Yeyen Sidiki: 'Mutiara' Gorontalo
Naskah: Suci Yulianita, Foto: Sutanto
Siang itu, panas terik matahari tak menghalangi pemotretan rubrik She’s di kawasan kota tua, Jakarta. Sesekali sang narasumber, Yeyen Sidiki menyeka keringat yang bercucuran di pelipis dan di wajah ayunya. Meski matahari terasa menyengat, ia tak lelah mengikuti arahan sang fotografer bak model profesional.
Pemilihan lokasi pemotretan kali ini bukan tanpa alasan. Selaras dengan busana bernuansa etnik modern yang dikenakannya, rasanya kawasan kota tua memang menjadi lokasi tepat untuk pemotretan kali ini. Ya, Yeyen sejatinya memang sangat menyukai apapun yang menjadi daya tarik bangsa Indonesia, mulai dari budaya Indonesia seperti busana adat, maupun peninggalan-peninggalan sejarah indonesia, seperti kawasan kota tua yang konon merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda.
“Saya itu suka baju yang nasional tapi modern. Seperti busana saya suka rancangan salah satu desainer pernikahan. Busananya itu nyentrik, modern, tapi nasionalnya tetap ada, seperti tenun rangrang, payet dan juga ada batiknya. Jadi nggak hilang budaya kita,” terang Yeyen sembari menunjukkan detail dari busana-busana tersebut.
Dalam hal menjaga penampilan dan kesehatan tubuh di sela-sela waktunya sebagai seorang pengusaha, politikus dan aktif di kegiatan sosial, ia pun mengakui lebih suka menggunakan cara-cara tradisional, seperti konsumsi madu setiap hari untuk menjaga kesehatannya. “Vitamin saya hanya madu dan air putih. Kalau lagi nggak enak badan saya biasanya hanya minum jamu untuk masuk angin, jarang sekali minum obat, dan kalau sudah cape saya memilih pijat,” ujarnya.
Sementara untuk olahraga, Yeyen memilih Yoga. Dikatakannya, Yoga mampu membuat pikiran menjadi lebih tenang dan fokus, serta bisa membantu mengurangi sakit kepala migrain yang terkadang menyerangnya.
Putri bungsu pasangan Karim Sidiki dan Ramlah Komendangi ini, dikenal aktif dalam beberapa kegiatan sosial. Bersama beberapa kerabatnya, ia bahkan membuat satu yayasan sosial untuk menyalurkan hasratnya dalam membantu orang banyak itu. Jiwanya terpanggil ketika ada suatu bencana atau musibah yang melanda negeri ini. Ia pun tak sungkan turun berbagi.
“Yang rutin itu biasanya di bulan ramadhan, kami mengadakan santunan anak yatim dan sahur on the road. Lainnya ya kami kunjungan ke panti asuhan, panti jompo, dan sering turun apabila ada musibah atau bencana di negeri ini,” Yeyen berkata tulus.
Selain memiliki yayasan sosial, bersama sang suami, ia merintis sebuah bisnis di bidang kontraktor yang sudah lama dijalaninya. Namun kesibukannya kini sebagai anggota parlemen, membuatnya tak sempat lagi aktif mengurus dan memantau bisnisnya. Namun diakuinya, sesekali ia masih dilibatkan dalam hal mengambil keputusan.
Ibu dua anak ini adalah putri asli Gorontalo, terlahir dan besar dari tanah Gorontalo. Hingga kini meski sudah melihat kota besar seperti Jakarta, Yeyen masih tetap sangat mencintai tanah leluhurnya itu. Gorontalo diakui Yeyen adalah sebuah daerah yang memiliki potensi wisata laut yang begitu besar, memiliki surga di bawah lautan, yaitu Taman Laut Olele. “Keindahan taman laut Olele itu sama seperti Raja Ampat namun sayang belum terjamah. Di situlah surganya lautan, surga bagi para pecinta diving dan snorkeling,” tuturnya tanpa bermaksud promosi.
Selain Taman Laut Olele, Gorontalo juga dikenal dengan makanan khas Gorontalo yang meramaikan wisata kuliner di Gorontalo, antara lain, Binthe Bilihuta, yaitu seperti sup jagung dengan campuran potongan ikan cakalang, udang kecil, parutan kelapa, kemangi, daun bawang, bawang goreng, cabe merah dan jeruk nipis. Lalu ada Ayam Iloni yaitu ayam bakar yang dipanggang dengan campuran bumbu santan. Tak ketinggalan, kain khas Gorontalo, Karawo yang bisa dijadikan buah tangan para turis.
Di usianya yang belum genap 40 tahun, Yeyen rasanya telah memiliki apapun yang diimpikannya selama ini. Jika orang luar melihat ia telah berhasil meraih sukses di usianya yang masih sangat muda, Yeyen merasa bahwa dirinya masih jauh dari kata sukses. Hal itu lantaran kesuksesan baginya bukan dilihat dari posisi dan dari materi semata, namun lebih kepada bagaimana ia bisa membuat hidup terasa bermanfaat bagi orang banyak.
“Kesuksesan itu bukan dari materi, tapi apa yang kita rasakan. Sukses itu bahagia. Saya bisa bahagia ketika saya bisa berbagi dan membuat orang lain merasa bahagia. Pada saat kita berbagi dan bermanfaat bagi orang lain, di situlah kita merasa bahagia. Untuk saat ini saya merasa masih jauh dari sukses,” katanya seraya menambahkan bahwa ia masih ingin terus mengasah ilmu, dan terus meningkat keimanan sebagai seorang muslimah. “Kalau sekarang sih saya masih jauh yah, belum terlalu pintar juga belum bisa menjadi wanita sholehah,” pungkas wanita kelahiran Gorontalo, 8 Januari 1977 ini.