Tren Bisnis Hijau, Ekonomi Sirkular dan Kepemimpinan Hijau

Oleh: Angie (Editor) - 06 November 2024

 

Krisis lingkungan yang dihadapi dunia saat ini, kian membutuhkan perhatian serius dari semua kalangan. Bagaimana caranya?

 

 

Tantangan triple planetary crisis, yakni perubahan iklim, polusi, dan kehilangan biodiversitas kini semakin mendesak, dan seakan memaksa semua pihak untuk beraksi nyata. Tidak hanya pemerintah, sektor swasta dan masyarakat pun dituntut berperan aktif. Priyanto Rohmattullah, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas RI, menegaskan bahwa ekonomi sirkular merupakan solusi strategis dalam menghadapi krisis ini. Menurutnya, dengan menggeser paradigma dari ekonomi linear menuju sirkular, Indonesia dapat meminimalkan limbah dan mengurangi emisi karbon secara signifikan.

Dalam Peta Jalan Ekonomi Sirkular Indonesia 2025-2045, pemerintah menetapkan lima sektor prioritas, yaitu pangan, plastik, elektronik, konstruksi, dan tekstil. Lima sektor ini diharapkan menjadi penggerak ekonomi hijau yang lebih berkelanjutan. Priyanto juga menjelaskan bahwa penerapan serius sistem ini dapat menciptakan 4,4 juta lapangan kerja hijau pada 2030. “Korporasi harus menyelaraskan penerapan ekonomi sirkular dengan dekarbonisasi operasional bisnis,” jelas Priyanto. Hal ini disampaikannya saat menanggapi relevansi festival keberlanjutan LMF 2024, yang bertujuan memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan rantai pasok yang lebih hijau.

Langkah konkret juga terlihat dari inisiatif Blibli Tiket Action, program keberlanjutan dari Blibli dan Ecoxyztem, yang menggelar Langkah Membumi Festival (LMF) pada November 2024 di Jakarta. Lisa Widodo, COO & Co-Founder Blibli, mengungkapkan bahwa pihaknya bangga atas dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan pelaku industri, dalam menciptakan solusi ramah lingkungan. "Festival ini menjadi ruang untuk masyarakat bereksplorasi dan berkolaborasi dalam mengenal solusi hijau yang membumi," ucap Lisa. Ia menambahkan bahwa LMF dirancang berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan, mulai dari produksi hingga konsumsi yang bertanggung jawab.

Selain kolaborasi lintas sektor, pentingnya edukasi keberlanjutan juga ditekankan oleh Luckmi Purwandari, Kepala Pusat Pengembangan Generasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup RI. Luckmi menjelaskan bahwa krisis lingkungan tidak bisa lagi diabaikan. “LMF membuka kesempatan belajar bagi masyarakat untuk mempraktikkan aksi-aksi keberlanjutan, sekaligus mendorong generasi muda menggali potensi pekerjaan hijau yang lebih luas,” ujarnya. Dalam festival tersebut, partisipasi aktif masyarakat diajak melalui berbagai kegiatan edukasi dan hiburan yang dikemas menarik.

Indonesia juga menghadapi tantangan besar dengan jumlah sampah yang mencapai 38,3 juta ton per tahun, didominasi oleh sampah makanan (39,82%) dan plastik (19,16%). Ini menambah urgensi penerapan ekonomi sirkular. SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) menjadi salah satu platform yang diharapkan dapat mengelola limbah secara lebih efisien dan efektif. Dari dukungan berbagai pihak, LMF, dan inisiatif lainnya menunjukkan kolaborasi strategis dapat mengubah tantangan lingkungan menjadi peluang ekonomi hijau yang berkelanjutan. Diharapkan, dengan semangat kolaborasi dan inovasi ini tren bisnis hijau tidak hanya menjadi respons terhadap krisis planet, tetapi juga menciptakan potensi ekonomi dan green jobs.