Harjanto Prabowo (Rektor Universitas Bina Nusantara)
Adaptif Hadapi Perubahan Zaman
Naskah: Nur Asiah Foto: Edwin Budiarso
Menjadi top of mind sebagai universitas yang mengunggulkan teknologi informatika, Universitas Bina Nusantara (BINUS) kian melebarkan sayap dengan mengembangkan program studi berkaitan dengan bidang industri kreatif. Pada 2022 lalu, BINUS pun meraih capaian peringkat nasional yang baik, termasuk dari Times Higher Education Asia University Rangking 2022.
Rektor Universitas Binus, Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, M.M., mengatakan hal ini merupakan kelanjutan dari visi BINUS 2020, yakni visi 2035 yang menargetkan untuk mencapai world class university. Tak hanya itu, melalui 12 kampus di Indonesia, BINUS terus berkomitmen untuk memberikan kesempatan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan terbaik, sekaligus mampu fostering & empowering the society.
“Pengakuan-pengakuan yang didapatkan bukanlah tujuan akhir, tapi bagian dari perjalanan. Roadmap untuk recognition juga sudah ada dari beberapa lembaga dunia yang melakukan ranking atau rating bagi universitas di dunia. Kami bersyukur roadmap pencapaian yang dicanangkan masih on track dan BINUS masuk dalam jajaran peringkat 1001-1200 dunia atau 238 Asia,” ujar Prof. Harjanto yang telah tiga periode menjabat sebagai rektor sejak 2009 lalu.
Berawal dari sebuah kursus komputer, kemudian mendapatkan statusnya sebagai perguruan tinggi pada 1981, membuat BINUS telah menjalin hubungan erat dengan dunia bisnis. Tak hanya di Jakarta, BINUS pun kini hadir di beberapa kota besar, seperti Bekasi, Bandung, Malang, dan Semarang yang baru saja diresmikan. Hal ini tidak terlepas dari misinya untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberdayakan masyarakat melalui karya-karya yang mereka dedikasikan, baik berkarier sebagai profesional di perusahaan multinasional maupun menjadi entrepreneur andal. “Saya selalu berpendapat, pendidikan hendaknya tidak hanya menghasilkan manusia yang cerdas, namun juga memiliki karakter yang baik dan dapat memberdayakan, memberikan solusi atas permasalahan yang ada dalam masyarakat,” tutur pria yang pernah meraih penghargaan Academic Leader Awards 2018 dari Kemenristekdikti ini.
BINUS pun secara konsisten mendukung kebutuhan Binusian agar bisa sukses setelah lulus. Prof. Harjanto mengungkapkan BINUS juga telah merancang sistem akademik dan pembelajaran untuk menunjang hal tersebut. Universitas turut memfasilitasi mahasiswa untuk berjejaring, tidak hanya di dalam tapi juga di luar kampus, sehingga jiwa entrepreneur mereka dapat terpupuk dengan baik. Sejalan dengan itu, BINUS kemudian membangun business incubator sebagai support bagi mahasiswa yang mengambil program enrichment entrepreneurship. “Mereka akan diberi bimbingan dan pendampingan dalam mengembangkan bisnisnya. Dan bisnis mereka akan dinilai langsung oleh industri untuk memastikan sesuai dengan yang dibutuhkan industry saat ini. Ekosistem BINUS juga memiliki lebih dari 2.000 rekanan industri yang siap untuk berkolaborasi sebagai bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Uniknya kompetensi atau spirit entrepreneur itu tumbuh di setiap kampus dengan ciri khas masing-masing. Di Malang misalnya dikembangkan technopreneur, di Bandung creativepreneur, di Semarang entrepreneur berbasis IT, begitu juga di Jakarta. BINUS juga berusaha beradaptasi menyesuaikan kebutuhan dari industri maupun masyarakat. Teknologi dan digitalisasi merupakan hal mendasar yang diterapkan dalam mendampingi perjalanan mahasiswa menempuh pendidikan. Melalui mobility multisite campus dan minor program, mahasiswa tidak hanya mendapat pengalaman belajar, namun juga pengalaman hidup yang membentuk mereka lebih adaptif menghadapi perubahan zaman.
“Kami menempatkan industri sebagai komunitas yang disebut Binus University Learning Community chapter Industry. Dengan begitu kami bisa berjalan beriringan, bukan hanya kampus yang membutuhkan, tetapi juga sebaliknya, seperti program internship. Kita terus mengarahkan supaya kedua belah pihak win-win,” kata Prof. Harjanto yang ditemui Men’s Obsession di Kampus BINUS Alam Sutera.
Menghadapi bonus demografi yang diperkirakan akan dialami Indonesia pada 2045 yang akan datang, Prof. Harjanto mengatakan BINUS berperan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat mengoptimalkan bonus demografi. Pendidikan karakter yang baik perlu dikembangkan, bagaimana mereka tidak hanya menjadi manusia yang pintar, tapi juga memiliki empati yang tinggi. Kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri ditunjang juga dengan kualitas dan metode pengajaran yang diterapkan oleh dosen, riset dan inovasi; untuk meningkatkan daya saing global dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan tentunya kemitraan dengan industri untuk dapat memastikan relevansi kurikulum, memberikan kesempatan praktik kerja bagi mahasiswa, dan memfasilitasi transfer pengetahuan antara dunia akademik dan industri.
Agar dapat mencetak lulusan yang cakap, Prof. Harjanto menekankan bahwa setiap insan Binusian harus memiliki SPIRIT. Pertama, Semangat untuk mencapai cita-citanya (striving for excellence). Mahasiswa diharapkan memiliki Perseverence (kegigihan), dan harus tahan di situasi yang mungkin tidak menyenangkan baginya sekaligus cepat beradaptasi bagaimana mengatasinya. Integritas menjadi kunci penting berikutnya dalam membangun mahasiswa berkarakter. “Kami tidak ada toleransi kalau ada yang tidak jujur, karena kami percaya mereka yang tidak jujur tidak akan sukses,” ucap pria yang menjadi guru besar kedua di Universitas BINUS ini. Sangat menjunjung integritas, BINUS tidak segan mencabut status anggota komunitas Binusian bagi mereka yang berbuat korupsi atau yang membuat orang lain berbuat korupsi. Pihaknya ingin berkontribusi membantu masyarakat dan pemerintah dalam memberantas korupsi yang diawali dari kejujuran.
Sikap Respek pun sangat diperlukan, dengan adanya generation gap di lingkungan kampus, sangat penting untuk saling menghormati satu sama lain. Lalu Inovasi harus dimiliki para Binusian. Dengan teknologi yang didapatkan dan menjadi kehidupannya sehari-hari, akan percuma jika tidak membuat mahasiswa menjadi lebih kreatif. Dan terutama Teamwork yang telah didukung melalui sistem akademik universitas. “Terakhir, fostering dan empowering, seperti misi 2035. Tidak ada gunanya sukses untuk diri kita saja. Masyarakat pun harus merasakan,” tegas sang profesor menutup perbincangan pada pagi hari itu.