Samsung, Raksasa Teknologi Dunia yang Punya Kisah Perjalanan Penuh Inovasi
Saat ini, ketika mendengar nama Samsung, pikiran kita langsung tertuju pada smartphone canggih, TV berlayar lebar dengan resolusi tinggi, atau peralatan rumah tangga berteknologi terkini. Samsung kini dikenal sebagai salah satu pemimpin industri teknologi dunia. Produk-produknya mendominasi pasar. Namun, tak banyak yang tahu bahwa perjalanan raksasa teknologi asal Korea Selatan ini bermula dari bisnis sederhana di bidang ekspor ikan kering dan bahan makanan ke China.
Pada tahun 1938, Lee Byung-chul mendirikan Samsung Trading Company dengan modal awal 30.000 won. Dilansir dari news.samsung.com, di tengah situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian, ia membangun usaha kecil yang bergerak di bidang ekspor bahan pangan, seperti ikan kering, sayuran, dan buah-buahan. Nama Samsung, yang berarti “tiga bintang” dalam bahasa Korea, mencerminkan ambisinya untuk membangun bisnis yang besar dan bertahan lama. Namun, ia tidak berhenti di satu bidang saja. Setelah melihat peluang di industri lain, ia mulai melakukan diversifikasi.
Pasca Perang Korea, Samsung melebarkan sayapnya ke industri makanan dengan mendirikan pabrik gula dan tepung. Keputusan ini terbukti tepat karena kebutuhan pangan saat itu meningkat drastis. Keberhasilan di sektor makanan mendorong ekspansi lebih jauh ke manufaktur tekstil pada tahun 1954 melalui Cheil Wool Textile Co. Bisnis ini berkembang pesat dan menjadi fondasi bagi pertumbuhan Samsung di industri lainnya. Dalam beberapa dekade, perusahaan ini terus berekspansi ke berbagai sektor, termasuk asuransi, sekuritas, dan perdagangan, tetapi langkah paling berani adalah ketika Samsung memutuskan masuk ke industri elektronik pada 1969.
Memulai bisnis elektronik bukanlah hal mudah bagi Samsung. Korea Selatan saat itu belum memiliki infrastruktur teknologi yang memadai, dan banyak pihak meragukan kemampuan perusahaan ini untuk bersaing di industri tersebut. Namun, dengan memperoleh lisensi teknologi dari perusahaan Jepang dan Amerika, Samsung berhasil memproduksi televisi hitam-putih pertamanya pada 1970. Keberhasilan ini membuka jalan bagi pengembangan produk elektronik lainnya, seperti kulkas dan mesin cuci pada 1974, serta microwave pada 1979. Tidak berhenti di sana, pada tahun yang sama, Samsung mengambil keputusan besar dengan mengakuisisi Korea Semiconductor dan masuk ke industri semikonduktor, yang di kemudian hari menjadi salah satu pilar terpenting bisnis mereka.
Titik balik besar terjadi pada tahun 1987 ketika pendiri perusahaan, Lee Byung-chul, meninggal dunia dan kepemimpinan beralih ke putranya, Lee Kun-hee. Berbeda dengan sang ayah yang fokus pada ekspansi bisnis, Lee Kun-hee menaruh perhatian lebih pada inovasi dan kualitas. Pada tahun 1993, dalam sebuah pertemuan eksekutif yang kini dikenal sebagai “Frankfurt Declaration”, ia mengeluarkan perintah yang mengejutkan: “Ubah segalanya kecuali istri dan anak-anakmu.” Langkah ini diikuti dengan keputusan ekstrem untuk menghancurkan 150.000 unit ponsel Samsung yang dianggap tidak memenuhi standar kualitas. Tindakan tersebut mengirim pesan kuat bahwa Samsung tidak lagi ingin dikenal sebagai produsen barang murah, melainkan sebagai perusahaan yang mengutamakan kualitas dan inovasi.
Sejak saat itu, Samsung meningkatkan investasinya dalam penelitian dan pengembangan. Perusahaan ini mendirikan pusat R&D di berbagai negara dan merekrut talenta terbaik dari seluruh dunia. Hasilnya mulai terlihat pada awal 2000-an ketika Samsung meluncurkan produk-produk inovatif, seperti TV layar datar dan ponsel dengan desain stylish. Namun, pada tahun 2009 pencapaian besar muncul dengan diluncurkannya Galaxy S, sebuah smartphone berbasis Android yang mampu bersaing head-to-head dengan iPhone. Keberhasilan ini menempatkan posisi Samsung sebagai pemimpin di industri teknologi, bukan hanya sebagai pengikut tren.
Kesuksesan Samsung tidak lepas dari budaya kerja yang kompetitif dan filosofi perusahaan yang selalu menantang diri untuk terus berkembang. Perusahaan ini menerapkan konsep jeonjaeng, yang berarti “perang”, bukan melawan kompetitor, melainkan melawan rasa puas diri. Samsung terus mendorong inovasi dengan mengembangkan teknologi baru dan berinvestasi besar dalam pelatihan karyawan. Budaya kerja yang disiplin dan fokus pada peningkatan kualitas menjadi faktor utama di balik pertumbuhan mereka yang pesat.
Berawal dari sebuah toko kecil di Daegu, Samsung tumbuh menjadi raksasa teknologi yang mendunia. Perjalanan panjang ini perwujudan dari visi besar, keberanian mengambil langkah berisiko, dan tekad untuk terus beradaptasi. Yang semula mengekspor ikan kering hingga menciptakan inovasi yang digunakan di seluruh dunia, Samsung menunjukkan bahwa batasan hanya ada bagi mereka yang berhenti mencoba.