang dirahmatkan, diamanahkan oleh Allah pada saya. Saya merasa sangat bersyukur sambil kita terus menerus untuk melakukan sesuatu,” jawabnya. Sebagai seorang cucu dari pahlawan nasional yang ikut mendirikan republik ini, Anies yakin semua pendiri republik ini ingin janji-janji perjuangannya dibayar lunas oleh generasinya. Semua anak bangsa ini, ditegaskan Anies, memiliki tanggung jawab moral untuk melunasi janji para pahlawan bangsa.
Aniesgrafi
Nama: Anies Rasyid Baswedan. Lahir : Kuningan
(Jawa Barat) 7 Mei 1969. Pendidikan : Fakultas
Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
Master dari School of Public Policy, University of
Maryland, Amerika Serikat, Doktor dalam ilmu
politik di Northern Illinois University, Amerika
Serikat. Pekerjaan : Rektor Universitas Paramadina.
Aktifitas : Penggagas “Indonesia Mengajar”.