5 Momen Rupiah Anjlok Terparah dan Kisah di Baliknya
Nilai tukar rupiah baru saja menembus rekor terendah sejak 1998, menyentuh Rp16.611 per USD. Sejarah mencatat, ini bukan kali pertama mata uang kita terpuruk. Berikut lima tragedi pelemahan rupiah yang mengguncang ekonomi Indonesia, disertai peristiwa besar yang menjadi pemicunya.
1. Krisis Moneter 1998: Rupiah Tembus Rp16.650/USD
Awalnya dianggap sebagai koreksi biasa, rupiah justru terjun bebas sepanjang 1997-1998. Tahun 1997, nilai rupiah mulai merosot dari Rp2.500/USD. Puncaknya, Agustus 1998, rupiah nyaris kehilangan 80% nilainya. Krisis dimulai dari gagal bayar utang swasta Thailand yang merambat ke Asia. Indonesia paling parah karena cadangan devisa tipis, utang swasta membengkak, dan politik memanas. Akibatnya: inflasi meroket 77%, harga BBM melambung, dan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Presiden kedua RI Soeharto pun lengser setelah 32 tahun berkuasa.
2. Global Financial Crisis 2008: Rp12.000/USD
Lima tahun setelah pulih (2003-2008) rupiah kembali terpukul. krisis berasal dari AS akibat kebangkrutan Lehman Brothers dan kredit perumahan macet (subprime mortgage). The Fed (Federal Reserve), yaitu bank sentral Amerika Serikat yang bertugas mengatur kebijakan moneter AS, turun tangan dengan memberikan stimulus besar-besaran. Namun, dana asing tetap kabur dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Meski sempat sentuh Rp12.000, rupiah relatif cepat pulih berkat kebijakan swap line (pertukaran mata uang antar bank sentral) The Fed dan stimulus fiskal pemerintah.
3. Taper Tantrum 2013: Rp12.000/USD Lagi
Ketika The Fed mengumumkan akan mengurangi pembelian obligasi (quantitative easing), pasar panik. Modal asing ditarik dari negara berkembang, termasuk Indonesia yang saat itu defisit transaksi berjalan melebar. Rupiah terdepresiasi 26% dalam setahun. Bank Indonesia merespons dengan menaikkan suku bunga secara agresif dan membatasi impor.
4. Pandemi Covid-19 (2020): Rp16.000/USD
Ketika dunia lockdown, rupiah terjun ke level terendah dalam 4 tahun. Investor berbondong-bondong mencari safe haven ke dolar AS, sementara ekspor Indonesia terhambat. BI turun tangan dengan membeli SBN di pasar sekunder dan melonggarkan aturan likuiditas perbankan.
5. 2025: Rp16.611/USD, Terburuk Sejak 1998
Kali ini, kombinasi faktor eksternal dan internal menghantam. The Fed menaikkan suku bunga hingga 5,5%, ketegangan Rusia-Ukraina mengacaukan komoditas, dan defisit neraca perdagangan membesar. Pemerintah mengandalkan intervensi BI dan kerja sama dengan negara mitra untuk stabilisasi, tetapi tekanan masih tinggi.
Rupiah selalu rentan ketika ada ketidakpastian global, utang luar negeri membesar, atau defisit transaksi berjalan. Langkah penyelematan biasanya baru efektif jika dibarengi stabilitas politik dan kebijakan fiskal yang ketat.
Pemerintah perlu fokus pada dua kebijakan utama untuk menstabilkan rupiah sekaligus mendukung bisnis. Pertama, paket insentif fiskal menyeluruh termasuk tax allowance untuk industri substitusi impor, percepatan pengembalian pajak eksportir, dan subsidi suku bunga kredit ekspor. Kedua, stimulus sektor strategis melalui tax holiday untuk hilirisasi dan super tax deduction untuk R&D. Kebijakan ini akan menurunkan biaya operasional bisnis 10-15% sekaligus meningkatkan daya saing ekspor 20-25%.
Dunia usaha harus merespons dengan optimalisasi insentif, restrukturisasi utang, dan diversifikasi pendanaan. Sektor manufaktur dan UMKM akan menjadi penerima manfaat terbesar, dengan proyeksi pertumbuhan 12-20% melalui kombinasi insentif fiskal dan transformasi digital. Kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha menjadi kunci mengubah tantangan nilai tukar menjadi peluang pertumbuhan.