Joker: Folie à Deux, Sekuel yang Terasa Redundan Tanpa Banyak yang Baru

Oleh: Angie (Editor) - 08 October 2024

 

"Joker: Folie à Deux" kembali mengajak penonton menyelami dunia kelam Arthur Fleck, namun sayangnya, alih-alih membawa angin segar, film ini justru terjebak di tempat yang sama. Film pertama sukses besar sebagai studi karakter yang begitu mendalam hingga membuat penonton merasa puas dan penuh empati terhadap Arthur, meski dengan segala kekelamannya.

Melanjutkan kisah Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) setelah peristiwa di film pertama, dia kini menghadapi persidangan atas kejahatan yang dilakukannya. Dalam film ini, Arthur bertemu dengan Harleen Quinzel, yang diperankan oleh Lady Gaga. Harleen adalah seorang pasien di Arkham State Hospital yang kemudian menjalin hubungan yang rumit dan berbahaya dengan Arthur.

Di film Joker pertama, sosok Joker yang sepenuhnya ‘Joker’ hanya hadir selama kurang lebih 20 menit. Bukan lagi soal badut gila, tapi tentang Arthur. Ceritanya adalah tentang seorang pria rapuh dan terluka yang terabaikan atau diperlakukan buruk oleh masyarakat yang kejam. Di film pertama, Arthur mewakili bagaimana sifat destruktif bisa tumbuh di dalam diri setiap orang, namun juga menunjukkan bagaimana ilusi kebesaran bisa memberinya kekuatan. Semua orang ingin merasa berarti, dan di situlah daya tarik Joker berada.

Tapi, di sekuel ini, seakan-akan tidak ada lagi yang bisa digali, dan itulah yang membuat film ini terasa lebih seperti tambahan cerita yang kurang relevan ketimbang petualangan baru. 

 

 

Joaquin Phoenix, seperti biasa, tampil luar biasa sebagai Arthur Fleck. Setiap gerakan, tatapan, dan emosi yang ia tunjukkan, memperkuat betapa mengerikannya transformasi dari Arthur menjadi Joker. Lady Gaga, yang memerankan Harley Quinn, juga membawa nafas baru dengan kehadirannya. Ada dinamika yang menarik antara keduanya, dan chemistry ini sebetulnya bisa menjadi jantung film. Sayangnya, momen-momen emas dari mereka berdua sering kali terpecah dengan adegan-adegan yang tidak perlu, seperti musikalisasi mendadak yang terasa janggal dan drama pengadilan.

Menariknya, film ini justru bersinar saat ia mengulang momen-momen emosional dari film pertama. Ketika penonton diajak kembali mengingat perjalanan Arthur yang kesepian dan terganggu, ada ketegangan yang sama, ada perasaan yang kembali terasa. Tetapi ketika film mencoba memperkenalkan elemen baru, hal-hal tersebut justru terasa seperti sedikit distraksi.

Hubungan Joker dan Harley sebetulnya bisa menjadi sorotan terbesar film ini. Ada sisi toksik dan gelap dalam relasi mereka yang dihidupkan dengan sangat kuat oleh Phoenix dan Gaga. Sayangnya, potensi tersebut tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Alih-alih menjadi fokus, hubungan mereka cenderung tenggelam di antara berbagai subplot yang kurang tajam dan relevan.

 

 

Hal yang dianggap sedikit mengecewakan adalah ketika film ini lebih terasa seperti promosi album baru Lady Gaga ketimbang thriller psikologis gelap seperti yang diharapkan. Penampilan Gaga memang kuat, tetapi kehadiran banyak adegan musikal malah terkesan dianggap mengganggu suasana dan tensi yang seharusnya menjadi kekuatan film ini. Saat penonton mengharapkan sisi gelap dan tekanan psikologis, justru disuguhi nuansa Broadway yang mengubah atmosfer. Meskipun sinematografi tetap memukau dan akting Phoenix tak diragukan, pacing yang lamban dan cerita yang terasa kehilangan arah membuat film ini tidak mampu menjaga perhatian sampai titik akhir.

Pada akhirnya, Joker 2 seperti sebuah lanjutan yang tidak betul-betul perlu ada. Memang, ada momen-momen berharga, terutama dari sisi akting para bintang utamanya. Sebagai keseluruhan, film ini tidak memberikan banyak hal baru untuk dijelajahi. Bagi penggemar film pertama, sekuel ini mungkin terasa berulang dan tidak lagi mengeksplor pemahaman tentang Arthur atau dunianya. Namun, dengan sinematografi yang memikat dan musik yang berani, Joker 2 berani mencoba hal-hal baru yang tak terduga, memberikan warna berbeda dalam dunia gelap karakter ikonik ini. Film ini jelas akan memancing diskusi dan memberikan pengalaman unik bagi para penggemar sinema. Bagaimana menurut Anda?