Pengamat Sepak Bola Kesit B. Handoyo, “Lima atau Tujuh Tahun Lagi Industri Sepak Bola Nasional Lebih Menjanjikan
Cengkeraman bisnis dalam dunia olahraga sepak bola tak bisa dinafikan lagi. Sejumlah negara maju bahkan sudah memulainya sejak lama. Tapi untuk Indonesia, menurut pengamat sepak bola, Kesit B. Handoyo, mungkin butuh 5 atau 7 tahun lagi industri sepak bola nasional akan lebih menjanjikan. Bagaimana kelindan sepak bola dan bisnis berkembang hingga sekarang? Berikut wawancara dengan Kesit yang juga komentator pertandingan sepak bola di berbagai televisi nasional.
Bagaimana perkembangan bisnis dan sepak bola yang terjadi sekarang ini?
Kalau bicara cengkeraman bisnis lebih kuat ketimbang sport profesionalnya di sepak bola. Pada saat ini memang sepak bola tidak bisa dilepaskan dari cengkeraman bisnis. Pemodal-pemodal yang punya kemampuan finansial kuat telah menjadikan sepak bola sebagai salah satu sasaran yang coba mereka raih. Di Inggris misalnya, kan saat ini juga banyak grup bola yang dimiliki oleh konglomerat-konglomerat asal Timur Tengah misalnya.
Kenapa para pebisnis itu tertarik menancapkan saham di sepak bola?
Mereka tertarik karena memang sepak bola itu sesuatu yang sangat seksi. Minat dari masyarakat dunia terhadap sepak bola itu sangat luar biasa. Dan itu memang merupakan salah satu potensi bisnis yang sangat besar.
Tapi tentu ada risikonya?
Ya, tetap harus diingat bahwa bisnis di sepak bola itu berbeda dengan bisnisbisnis lainnya yang di luar olahraga. Karena kalau di sepak bola itu menurut saya risiko yang juga harus dihadapi adalah terkait dengan bagaimana pencapaian sebuah klub dalam persaingan. Kita contohkan sajalah di Eropa di mana klub-klub Eropa yang memang sudah menjadikan saham mereka itu dijual ke publik. Tapi bukan berarti mereka kemudian mudah mendapatkan keuntungan. Karena di samping itu juga ada kerugian yang juga kerap melanda klub-klub besar itu. Barcelona misalnya tahun ini juga mereka masih mengalami kerugian. Demikian juga dengan di Inggris misalnya Manchester United itu juga masih mengalami kerugian. Artinya pasang surut dari klub prestasi klub itu memang ikut menentukan apakah klub itu sedang sehat finansialnya atau tidak sehat.
Artinya idealisme sebagai sebuah olahraga tetap dijaga?
Ya, sebagai sebuah klub olahraga, sepak bola tidak bisa dilepaskan juga dari idealisme sport itu sendiri. Artinya para konglomerat yang berkiprah di sepak bola ini juga harus menghadapi tuntutan prestasi pemainnya. Mereka punya penggemar, mereka juga punya supporter, dan fans-fans fanatik. Kalau kemudian hasil capaian dari prestasi klub mereka itu tidak bagus dengan sendirinya klub juga akan mengalami kerugian.
Bagaimana di Indonesia?
Kalau di Indonesia memang belum banyak pengusaha yang mau terjun ke sepak bola seperti di Eropa. Meski cukup menjanjikan tapi saat ini sepak bola Indonesia masih merintis sebagai industri. Memang sudah mulai ada pengusaha-pengusaha yang mulai tertarik menanamkan sahamnya di sepak bola Indonesia. Ini bisa dilihat dari hadirnya klub-klub profesional di Indonesia yang nama-namanya baru dikenal masyarakat. Kalau dulu kan namanya lebih banyak ke perserikatan. Kalau sekarang misalnya ada klub RANS misalnya, atau Dewa United, Bali United.
Walaupun asal muasalnya itu klub perserikatan tapi klub itu kemudian lisensinya dibeli oleh pengusaha. Kemudian namanya diubah, nama-nama klub yang berubah itu salah satunya seperti Dewa United, kemudian ada Bali United, lalu ada juga Madura United. Jadi sudah mulai masuk pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk berkecimpung atau berinvestasi di sepak bola. Walaupun mungkin belum memberikan keuntungan finansial, mereka mulai berani untuk merintis. Mungkin dalam waktu 5-7 tahun ke depan industri sepak bola di Indonesia akan lebih menjanjikan. Sekarang ini masih baru mencoba untuk merintis untuk bisa menjadikan sepak bola sebagai sebuah industri.