Nasaruddin Umar (Menteri Agama RI) The Right Man on The Right Place
Naskah: Sahrudi Foto: Istimewa
Jam terbang yang tinggi sebagai ulama, pendidik dan aktivis keagamaan menjadikan ia memahami betul bagaimana mengelola hal terkait masalah agama di negeri majemuk ini. Maka tak heran jika Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Jakarta menobatkan Nasaruddin Umar sebagai menteri berkinerja terbaik di antara jajaran Kabinet Merah Putih (KMP) dalam 100 hari pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.
Harus diakui sebagai Menteri Agama, Nasaruddin Umar telah mampu membawa perubahan signifikan dalam tata kelola keagamaan nasional maski belum genap setahun ia menjabat. Ia mampu karena memang memiliki ilmu nan mumpuni di bidang keagamaan. Sebagai intelektual Muslim.
Berkat ilmu yang dimiliki, Nasaruddin Umar sukses memberikan sumbangsih luar biasa di bidang keilmuan khususnya agama Islam. Ia telah menulis banyak karya ilmiah hingga mencapai 12 buku. Salah satunya buku ‘Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an’. Buku ini terbit pada 1999 sebagai penjabaran hasil penelitiannya mengenai bias gender dalam Al-Qur’an. Berdasarkan catatan, pada 12 Januari 2002 Nasaruddin Umar dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang tafsir pada Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Nasaruddin Umar juga tercatat sebagai Rektor Universitas PTIQ Jakarta.
Berbekal itulah ia mampu mengelola Kementerian dan mengimplementasikan program Kepala Negara secara baik dan terukur karena Ia memahami apa yang harusnya dilakukan sebagai Menteri Agama. Maklumlah, sebelumnya ia pernah menjabat Wakil Menteri Agama di era Presiden SBY dan sempat duduk di Eselon I Departemen Agama RI (sekarang Kementerian Agama).
Nasaruddin Umar adalah figur yang mampu membuktikan bagaimana kebijakan yang dirancang dengan baik dan dijalankan dengan komitmen tinggi dapat menghasilkan kepercayaan masyarakat. Memang, dalam seratus hari kerjanya ia telah melakukan beragam kebijakan spektakuler semisal penurunan biaya haji rata-rata Rp4 juta. Penurunan biaya haji yang dilakukan untuk musim haji 1446 H/2025 M dilakukan agar lebih terjangkau oleh masyarakat dengan cara mengoptimalkan penggunaan dana haji sehingga biaya yang dibebankan kepada jemaah haji dapat ditekan. Tapi Menag berkomitmen untuk memastikan kualitas layanan haji tetap baik meskipun biaya haji diturunkan.
Dengan demikian, keputusan menurunkan biaya haji merupakan upaya pemerintah untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat Muslim Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji. Kebijakan lain yang dilakukannya adalah pelaksanaan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi ratusan ribu guru agama.
Pelaksanaan program PPG ini ditujukan bagi ratusan ribu guru agama dengan target 625.481 guru yang belum mengikuti PPG Dalam Jabatan. Rinciannya, 484.678 guru madrasah, 95.367 guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah umum, 29.002 guru agama Kristen, 11.157 guru agama Katolik, 4.412 guru agama Hindu, 689 guru agama Buddha, dan 179 guru agama Khonghucu. Program PPG ini akan dilaksanakan dalam dua tahun dan dibagi menjadi beberapa angkatan. Angkatan pertama akan dimulai pada Maret 2025 dengan target 80.000-100.000 peserta.
Moderasi Beragama
Menteri Agama (Menag) ke-25 yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ini juga dikenal sebagai sosok yang mengayomi semua umat pemeluk agama dengan konsep moderasi agama. Sesuatu yang sebenarnya sudah ia praktikan jauh sebelum menjadi pembantu presiden misalnya dengan mendirikan organisasi lintas agama untuk Masyarakat Dialog antar Umat Beragama. Ia juga adalah anggota dari Tim Penasehat Inggris-Indonesia yang didirikan oleh mantan perdana menteri Inggris, Tony Blair. Saat ini Nasaruddin Umar pun menjabat sebagai salah satu Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama masa khidmat 2022-2027.
Jejak kepeduliannya pada moderasi beragama antara lain dengan menandatangani dokumen Deklarasi Bersama Istiqlal 2024 antara Nasaruddin dan pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus yang sedang mengadakan kunjungan historisnya ke Indonesia. Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, ia kala itu menegaskan Masjid Istiqlal bukan sekedar rumah ibadah bagi umat Islam, melainkan rumah besar bagi kemanusiaan. Pernyataan itu disampaikan di hadapan Paus Fransiskus.
Di era Nasaruddin pula dibangun Terowongan Silaturahim yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang bisa dimanfaatkan semua umat. Atas semua pencapaian yang diraih itu tentunya tak membuat Nasaruddin merasa perlu berbangga diri. Kalaupun ada yang memberikan apresiasi positif maka itu dianggapnya motivasi untuk terus fokus memberikan layanan terbaik kepada masyarakat, dengan harapan mempererat kerukunan antar berbagai elemen.
“Kita fokus melayani umat. Bagaimana umat merasakan kehadiran Kementerian Agama karena kemudahan akses atas layanan yang semakin baik dan bermutu. Ini fokus yang akan kita terus upayakan ke depan,” terang Menag. Selain itu, lanjut Menag penilaian masyarakat terhadap kinerja kementeriannya juga sebuah apresiasi sekaligus cambuk yang memotivasi untuk terus bekerja lebih baik, menyukseskan program kementerian dalam memberikan layanan terbaik kepada umat.
Tapi yang pasti, langkah-langkah dan kebijakan yang telah ia lakukan membuktikan bahwa pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1959, ini telah menegaskan bahwa kehadiran Kementerian Agama yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena sesuai filosofi yang berbunyi: The right man on the right place, seseorang yang bekerja sesuai dengan kemampuan atau keahliannya.