Jahja Setiaatmadja (Presiden Direktur BCA) Terapkan Servant Leadership
Naskah: Gia Putri Foto: Fikar Azmy
Selama menjabat sebagai Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja sukses membawa berbagai pencapaian gemilang, baik dalam hal kinerja bisnis maupun kemajuan manajerial. Keberhasilan tersebut tak lepas dari servant leadership yang ia terapkan.
Jahja menuturkan, kepemimpinan yang kuat memiliki peranan vital dalam kesuksesan sebuah bisnis. Namun, kepemimpinan yang efektif tidak hanya bergantung pada individu yang hebat, tetapi juga pada tim yang solid dan tangguh. Itulah yang disebut dengan servant leadership.
“Dalam servant leadership, kita menghargai bukan hanya individu yang kuat, tetapi juga orang-orang yang kuat dalam tim. Ada yang ahli dalam strategi, ada yang cekatan dalam bertindak, dan ada yang bijaksana,” jelas Jahja dalam sebuah kesempatan.
Jahja juga menekankan, seorang pemimpin akan gagal tanpa dukungan tim yang solid di belakangnya. Ia harus mampu menggerakkan anggotanya untuk bekerja dengan koordinasi, bukan terjebak dalam ego pribadi. “Contohnya, sering kali bank merekrut para ahli dari berbagai institusi dan menyatukan mereka dalam satu tim. Masing-masing individu akan tampil sangat baik secara pribadi. Tapi ketika harus bekerja dalam tim, ego-ego pun muncul. Ini yang jadi tantangan,” ungkapnya.
Jahja menggarisbawahi pentingnya pemimpin untuk menciptakan keseimbangan dalam kontribusi setiap anggota tim, tanpa membiarkan ego menguasai. Pemimpin harus memastikan semua suara didengar, tanpa memandang siapa yang berbicara.
“Sering kali, orang lebih fokus pada siapa yang berbicara, bukan pada apa yang disampaikan. Ini membuat orang yang sebenarnya memiliki potensi dan pengalaman jadi enggan berbagi ide atau kontribusi. Padahal, ide tersebut bisa saja berguna, meskipun tidak selalu diterima. Yang penting, dengarkan terlebih dahulu,” katanya.
Di BCA, Jahja menegaskan, setiap karyawan bebas mengutarakan pendapat mereka. Namun, pendapat tersebut tidak cukup hanya berdasarkan teori. Semua usulan harus didukung dengan bukti nyata dari lapangan. “Setelah terbukti dengan fakta, masukan itu harus diterima. Inilah yang saya sebut ‘membangkang secara positif’,” ungkap pemimpin berkepribadian hangat dan ramah ini.
Jahja juga dikenal memiliki self awareness yang tinggi. Ia percaya bahwa ketika seorang karyawan melakukan kesalahan, pemimpin harus segera mengajak berdialog, mendengarkan perasaan mereka, dan memberikan dukungan.
Selama menjabat CEO, Jahja tidak pernah marah atau memaki, karena ia menganggap hal itu hanya akan menambah tekanan bagi karyawan. Jahja sangat menghargai aspek internal seseorang, seperti nilai, emosi, dan sikap, serta menyadari bagaimana hal tersebut memengaruhi orang lain. Ia percaya dengan menghargai karyawan, mereka akan termotivasi untuk bekerja dengan baik, yang berujung pada kinerja yang tinggi.
Bagi Jahja, mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah kunci utama kesuksesan perusahaan. Ia percaya karyawan adalah fondasi yang menopang setiap strategi dan visi jangka panjang perusahaan. Untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif, BCA mengedepankan dua nilai utama dalam Employer Value Proposition (EVP), yaitu Friendly Environment (lingkungan yang ramah) dan Continuous Improvement (perkembangan berkelanjutan).
Di bawah nakhoda Jahja, BCA juga memerhatikan kesejahteraan karyawan melalui wellbeing program yang meliputi empat pilar: Career WellCare, Financial WellCare, Mind & Body WellCare, dan Social WellCare.
Laba Bersih BCA Tembus Rp54,8 T
Memimpin bank swasta terbesar di Indonesia bukanlah hal yang mudah, namun tangan dingin Jahja mampu membawa BCA konsisten mencetak kinerja positif, meskipun di tengah tantangan ekonomi. Hal itu bisa dilihat dari pencapaian bank berkode emiten BBCA tersebut di sepanjang tahun 2024.
BCA dan entitas anak membukukan laba bersih sebesar Rp54,8 triliun sepanjang 2024, meningkat 12,7 pesen dibandingkan tahun sebelumnya. “Kami berterima kasih atas kepercayaan nasabah dan dukungan yang diberikan, sehingga BCA berhasil mencapai kinerja solid di 2024,” ungkap Jahja.
Pendapatan bunga bersih (NII) BCA tumbuh 9,5 persen YoY menjadi Rp82,3 triliun. Dari sisi intermediasi, total kredit tumbuh 13,8 persen YoY menjadi Rp922 triliun, dengan kualitas pembiayaan yang terjaga baik. Rasio loan at risk (LAR) membaik menjadi 5,3 persen pada 2024, dibandingkan 6,9 persen pada 2023. Rasio kredit bermasalah (NPL) BCA juga terjaga di angka 1,8 persen.
Kredit korporasi tumbuh 15,7 persen YoY menjadi Rp426,8 triliun, sementara kredit komersial dan UKM masing masing naik 8,9 persen dan 14,8 persen. Total portofolio kredit konsumer juga menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan 12,4 persen YoY, mencapai Rp223,7 triliun. BCA juga mencatatkan pertumbuhan signifikan di sektor keberlanjutan, dengan penyaluran kredit berkelanjutan naik 12,5 persen YoY menjadi Rp229 triliun. Capaian ini berkontribusi hingga 24,8 persen terhadap portfolio pembiayaan.
Jahja mengatakan, capaian ini salah satunya ditopang oleh kredit kendaraan listrik yang mengalami lonjakan 84,2 persen YoY, mencapai Rp2,3 triliun. Sementara, pinjaman terkait keberlanjutan (Sustainability Linked Loan/ SLL) naik tiga kali lipat menjadi Rp1 triliun. Dana giro dan tabungan (CASA) berkontribusi 82 persen dari total DPK, tumbuh 4,4 persen menjadi Rp924 triliun. Total transaksi BCA juga mencapai rekor tertinggi, yakni naik 21 persen YoY, mencapai 36 miliar.
Khusus untuk mobile banking dan internet banking, frekuensi transaksi mencapai 31,6 miliar, tumbuh 24 persen YoY. Jumlah rekening nasabah BCA per Desember 2024 tercatat lebih dari 41 juta, tumbuh dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Menutup pembicaraan, Jahja menyampaikan komitmen BCA untuk terus mendukung perekonomian nasional, dengan mengadakan berbagai acara strategis, seperti BCA Expo, BCA UMKM Fest 2024, dan BCA Wealth Summit 2024. Kegiatan ini berdampak positif terhadap penyaluran kredit, khususnya ke berbagai segmen UMKM yang meningkat signifikan.