Mencari Sosok Ideal Direktur Utama BSI
Sosok Direktur Utama BSI yang dicari bukan hanya pemimpin teknokrat, melainkan seorang visionary leader yang meyakini bahwa bank syariah bukan sekadar entitas bisnis, tetapi alat transformasi sosial, ekonomi, dan spiritual. Dan dengan potensi yang ada, bukan tak mungkin, BSI menjadi penggerak utama (prime mover) ekonomi syariah Indonesia.
Dalam menyambut Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Syariah Indonesia (BSI) yang akan datang, perbincangan hangat mengenai pergantian pucuk kepemimpinan di tubuh bank syariah terbesar di Indonesia menjadi perhatian publik, khususnya para pelaku ekonomi syariah. Lantas, seperti apa sosok ideal yang diharapkan untuk menduduki posisi Direktur Utama BSI ke depan?
Menurut Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat, seorang Direktur Utama BSI idealnya bukan hanya seorang professional banker dengan rekam jejak mumpuni, tetapi juga figur yang memahami dan menghayati prinsip ekonomi syariah secara mendalam.
“Figur seperti Pak Hery Gunardi, itu sudah sangat baik sebagai profesional. Di bawah kepemimpinannya, aset BSI tumbuh luar biasa, dari sekitar Rp236 triliun menjadi lebih dari Rp409 triliun. Tapi jika ingin lebih sempurna, maka pemimpin selanjutnya tidak hanya harus memiliki profesionalisme perbankan akan tetapi juga memiliki latar belakang ekonomi syariah yang kuat,” ungkap Emir.
Mengapa pemahaman ekonomi syariah menjadi elemen penting? Menurut Emir, pemahaman yang baik terhadap prinsip-prinsip dasar seperti maqashid syariah memungkinkan seorang pemimpin membawa ruh spiritual dalam setiap kebijakan dan operasional bank.
“Direksi itu yang menjalankan. Kalau dia memahami ekonomi syariah dengan sangat baik, dia akan lebih mengakar dalam membawa BSI untuk memenuhi tujuan syariah, bukan sekadar menjalankan fungsi teknokratis, tetapi juga fungsinya dalam ekosistem keumatan,” tegas Emir.
Maqashid Syariah, Landasan Strategi dan Operasional
Sutan Emir menjelaskan bahwa maqashid syariah atau tujuan-tujuan utama syariah, seperti menjaga agama (hifzuddin), akal (hifzul ‘aql), keturunan (hifzun nasl), harta (hifzul mal), dan jiwa (hifzun nafs), harus menjadi dasar berpikir dan bertindak Direktur Utama BSI.
Misalnya, menjaga agama diwujudkan dengan pembiayaan aktivitas dakwah. Menjaga akal dilakukan melalui pembiayaan pendidikan Islam berkualitas. Sementara menjaga harta tak hanya mencakup edukasi finansial, tetapi juga pengelolaan kekayaan pasca-kehidupan, seperti program wakaf dan zakat produktif.
“Orang boleh pintar, bahkan profesor, tapi belum tentu paham cara mengelola harta. Di sinilah peran BSI, bukan sekadar menyalurkan dana, tetapi juga mengedukasi umat agar sejahtera dunia dan akhirat,” paparnya.
Meneladani Sifat Nabi
Ketika ditanya kualitas kepemimpinan seperti apa yang perlu dimiliki, Emir menegaskan perlunya meneladani empat sifat utama Nabi Muhammad SAW, yakni shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (komunikatif), dan fathonah (cerdas/bijaksana).
“Jaringannya luas, komunikasinya baik, integritasnya tinggi, dan inovatif. Profesional itu tidak cukup kalau tidak adaptif dengan kemajuan teknologi.”
BSI Sebagai Prime Mover Ekonomi Syariah
Sebagai prime mover ekonomi dan keuangan syariah nasional, BSI memainkan peran sentral dalam banyak hal, dari pembiayaan industri halal, pengelolaan zakat dan wakaf, pemberdayaan UMKM, hingga distribusi gaji pegawai negeri dan mitra distribusi sukuk negara.
“BSI bisa menggerakkan semua ekosistem ekonomi syariah. Bahkan di titik terjauh seperti Sabang saja sudah ada ATM BSI. Itu menunjukkan jaringan mereka luar biasa luas,” terang Emir.
Pentingnya peran BSI ini membuat sosok direktur utama mendatang harus memiliki kemampuan meyakinkan dan bersinergi erat dengan pemerintah pusat dan daerah. Sebab, banyak arah kebijakan nasional terkait ekonomi syariah yang sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di 25 provinsi.
Emir juga menggaris bawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor. Sosok Direktur Utama BSI perlu dikenal dan dihormati oleh seluruh pemangku kepentingan ekonomi syariah, dari pelaku industri halal, lembaga filantropi Islam, hingga regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian/lembaga.
“BSI juga harus belajar dari suksesnya model mikrofinansial BRI melalui agen BRI Link agar ke depan BSI Smart bisa menjangkau masyarakat lapisan bawah, termasuk di daerah terpencil,” Emir memaparkan.
Potensi Besar, Tantangan Nyata
Menurut Emir, potensi pertumbuhan ekonomi syariah sangat besar. Dari sisi konsumsi produk halal global yang memiliki potensi mencapai USD3,5 triliun di tahun 2025-2026 ini, lebih dari 10% berasal dari Indonesia. Artinya, ada potensi ribuan triliun rupiah yang bisa digarap, terutama jika BSI mampu menjadi motor penggerak yang efektif.
Namun, tantangan juga tak kecil. Mulai dari literasi keuangan syariah yang belum merata, hingga isu teknologi dan keamanan siber yang sempat menghantam reputasi BSI pada tahun-tahun sebelumnya.
“Yang penting jangan terulang lagi seperti kasus serangan siber dulu. Karena meskipun pemulihannya cepat, kepercayaan publik itu mahal,” pungkasnya.
Foto: Dok. Pribadi & Istimewa