Direktur Utama Telkom, Arief Yahya Raih Gelar Doktor di Universitas Padjadjaran
Direktur Utama PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) Arief Yahya, resmi menyandang gelar Doktor dalam Ilmu Ekonomi Kekhususan Manajemen Bisnis dari Universitas Padjadjaran, Bandung, dengan predikat Cumlaude, Jumat 13 Juni 2014 lalu. Arief Yahya mampu mempertahankan disertasinya yang berjudul “Strategi Bersaing Pengembangan Industri Kreatif Digital di Indonesia Melalui Implementasi Creativity To Commerce Startup Model (C2C Startup Model)” di hadapan promotor, ko promotor serta para penguji baik internal maupun eksternal.
Dalam disertasinya Arief Yahya menyampaikan temuan penelitiannya, yaitu C2C Startup Model, suatu model praktikal sistem inkubasi bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja bisnis industri kreatif digital Indonesia. Menurutnya, data dari AT Kearney Global Service Location Index menunjukkan bahwa tahun 2011 Indonesia berada dalam peringkat-5 dalam hal potensi kinerja bisnis. Kesempatan inovasi yang tidak terbatas pada industri kreatif juga telah diformalisasi oleh pemerintah Indonesia antara lain melalui Inpres No 6, tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Industri kreatif juga sudah mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia, antara lain ditunjukkan oleh kontribusi industri kreatif terhadap PDB sebesar Rp 468 trilyun (7,29% dari total PDB 2010), serta ekspor Industri kreatif 2010: sekitar Rp115 trilyun (8,59% dari total ekspor dan tumbuh rata-rata 10,9% sejak tahun 2002).
“Industri kreatif yang saat ini sangat berkembang pesat adalah industri kreatif yang berbasis teknologi digital. Pelaku industri kreatif yang berbasis teknologi digital atau yang disebut Digital Company (DiCo) ini, tidak dapat lepas dari kebutuhannya dalam memanfaatkan Information and Communication Technology (ICT),” demikian Arief Yahya.
Namun, fakta yang ditemukan dari hasil survey pendahuluan pada beberapa DiCo di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa kinerja bisnis industri kreatif Indonesia masih belum baik. Karena itulah, maka dilakukan penelitian yang akhirnya menghasilkan temuan sebagai solusi permasalahan tersebut, yang dituliskan dalam disertasi.
Untuk membentuk Startup Model yang lebih tepat untuk membangun DiCo yang kuat sehingga dapat meningkatkan daya saing nasional di industri kreatif digital, maka dalam penelitiannya, Dr. Arief Yahya menawarkan solusi berupa metode Creativity To Commerce (C2C) Startup Model, yang memperhatikan komponen utama dalam peningkatan Kinerja Bisnis yaitu Strategi Bersaing, Manajemen Inovasi, Kemitraan Bisnis, dan Keunikan Sumber Daya.
Jika dibandingkan model-model lain yang telah ada di dunia, tahapan C2C Startup Model ini lebih lengkap dan juga lebih memperhatikan serta mempertimbangkan kondisi maupun ciri khas startup di Indonesia, sehingga metode ini diharapkan dapat membangun DiCo yang mampu mandiri dalam persaingan global, mulai dari tahap menumbuhkan ide-ide yang kreatif, memilih potensi produk yang mampu bersaing di pasar lokal maupun global, membangun produk yang lengkap dan dicintai pengguna, memberikan akses pasar yang luas, serta menumbuhkan company value yang tinggi.
Uji coba C2C Startup Model ini telah diimplementasikan pada Business Inkubator Telkom Group, antara lain Bandung Digital Valley danJogja Digital Valley (dan akan dibangun lainnya menjadi 3 Creative Center dan 20 Creative Camp) serta di Universitas Padjadjaran yakni di Pusat Pengkajian Inkubasi Bisnis dan Pusat Inkubasi Bisnis Kreatif. Hasil uji coba ini menunjukkan bahwa model pengembangan startup ini dapat diimplementasi dan dievaluasi pada lingkungan bisnis kreatif digital yang kompetitif.
Sebagai gambaran, saat ini jumlah anggota Bandung Digital Valley sudah mencapai 1.500 sedangkan Jogja Digital Valley yang baru dibangun pada 2013 sudah mencapai sekitar 1.700 anggota. Pada kedua tempat tersebut pada tahun 2012 telah ada 18 tenant yang mengikuti program sedangkan pada 2013 telah ada 12 startup yang dibina. Pada tahun 2014, 10 DiCo sudah lolos tahap product validation dari target 22 DiCo.
Kebangkitan industri kreatif digital Indonesia yang dipelopori generasi muda diharapkan mampu membangun daya saing global, mengingat potensi bisnis ini sangat besar bagi kemajuan perekonomian bangsa. Hal tersebut secara terpisah telah dibuktikan oleh para Chief Executive Officer (CEO) muda yang mendominasi industri kreatif digital dunia saat ini. Mereka memperoleh pendapatan yang sangat tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Contohnya adalah Mark Zuckerberg dari Facebook yang pada usia 27 tahun sudah mempunyai kekayaan sebesar 17,5 milyar US$, atau raja-raja bisnis industri kreatif digital lainnya seperti Jeffrey Preston Bezos dari Amazon, Sergey Brin dan Lawrence Page yang menciptakan Google.
Dalam disertasinya Arief Yahya menyampaikan temuan penelitiannya, yaitu C2C Startup Model, suatu model praktikal sistem inkubasi bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja bisnis industri kreatif digital Indonesia. Menurutnya, data dari AT Kearney Global Service Location Index menunjukkan bahwa tahun 2011 Indonesia berada dalam peringkat-5 dalam hal potensi kinerja bisnis. Kesempatan inovasi yang tidak terbatas pada industri kreatif juga telah diformalisasi oleh pemerintah Indonesia antara lain melalui Inpres No 6, tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Industri kreatif juga sudah mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia, antara lain ditunjukkan oleh kontribusi industri kreatif terhadap PDB sebesar Rp 468 trilyun (7,29% dari total PDB 2010), serta ekspor Industri kreatif 2010: sekitar Rp115 trilyun (8,59% dari total ekspor dan tumbuh rata-rata 10,9% sejak tahun 2002).
“Industri kreatif yang saat ini sangat berkembang pesat adalah industri kreatif yang berbasis teknologi digital. Pelaku industri kreatif yang berbasis teknologi digital atau yang disebut Digital Company (DiCo) ini, tidak dapat lepas dari kebutuhannya dalam memanfaatkan Information and Communication Technology (ICT),” demikian Arief Yahya.
Namun, fakta yang ditemukan dari hasil survey pendahuluan pada beberapa DiCo di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa kinerja bisnis industri kreatif Indonesia masih belum baik. Karena itulah, maka dilakukan penelitian yang akhirnya menghasilkan temuan sebagai solusi permasalahan tersebut, yang dituliskan dalam disertasi.
Untuk membentuk Startup Model yang lebih tepat untuk membangun DiCo yang kuat sehingga dapat meningkatkan daya saing nasional di industri kreatif digital, maka dalam penelitiannya, Dr. Arief Yahya menawarkan solusi berupa metode Creativity To Commerce (C2C) Startup Model, yang memperhatikan komponen utama dalam peningkatan Kinerja Bisnis yaitu Strategi Bersaing, Manajemen Inovasi, Kemitraan Bisnis, dan Keunikan Sumber Daya.
Jika dibandingkan model-model lain yang telah ada di dunia, tahapan C2C Startup Model ini lebih lengkap dan juga lebih memperhatikan serta mempertimbangkan kondisi maupun ciri khas startup di Indonesia, sehingga metode ini diharapkan dapat membangun DiCo yang mampu mandiri dalam persaingan global, mulai dari tahap menumbuhkan ide-ide yang kreatif, memilih potensi produk yang mampu bersaing di pasar lokal maupun global, membangun produk yang lengkap dan dicintai pengguna, memberikan akses pasar yang luas, serta menumbuhkan company value yang tinggi.
Uji coba C2C Startup Model ini telah diimplementasikan pada Business Inkubator Telkom Group, antara lain Bandung Digital Valley danJogja Digital Valley (dan akan dibangun lainnya menjadi 3 Creative Center dan 20 Creative Camp) serta di Universitas Padjadjaran yakni di Pusat Pengkajian Inkubasi Bisnis dan Pusat Inkubasi Bisnis Kreatif. Hasil uji coba ini menunjukkan bahwa model pengembangan startup ini dapat diimplementasi dan dievaluasi pada lingkungan bisnis kreatif digital yang kompetitif.
Sebagai gambaran, saat ini jumlah anggota Bandung Digital Valley sudah mencapai 1.500 sedangkan Jogja Digital Valley yang baru dibangun pada 2013 sudah mencapai sekitar 1.700 anggota. Pada kedua tempat tersebut pada tahun 2012 telah ada 18 tenant yang mengikuti program sedangkan pada 2013 telah ada 12 startup yang dibina. Pada tahun 2014, 10 DiCo sudah lolos tahap product validation dari target 22 DiCo.
Kebangkitan industri kreatif digital Indonesia yang dipelopori generasi muda diharapkan mampu membangun daya saing global, mengingat potensi bisnis ini sangat besar bagi kemajuan perekonomian bangsa. Hal tersebut secara terpisah telah dibuktikan oleh para Chief Executive Officer (CEO) muda yang mendominasi industri kreatif digital dunia saat ini. Mereka memperoleh pendapatan yang sangat tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Contohnya adalah Mark Zuckerberg dari Facebook yang pada usia 27 tahun sudah mempunyai kekayaan sebesar 17,5 milyar US$, atau raja-raja bisnis industri kreatif digital lainnya seperti Jeffrey Preston Bezos dari Amazon, Sergey Brin dan Lawrence Page yang menciptakan Google.