Rally Marina: The Beauty and The Fast
Naskah: Andi Nursaiful, Foto: Dok. MO
Pitstop Hyundai, Sirkuit Sentul, pada sebuah sore yang riuh. Bukan riuh raungan knalpot sedan-sedan sport yang menyalak di telinga. Pun bukan riuh gema sorak dari atas tribun itu. Yang kurasa adalah riuh semangat tak berujung yang terpancar dari tubuh mungil seksi di hadapanku.
Meletup, meledak bak hasil pembakaran dari ribuan cc silinder mesin balap. Begitu gayamu mengantarkan kisah hidupmu. Seolah kaulah mobil balap itu sendiri. Aku pun terhenyak kala kau membuka kalimatmu dengan sebuah isapan berat sebatang Dji Sam Soe sebesar telunjuk mungilmu itu. Ah, begitu kontras dirimu, Ei’…!
Pitstop One: Born to Race
Apalah arti sebuah nama, kata pujangga Shakespeare. Tapi itu tak berlaku buatmu. Kau memang dilahirkan membalap. Kau tercipta untuk berpacu di lintasan. Tak salah ayahmu yang pembalap itu memberi nama Rally Marina.
“Kata Mama, dulu sempat mau dikasih nama Suzuki Hondayani. Tapi akhirnya diganti. Marina itu singkatan Maret International, Kalau dulu aku lahir saat mobil Timor keluar, mungkin namaku jadi Timorwati, ha ha ha!,” tawamu begitu lepas. Bisa kulihat sisa-sisa asap tembakau dari mulut mungil itu.
Kucoba bayangkan gadis kecil yang setiap saat menemani sang ayah ke Sentul. Gadis kecil yang asyik bermain di tribun atau di pojokan pitstop sementara sang ayah berpacu di lintasan. Kau tumbuh dalam bising raung knalpot ketika anak lain asyik main boneka. “Masa kecilku memang beda sama anak lain. Tapi aku nggak merasakan perbedaan itu dulu, karena sejak kecil aku tahunya memang dunia balap. Aku pikir mungkin begitulah dunia anak kecil. Apalagi aku memang enjoy juga.”
Kau memang tak pernah bercita-cita jadi pembalap. Ayahmulah yang bercita-cita menjadikan salah seorang putranya mengikut jejak. Setelah lelah mencari anak laki-laki yang tak kunjung lahir, maka terjunlah kau di lintasan pada usia 14-an dan langsung merebut juara nasional. Sebuah debut luar biasa untuk seorang pembalap yang baru belajar menyetir mobil di lintasan. “Waktu itu fasilitas terbatas. Nggak kayak anak-anak sekarang, sudah disiapan semua, tinggal masuk mobil. Tapi justru itu yang memacu semangatku,” kenangmu.
Selepas SMA, kau jelajahi dunia lain sebagai penyiar di radio terkemuka Pranbors. Meski tak banyak mendatangkan uang, toh kau nikmati dunia itu. “Aku mendapatkan sesuatu yang lain, yaitu pengalaman, pergaulan. Aku jadi bisa MC, tahu dunia entertainment.”
Minatmu pada banyak hal mengantar kau kuliah ilmu jurnalistik. Dunia balap tentu tak kau tinggalkan. Sambil kuliah, kau coba melamar kerja di tabloid otomotif dan akhirnya diterima. Tawaran jadi presenter di TV 7 pun kau sambar. Memaksamu putus kuliah dan jadi PR drag racing di Pemda DKI hingga sekarang. “Aku memang selalu tertantang. Kalau orang bilang aku nggak bisa, aku makin penasaran membuktikan aku bisa. Sampai-sampai aku belajar jahit dan merancang sendiri baju-baju balapku.”
Ya, aku tahu Ei’. Aku tahu keadaan memaksamu belajar banyak hal. Aku tahu kau harus survive membiayai hidupmu sendiri. Itu karena karaktermu yang tak manja dan tak mau terus disuapi, bahkan oleh keluarga sendiri. “Aku nggak mau ngerepotin orang. Mungkin karena aku anak pertama, nggak mau ngebebanin orang.”
Lantaran itu pulakah kau putuskan tinggal sendiri di rumah kontrakan selama enam tahun? Lantas apa sebetulnya yang kau cari, Ei’? Bukankah katamu sangat menyayangi kedua orang tuamu. Bukankah mereka selalu mendukung setiap langkahmu? “Iya, baru tahun lalu aku balik ke rumah. Seperti ada yang membisiki, udah sudah cukup waktu kamu tinggal sendiri. Aku ikut kata hati, selama orang yang kita sayang masih ada, kenapa nggak gunakan waktu untuk lebih dekat!”
Maka kau undang sebuah pertemuan keluarga untuk saling berkontemplasi mengungkapkan isi hati masing-masing. Hari pengakuan dosa, begitu kau mengistilahkannya. Semua kau ungkap, termasuk hal-hal buruk yang pernah kau lakukan. Kamu menangis, adik-adikmu menangis. Kedua orang tuamu pun jujur mengakui sesuatu yang selama ini kau tak tahu.
“Ternyata dari situ ada hikmah, kita jadi lebih dekat lagi.” Kamu sadar, bagaimanapun juga, dalam keadaan apapun juga, keluarga adalah orang terdekat yang tak mungkin menjerumuskan anggota keluarganya. Mereka akan menerima hal terburuk sekalipun. “Aku merasa punya keluarga yang sangat mendukung. Nggak cuma untuk balap. Tapi hal-hal lain yang kecil, mereka selalu ada. Itu yang nggak bisa aku lupa dari masa laluku.”
Pitstop Two: Great Philosophy
Kini, kau mengaku sangat menikmati kehidupanmu saat ini. Bahkan terasa lebih indah dibanding masa SMA ketika kegiatanmu hanya balap dan foya-foya di kafe atau mentraktir semua temanmu dari gaji yang kau peroleh dari pihak sponsor. Apalagi jika dibanding masa-masa sulit ketika kau hanya bisa makan mie instan di kamar kostmu lantaran kehabisan uang. “Yah, hidup memang sebuah berkah. Penderitaan dan cobaan justru sebuah karunia, karena pasti ada hikmahnya. Misalnya, suatu saat punya uang, kita nggak akan sombong, dan saat menderita, kita sudah siap.”
Maka kau tatap masa depan dengan penuh keyakinan. Bagimu, kesempatan terbentang begitu luas asal kau mau. Buatmu, tak ada yang mustahil dicapai selama mau berusaha dan mendapat ridho Tuhan. “You are what u think. You wanna be rich? Ok, ikuti cara orang yang sudah sukses dan kaya. Terus mau apalagi? Coba lagi! Aku nggak harus melakoni satu hal aja. Life is so wonderfull, so colourfull, kenapa nggak kita manfaatkan Aku nggak ngerti kenapa ada orang yang selalu menyesali hidup. Mungkin banyak orang merasakan hal sama, tapi bedanya, dia mengambil langkah yang salah, tidak berani melakukan sesuatu karena takut resiko. Padahal untuk mencapai sesuatu kan kadang butuh pengorbanan.” Ah, Ei’ kalimatmu meluncur cepat seolah tengah memacu mobil balapmu di lintasan.
Aku akui, untuk orang yang tak banyak membaca sepertimu, filosofi hidupmu begitu bagus. Mungkin kau benar, didikan keras orang tuamu, dan pengembaraanmu selama enam tahun berpisah dengan keluarga telah menempamu seperti saat ini. Andai waktu kecil kau dididik manja dan dilimpahi fasilitas, mungkin kau tak seperti sekarang. “Satu yang aku kagumi dari ibuku selain didikannya adalah sifatnya yang sabar menghadapi masalah.”
Kini aku juga lebih paham, Ei’. Kau memang sosok yang menginginkan banyak hal. Semua hal, mungkin. Selalu tertantang saat disepelekan, dan cenderung meninggalkan sesuatu yang tidak lagi menyimpan tantangan. “Iya, sesuatu yang aku gampang dapatnya, biasanya nggak bertahan lama. Wah ternyata cuma gini doang! Termasuk dalam pacaran, kalau cowokku cuma bisa he eh, he eh aja, aku putusin. Makanya sebelum pacaran, aku sering kasih advise, kamu tuh gini yah kalau mau pacaran sama aku, ha ha ha!”.
Tapi tidakkah kau sadar, mungkin saja popularitas dan prestasimu yang membuat banyak laki-laki merasa minder di depanmu? Kau akui, pacar-pacarmu yang dulu memang seperti itu. Tak ada yang berani membahas soal mobil denganmu. “Padahal, maaf ya, aku tuh taunya cuma balap doang, actually aku sama aja dengan cewek lain, kalau mau ngobrol soal mobil, ngobrol aja. Aku nggak peduli, kalaupun salah, aku nggak komentar.”
Hmm, bisa kulihat kenapa sekarang kau jauh lebih selektif dalam memilih pasangan. Kau harus yakin apakah dia mendekatimu karena prestasimu atau pribadimu.”Aku benci kalau orang melihat aku hanya sebagai pembalap. Pernah ada cowokku yang bangga banget karena aku pembalap. Ke mana-mana membangga-banggakan aku. Akhirnya aku bilang, ya sudah kamu pacaran aja sama Rally Marina yang di Sentul itu, da da…! Karena aku bukan pacar kamu!”
Pitstop Three: Sexy Roar
Maka ceritakan padaku seperti apa Rally Marina di luar sirkuit itu, Ei’? Katamu sangat menggemari bilyar dan bowling. Saking gemarnya, sampai pernah kau raih juara pertama salah satu ajang kompetisi bilyar. “Kalau musik, aku suka yang beat-nya agak dinamis tapi nggak kenceng banget, seperti R&B, Acid Jazz, nggak terlalu kenceng banget tapi nggak melo banget. Aku juga suka Mariah Carey dan Alicia keys.”
Untuk hang out, kau tak lagi suka tempat yang bising dan crowded. Kau lebih menikmati nongkrong di Roti Bakar Edi selepas latihan di sirkuit. “Karena di sana aku bisa seenaknya, mau angkat kaki, mau ngapain aja, cekakak cekikik, nggak harus behave. Kalau di kafe aku malu kan juga merokok Dji Sam Soe, dan nggak bisa ketawa gila-gilaan. Kebanyakan jaim (jaga imej) aku capek!”
Lantas apakah juga gaya busanamu, termasuk underwear-mu sesportif mobilmu? “Fashion aku lebih suka yang simpel. Suatu saat aku juga suka yang girly banget, tapi untuk underwear aku nggak suka yang seperti itu. Aku lebih suka yang sportif.” Ah, pantas kau lebih suka bercelana pendek ala celana boxer, Ei’. Pilihan warna pun kau hanya suka hitam atau putih, seperti warna-warna flat dari 80-an koleksi sepatumu di rumah. Kontras dengan gaya pacaranmu yang tak mau berjalan flat saja.
Biar kutebak, kau mungkin merasa seksi dengan kakimu sehingga kau manjakan dia dengan sepatu-sepatu itu. “Nggak juga. Aku nggak peduli di mana letak sex appeal-ku. Aku juga nggak suka dipuji soal fisik. Walaupun cewek lain mungkin diam-diam suka, tapi aku nggak peduli!” Ok, biar kutebak lagi. Kalau begitu kau pastilah merasa seksi saat berada di lintasan. Tapi itupun kau tampik. Katamu orang lain justru yang bilang kau seksi kalau pakai baju balap.
“Buat aku, hal paling seksi dan indah adalah suara knalpot mobil balap yang baru ganti onderdil. Waduh, suaranya tuh, uhh seksi banget! Ngangenin banget! Ada suara knalpot yang enak ada yang nggak. Misalnya suara motor-motor superbike, waduh suaranya enak banget, I wish aku tuh pembalap superbike, karena kalau mobil kita nggak bisa mendengar suaranya, karena kita ada di dalam.”
Lebih seksi mana dibanding laki-laki smart yang kau harapkan, Ei’? Tak usah kau jawab. Sebab aku tahu itu dua hal yang berbeda. Seperti pendapatmu tentang sex dan love yang kau anggap two different things. “Aku memang gampang jatuh cinta sama cowok yang smart. Smart itu seksi. Sama cowok yang terbuka, penuh motovasi. Harus seagama, bisa membimbing aku dan terutama bisa membuatku bertekuk lutut!”
Ahh, bertekuk lutut katamu, Ei? Yang kutahu, kaulah yang selama ini membuat laki-laki bertekuk lutut. Seperti kau akui sendiri, begitu banyak laki-laki yang hadir di sisimu. Tapi sebanyak itu pula yang hanya datang dan pergi. Lalu apa yang kau cari? Tidakkah kau letih menahan hasratmu di usiamu yang matang ini? “Gampang kok cara mengalihkannya. Dibawa olah raga juga hilang, waaupun nggak hilang-hilang banget. Tapi kenapa sih dibahas? Yah dinikmatin aja! Itu indah kan, berasa horny itu indah kan? bener nggak? ha ha ha!”
Karena itukah kau pernah berniat nikah muda? “Hah, bukan karena aku horny terus mau cepat nikah ya. Gila apa! Masalahnya aku udah capeeek, capek pacaran yang nggak ada juntrungannya! Aapek hatiku dibikin seneng, bunga-bunga terus jatuh lagi, putus lagi, seneng lagi, lalu sakit hati lagi. Aku mikir, lama-lama aku bisa illfeel sama laki-laki. Sekarang aku pengen yang jelas aja. Tidak harus yang terlalu perfect. Harus diturunkan dulu standar kriterianya, Sampai kapan harus cari, nggak ada yang perfect di dunia.”
Lagipula, aku tahu, kalau soal itu menyiksamu sampai membuat stres, maka penyakit alergi gatalmu akan lebih menyiksa. “Sekarang aku tahu kuncinya, yaitu pengendalian dari dalam. Aku sholat dan ngadu sama Tuhan. Aku sadar semua orang pasti akan menghadapi masalah. Kita hanya perlu pasrah dan mencari hikmahnya. Semakin pasrah, ternyata ada jalan. Semakin ngotot dengan otak dan logika, akan semakin susah. Yang penting semua usaha sudah ditempuh dan diserahkan sama sang pencipta!”
Pitstop Four: Simple Obsession
Kini ceritakan obsesimu, Ei’! Pastilah kau ingin jauh lebih sukses lagi di arena balap?
Tapi, katamu, jadi pembalap sejujurnya hanya hobi bagimu. Kelak kau malah ingin membuka one stop shop untuk perlengkapan otomotif, termasuk desain-desain baju balap rancanganmu. “Aku memang senang banget menjahit. Di rumah aku punya mesin jahit dan mesin obras sendiri. Untuk one stop shop itu, aku sudah punya tabungan untuk investasinya.”
Tentu itu hanya short term goal bagimu kan? Sebab, seperti katamu, kau tak biasa merencanakan sesuatu yang terlalu jangka panjang, Kau tak mau sakit hati karena akibat mengkhayal yang terlalu jauh. “Yang pasti, ada yang aku sesali seumur hidup, yaitu aku nggak dapat gelar S-1, sesuatu yang bikin aku nggak pede seumur hidup! Someday aku harus dapat itu, walaupun harus menghabiskan waktu 10 tahun!”
Ya, kudengar dengan jelas kerinduanmu itu, Ei’! Meski raung knalpot-knalpot seksi mulai memekak di telinga kita, ketika satu dua pembalap mulai turun berlatih. Kaupun berbenah dan segera berganti pakaian balap hasil rancanganmu sendiri. Tak salah pujian itu, Ei’. Kau memang tampak seksi dengan baju itu…
Andi Nursaiful
Rallygrafi
Nama Lengkap Rally Marina Sosro Atmodjo Nama Panggilan Ei’ Lahir Jakarta, 27 Maret 1980, putri sulung pasangan Sudarto SA dan Suzy Suzanne Tinggi/berat 155 cm/42 kg Pendidikan Formal Jurnalistik IISIP Jakarta (1998) Pendidikan non Formal Indonesian British School of Communication, LB LIA Pekerjaan Pembalap Tim Hyundai Aktivitas Lain PR Drag Racing Pemda DKI, Presenter Moto GP 2005 (TV 7), penyiar Radio Pranbors (1998-2003), Presenter Nascar 2003-2004 (Indosiar), Presenter Kroscek 2002-2004 (Trans TV) Prestasi/Penghargaan Juara Nasional 94, Juara I Gudang Garam Formula Asia Race 1996, juara I Kejurnas Drag Race seri VI Timor 1998, Juara Umum I Timor Championship 1999-2001, Juara Umum I City Car 2004, Juara III Umum Seeded Getz 2005, Athlete of The Year Sony Ericsson K700i Version (2004), Dave Anchor Lady (2005) Tokoh yang dikagumi Chandra Alim Makanan Favorit Pempek Palembang
Artikel ini dimuat pada majalah Men's Obsession edisi khusus Otomotif 2005
Update
Hingga kini Rally tetap konsisten dan mendedikasdikan hidupnya di dunia balap mobil, bahkan prestasinya sudah mencapai kawasan regional. Pebalap wanita Indonesia itu mentuntaskan balapan Lamborghini Blancpain Super Trofeo Asia Series di Sirkuit Sepang Malaysia pada hari Sabtu-Minggu, 29-30 Juni 2012. meskipun belum naik podium.
Rally Marina berpasangan dengan pembalap Jepang, Mika Kagoshima, menyelesaikan race 1, start dari posisi 4, dan finish ke 9 (electrical problem). Sedangkan pada race 2, karena ada electrical problem, Rally Marina tidak dapat ikut kualifikasi maka harus start dari posisi paling belakang, dan akhirnya bisa finish ke 7 di kelasnya.
Lamborghini Super Trofeo Series pertama kali diadakan tahun 2009 di Eropa, untuk memperkuat ikatan merek Lamborghini terhadap dunia motorsport. Untuk kejuaraan Asia, ini adalah gelaran tahun kedua. Dan semua menggunakan kendaraan dengan spesifikasi yang sama, lamborghini Gallardo Super Trofeo Stradale. Setelah Sirkuit Sepang, event selanjutnya akan diadakan di Korea, Jepang, Shanghai dan terakhir di Macau.
Rally yang kini tergabung dalam tim balap mobil TOP 1, April 2014 lalu kembali menorehkan prestasi dengan naik podium di ajang Indonesia Sentul Series of Motorsport (ISSOM) 2014. Pasangan Fitra dan Rally merebut podium pertama dan ketiga di Masterclass Audi Race Indonesia Series.
Pitstop Hyundai, Sirkuit Sentul, pada sebuah sore yang riuh. Bukan riuh raungan knalpot sedan-sedan sport yang menyalak di telinga. Pun bukan riuh gema sorak dari atas tribun itu. Yang kurasa adalah riuh semangat tak berujung yang terpancar dari tubuh mungil seksi di hadapanku.
Meletup, meledak bak hasil pembakaran dari ribuan cc silinder mesin balap. Begitu gayamu mengantarkan kisah hidupmu. Seolah kaulah mobil balap itu sendiri. Aku pun terhenyak kala kau membuka kalimatmu dengan sebuah isapan berat sebatang Dji Sam Soe sebesar telunjuk mungilmu itu. Ah, begitu kontras dirimu, Ei’…!
Pitstop One: Born to Race
Apalah arti sebuah nama, kata pujangga Shakespeare. Tapi itu tak berlaku buatmu. Kau memang dilahirkan membalap. Kau tercipta untuk berpacu di lintasan. Tak salah ayahmu yang pembalap itu memberi nama Rally Marina.
“Kata Mama, dulu sempat mau dikasih nama Suzuki Hondayani. Tapi akhirnya diganti. Marina itu singkatan Maret International, Kalau dulu aku lahir saat mobil Timor keluar, mungkin namaku jadi Timorwati, ha ha ha!,” tawamu begitu lepas. Bisa kulihat sisa-sisa asap tembakau dari mulut mungil itu.
Kucoba bayangkan gadis kecil yang setiap saat menemani sang ayah ke Sentul. Gadis kecil yang asyik bermain di tribun atau di pojokan pitstop sementara sang ayah berpacu di lintasan. Kau tumbuh dalam bising raung knalpot ketika anak lain asyik main boneka. “Masa kecilku memang beda sama anak lain. Tapi aku nggak merasakan perbedaan itu dulu, karena sejak kecil aku tahunya memang dunia balap. Aku pikir mungkin begitulah dunia anak kecil. Apalagi aku memang enjoy juga.”
Kau memang tak pernah bercita-cita jadi pembalap. Ayahmulah yang bercita-cita menjadikan salah seorang putranya mengikut jejak. Setelah lelah mencari anak laki-laki yang tak kunjung lahir, maka terjunlah kau di lintasan pada usia 14-an dan langsung merebut juara nasional. Sebuah debut luar biasa untuk seorang pembalap yang baru belajar menyetir mobil di lintasan. “Waktu itu fasilitas terbatas. Nggak kayak anak-anak sekarang, sudah disiapan semua, tinggal masuk mobil. Tapi justru itu yang memacu semangatku,” kenangmu.
Selepas SMA, kau jelajahi dunia lain sebagai penyiar di radio terkemuka Pranbors. Meski tak banyak mendatangkan uang, toh kau nikmati dunia itu. “Aku mendapatkan sesuatu yang lain, yaitu pengalaman, pergaulan. Aku jadi bisa MC, tahu dunia entertainment.”
Minatmu pada banyak hal mengantar kau kuliah ilmu jurnalistik. Dunia balap tentu tak kau tinggalkan. Sambil kuliah, kau coba melamar kerja di tabloid otomotif dan akhirnya diterima. Tawaran jadi presenter di TV 7 pun kau sambar. Memaksamu putus kuliah dan jadi PR drag racing di Pemda DKI hingga sekarang. “Aku memang selalu tertantang. Kalau orang bilang aku nggak bisa, aku makin penasaran membuktikan aku bisa. Sampai-sampai aku belajar jahit dan merancang sendiri baju-baju balapku.”
Ya, aku tahu Ei’. Aku tahu keadaan memaksamu belajar banyak hal. Aku tahu kau harus survive membiayai hidupmu sendiri. Itu karena karaktermu yang tak manja dan tak mau terus disuapi, bahkan oleh keluarga sendiri. “Aku nggak mau ngerepotin orang. Mungkin karena aku anak pertama, nggak mau ngebebanin orang.”
Lantaran itu pulakah kau putuskan tinggal sendiri di rumah kontrakan selama enam tahun? Lantas apa sebetulnya yang kau cari, Ei’? Bukankah katamu sangat menyayangi kedua orang tuamu. Bukankah mereka selalu mendukung setiap langkahmu? “Iya, baru tahun lalu aku balik ke rumah. Seperti ada yang membisiki, udah sudah cukup waktu kamu tinggal sendiri. Aku ikut kata hati, selama orang yang kita sayang masih ada, kenapa nggak gunakan waktu untuk lebih dekat!”
Maka kau undang sebuah pertemuan keluarga untuk saling berkontemplasi mengungkapkan isi hati masing-masing. Hari pengakuan dosa, begitu kau mengistilahkannya. Semua kau ungkap, termasuk hal-hal buruk yang pernah kau lakukan. Kamu menangis, adik-adikmu menangis. Kedua orang tuamu pun jujur mengakui sesuatu yang selama ini kau tak tahu.
“Ternyata dari situ ada hikmah, kita jadi lebih dekat lagi.” Kamu sadar, bagaimanapun juga, dalam keadaan apapun juga, keluarga adalah orang terdekat yang tak mungkin menjerumuskan anggota keluarganya. Mereka akan menerima hal terburuk sekalipun. “Aku merasa punya keluarga yang sangat mendukung. Nggak cuma untuk balap. Tapi hal-hal lain yang kecil, mereka selalu ada. Itu yang nggak bisa aku lupa dari masa laluku.”
Pitstop Two: Great Philosophy
Kini, kau mengaku sangat menikmati kehidupanmu saat ini. Bahkan terasa lebih indah dibanding masa SMA ketika kegiatanmu hanya balap dan foya-foya di kafe atau mentraktir semua temanmu dari gaji yang kau peroleh dari pihak sponsor. Apalagi jika dibanding masa-masa sulit ketika kau hanya bisa makan mie instan di kamar kostmu lantaran kehabisan uang. “Yah, hidup memang sebuah berkah. Penderitaan dan cobaan justru sebuah karunia, karena pasti ada hikmahnya. Misalnya, suatu saat punya uang, kita nggak akan sombong, dan saat menderita, kita sudah siap.”
Maka kau tatap masa depan dengan penuh keyakinan. Bagimu, kesempatan terbentang begitu luas asal kau mau. Buatmu, tak ada yang mustahil dicapai selama mau berusaha dan mendapat ridho Tuhan. “You are what u think. You wanna be rich? Ok, ikuti cara orang yang sudah sukses dan kaya. Terus mau apalagi? Coba lagi! Aku nggak harus melakoni satu hal aja. Life is so wonderfull, so colourfull, kenapa nggak kita manfaatkan Aku nggak ngerti kenapa ada orang yang selalu menyesali hidup. Mungkin banyak orang merasakan hal sama, tapi bedanya, dia mengambil langkah yang salah, tidak berani melakukan sesuatu karena takut resiko. Padahal untuk mencapai sesuatu kan kadang butuh pengorbanan.” Ah, Ei’ kalimatmu meluncur cepat seolah tengah memacu mobil balapmu di lintasan.
Aku akui, untuk orang yang tak banyak membaca sepertimu, filosofi hidupmu begitu bagus. Mungkin kau benar, didikan keras orang tuamu, dan pengembaraanmu selama enam tahun berpisah dengan keluarga telah menempamu seperti saat ini. Andai waktu kecil kau dididik manja dan dilimpahi fasilitas, mungkin kau tak seperti sekarang. “Satu yang aku kagumi dari ibuku selain didikannya adalah sifatnya yang sabar menghadapi masalah.”
Kini aku juga lebih paham, Ei’. Kau memang sosok yang menginginkan banyak hal. Semua hal, mungkin. Selalu tertantang saat disepelekan, dan cenderung meninggalkan sesuatu yang tidak lagi menyimpan tantangan. “Iya, sesuatu yang aku gampang dapatnya, biasanya nggak bertahan lama. Wah ternyata cuma gini doang! Termasuk dalam pacaran, kalau cowokku cuma bisa he eh, he eh aja, aku putusin. Makanya sebelum pacaran, aku sering kasih advise, kamu tuh gini yah kalau mau pacaran sama aku, ha ha ha!”.
Tapi tidakkah kau sadar, mungkin saja popularitas dan prestasimu yang membuat banyak laki-laki merasa minder di depanmu? Kau akui, pacar-pacarmu yang dulu memang seperti itu. Tak ada yang berani membahas soal mobil denganmu. “Padahal, maaf ya, aku tuh taunya cuma balap doang, actually aku sama aja dengan cewek lain, kalau mau ngobrol soal mobil, ngobrol aja. Aku nggak peduli, kalaupun salah, aku nggak komentar.”
Hmm, bisa kulihat kenapa sekarang kau jauh lebih selektif dalam memilih pasangan. Kau harus yakin apakah dia mendekatimu karena prestasimu atau pribadimu.”Aku benci kalau orang melihat aku hanya sebagai pembalap. Pernah ada cowokku yang bangga banget karena aku pembalap. Ke mana-mana membangga-banggakan aku. Akhirnya aku bilang, ya sudah kamu pacaran aja sama Rally Marina yang di Sentul itu, da da…! Karena aku bukan pacar kamu!”
Pitstop Three: Sexy Roar
Maka ceritakan padaku seperti apa Rally Marina di luar sirkuit itu, Ei’? Katamu sangat menggemari bilyar dan bowling. Saking gemarnya, sampai pernah kau raih juara pertama salah satu ajang kompetisi bilyar. “Kalau musik, aku suka yang beat-nya agak dinamis tapi nggak kenceng banget, seperti R&B, Acid Jazz, nggak terlalu kenceng banget tapi nggak melo banget. Aku juga suka Mariah Carey dan Alicia keys.”
Untuk hang out, kau tak lagi suka tempat yang bising dan crowded. Kau lebih menikmati nongkrong di Roti Bakar Edi selepas latihan di sirkuit. “Karena di sana aku bisa seenaknya, mau angkat kaki, mau ngapain aja, cekakak cekikik, nggak harus behave. Kalau di kafe aku malu kan juga merokok Dji Sam Soe, dan nggak bisa ketawa gila-gilaan. Kebanyakan jaim (jaga imej) aku capek!”
Lantas apakah juga gaya busanamu, termasuk underwear-mu sesportif mobilmu? “Fashion aku lebih suka yang simpel. Suatu saat aku juga suka yang girly banget, tapi untuk underwear aku nggak suka yang seperti itu. Aku lebih suka yang sportif.” Ah, pantas kau lebih suka bercelana pendek ala celana boxer, Ei’. Pilihan warna pun kau hanya suka hitam atau putih, seperti warna-warna flat dari 80-an koleksi sepatumu di rumah. Kontras dengan gaya pacaranmu yang tak mau berjalan flat saja.
Biar kutebak, kau mungkin merasa seksi dengan kakimu sehingga kau manjakan dia dengan sepatu-sepatu itu. “Nggak juga. Aku nggak peduli di mana letak sex appeal-ku. Aku juga nggak suka dipuji soal fisik. Walaupun cewek lain mungkin diam-diam suka, tapi aku nggak peduli!” Ok, biar kutebak lagi. Kalau begitu kau pastilah merasa seksi saat berada di lintasan. Tapi itupun kau tampik. Katamu orang lain justru yang bilang kau seksi kalau pakai baju balap.
“Buat aku, hal paling seksi dan indah adalah suara knalpot mobil balap yang baru ganti onderdil. Waduh, suaranya tuh, uhh seksi banget! Ngangenin banget! Ada suara knalpot yang enak ada yang nggak. Misalnya suara motor-motor superbike, waduh suaranya enak banget, I wish aku tuh pembalap superbike, karena kalau mobil kita nggak bisa mendengar suaranya, karena kita ada di dalam.”
Lebih seksi mana dibanding laki-laki smart yang kau harapkan, Ei’? Tak usah kau jawab. Sebab aku tahu itu dua hal yang berbeda. Seperti pendapatmu tentang sex dan love yang kau anggap two different things. “Aku memang gampang jatuh cinta sama cowok yang smart. Smart itu seksi. Sama cowok yang terbuka, penuh motovasi. Harus seagama, bisa membimbing aku dan terutama bisa membuatku bertekuk lutut!”
Ahh, bertekuk lutut katamu, Ei? Yang kutahu, kaulah yang selama ini membuat laki-laki bertekuk lutut. Seperti kau akui sendiri, begitu banyak laki-laki yang hadir di sisimu. Tapi sebanyak itu pula yang hanya datang dan pergi. Lalu apa yang kau cari? Tidakkah kau letih menahan hasratmu di usiamu yang matang ini? “Gampang kok cara mengalihkannya. Dibawa olah raga juga hilang, waaupun nggak hilang-hilang banget. Tapi kenapa sih dibahas? Yah dinikmatin aja! Itu indah kan, berasa horny itu indah kan? bener nggak? ha ha ha!”
Karena itukah kau pernah berniat nikah muda? “Hah, bukan karena aku horny terus mau cepat nikah ya. Gila apa! Masalahnya aku udah capeeek, capek pacaran yang nggak ada juntrungannya! Aapek hatiku dibikin seneng, bunga-bunga terus jatuh lagi, putus lagi, seneng lagi, lalu sakit hati lagi. Aku mikir, lama-lama aku bisa illfeel sama laki-laki. Sekarang aku pengen yang jelas aja. Tidak harus yang terlalu perfect. Harus diturunkan dulu standar kriterianya, Sampai kapan harus cari, nggak ada yang perfect di dunia.”
Lagipula, aku tahu, kalau soal itu menyiksamu sampai membuat stres, maka penyakit alergi gatalmu akan lebih menyiksa. “Sekarang aku tahu kuncinya, yaitu pengendalian dari dalam. Aku sholat dan ngadu sama Tuhan. Aku sadar semua orang pasti akan menghadapi masalah. Kita hanya perlu pasrah dan mencari hikmahnya. Semakin pasrah, ternyata ada jalan. Semakin ngotot dengan otak dan logika, akan semakin susah. Yang penting semua usaha sudah ditempuh dan diserahkan sama sang pencipta!”
Pitstop Four: Simple Obsession
Kini ceritakan obsesimu, Ei’! Pastilah kau ingin jauh lebih sukses lagi di arena balap?
Tapi, katamu, jadi pembalap sejujurnya hanya hobi bagimu. Kelak kau malah ingin membuka one stop shop untuk perlengkapan otomotif, termasuk desain-desain baju balap rancanganmu. “Aku memang senang banget menjahit. Di rumah aku punya mesin jahit dan mesin obras sendiri. Untuk one stop shop itu, aku sudah punya tabungan untuk investasinya.”
Tentu itu hanya short term goal bagimu kan? Sebab, seperti katamu, kau tak biasa merencanakan sesuatu yang terlalu jangka panjang, Kau tak mau sakit hati karena akibat mengkhayal yang terlalu jauh. “Yang pasti, ada yang aku sesali seumur hidup, yaitu aku nggak dapat gelar S-1, sesuatu yang bikin aku nggak pede seumur hidup! Someday aku harus dapat itu, walaupun harus menghabiskan waktu 10 tahun!”
Ya, kudengar dengan jelas kerinduanmu itu, Ei’! Meski raung knalpot-knalpot seksi mulai memekak di telinga kita, ketika satu dua pembalap mulai turun berlatih. Kaupun berbenah dan segera berganti pakaian balap hasil rancanganmu sendiri. Tak salah pujian itu, Ei’. Kau memang tampak seksi dengan baju itu…
Andi Nursaiful
Rallygrafi
Nama Lengkap Rally Marina Sosro Atmodjo Nama Panggilan Ei’ Lahir Jakarta, 27 Maret 1980, putri sulung pasangan Sudarto SA dan Suzy Suzanne Tinggi/berat 155 cm/42 kg Pendidikan Formal Jurnalistik IISIP Jakarta (1998) Pendidikan non Formal Indonesian British School of Communication, LB LIA Pekerjaan Pembalap Tim Hyundai Aktivitas Lain PR Drag Racing Pemda DKI, Presenter Moto GP 2005 (TV 7), penyiar Radio Pranbors (1998-2003), Presenter Nascar 2003-2004 (Indosiar), Presenter Kroscek 2002-2004 (Trans TV) Prestasi/Penghargaan Juara Nasional 94, Juara I Gudang Garam Formula Asia Race 1996, juara I Kejurnas Drag Race seri VI Timor 1998, Juara Umum I Timor Championship 1999-2001, Juara Umum I City Car 2004, Juara III Umum Seeded Getz 2005, Athlete of The Year Sony Ericsson K700i Version (2004), Dave Anchor Lady (2005) Tokoh yang dikagumi Chandra Alim Makanan Favorit Pempek Palembang
Artikel ini dimuat pada majalah Men's Obsession edisi khusus Otomotif 2005
Update
Hingga kini Rally tetap konsisten dan mendedikasdikan hidupnya di dunia balap mobil, bahkan prestasinya sudah mencapai kawasan regional. Pebalap wanita Indonesia itu mentuntaskan balapan Lamborghini Blancpain Super Trofeo Asia Series di Sirkuit Sepang Malaysia pada hari Sabtu-Minggu, 29-30 Juni 2012. meskipun belum naik podium.
Rally Marina berpasangan dengan pembalap Jepang, Mika Kagoshima, menyelesaikan race 1, start dari posisi 4, dan finish ke 9 (electrical problem). Sedangkan pada race 2, karena ada electrical problem, Rally Marina tidak dapat ikut kualifikasi maka harus start dari posisi paling belakang, dan akhirnya bisa finish ke 7 di kelasnya.
Lamborghini Super Trofeo Series pertama kali diadakan tahun 2009 di Eropa, untuk memperkuat ikatan merek Lamborghini terhadap dunia motorsport. Untuk kejuaraan Asia, ini adalah gelaran tahun kedua. Dan semua menggunakan kendaraan dengan spesifikasi yang sama, lamborghini Gallardo Super Trofeo Stradale. Setelah Sirkuit Sepang, event selanjutnya akan diadakan di Korea, Jepang, Shanghai dan terakhir di Macau.
Rally yang kini tergabung dalam tim balap mobil TOP 1, April 2014 lalu kembali menorehkan prestasi dengan naik podium di ajang Indonesia Sentul Series of Motorsport (ISSOM) 2014. Pasangan Fitra dan Rally merebut podium pertama dan ketiga di Masterclass Audi Race Indonesia Series.