Obsession Awards 2021 - Best Institutional Leaders

Oleh: Syulianita (Editor) - 25 December 2021

Perry Warjiyo (Gubernur Bank Indonesia)

Naskah: Gia Putri Foto: Istimewa

Di bawah kepemimpinan Perry Warjiyo, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan pada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan, terlebih di tengah pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia tetap tumbuh positif pada triwulan III 2021, yakni sebesar 3,51% YoY. Perkembangan tersebut terutama ditopang kinerja ekspor sejalan dengan tetap kuatnya permintaan mitra dagang utama. Sementara, surplus neraca perdagangan Indonesia Oktober 2021 mencapai US$5,73 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya sebesar US$4,37 miliar.

Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia terus mencatat nilai positif sejak Mei 2020. Neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Oktober 2021 secara keseluruhan mencatat surplus US$30,81 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun 2020 sebesar US$16,93 miliar. Perry memandang surplus neraca perdagangan tersebut berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.

BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 akan mencapai 4,7-5,5%, dari 3,2-4,0% pada 2021. Didorong berlanjutnya perbaikan ekonomi global yang berdampak pada kinerja ekspor yang tetap kuat, serta meningkatnya permintaan domestik dari kenaikan konsumsi dan investasi. Hal ini didukung vaksinasi, pembukaan sektor ekonomi, dan stimulus kebijakan.

Lebih lanjut dia berpendapat, bauran kebijakan bank sentral pada tahun 2022 akan terus disinergikan. “Sebagai bagian dari arah kebijakan ekonomi nasional untuk mengakselerasi pemulihan sekaligus menjaga stabilitas perekonomian,” kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia yang digelar secara hybrid, belum lama ini. Bauran kebijakan tersebut mencakup lima instrumen kebijakan. Pertama, kebijakan moneter. Ia mengatakan, kebijakan moneter BI pada 2022 akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), baik pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar, maupun stabilitas makroekonomi, maupun sistem keuangan.

Hal itu sejalan dengan risiko meningkatnya tekanan instabilitas pasar keuangan global dari normalisasi kebijakan moneter The Fed dan sejumlah negara Advanced Economies (AEs), Normalisasi kebijakan moneter akan dilakukan secara sangat hati-hati dan terukur, agar tidak mengganggu proses pemulihan ekonomi nasional. Sedangkan, empat instrumen kebijakan lainnya pada 2022 akan terus diarahkan sebagai bagian dari upaya bersama untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional (pro-growth).

Kebijakan kedua, yakni makroprudensial longgar akan tetap dilanjutkan dan bahkan diperluas untuk mendorong kredit dan pembiayaan perbankan pada sektor-sektor prioritas dan UMKM. Ketiga, kebijakan sistem pembayaran yang modern, seperti QRIS, SNAP, dan BI FAST. Keempat, kebijakan pengembangan pasar uang. Kelima, kebijakan UMKM dan ekonomi keuangan syariah.