Inggit Ganarsih, Sosok Penting di Hidup Soekarno
Pementasan ini menyuguhkan peristiwa dalam kehidupan Inggit Ganarsih selama mendampingi Soekarno, dimulai dari sejengkal jarak yang mendekatkan, diakhiri pula dengan sejengkal jarak yang menjauhkan. Namun, ia tetap tegak setelah dihantam ombak.
Sempat tertunda selama dua tahun, Titimangsa akhirnya menggelar produksi ke-53 berjudul "Tegak Setelah Ombak" di atas panggung. Happy Salma kembali memerankan sosok Inggit Garnasih pada pentas monolog yang dihadirkan secara berbeda, dalam bentuk teater musikal.
Inggit adalah istri kedua dari Pesiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Selama 20 tahun pernikahan, ia setia mengantar Soekarno lulus dari sekolahnya di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB), mendukung ekonomi keluarga saat Soekarno memulai pergerakan awalnya dalam berorganisasi, menghidupi Soekarno dengan berjualan jamu, alat-alat rumah tangga dan pertanian, merawat semangat saat sang singa podium tersebut saat ditahan di penjara Sukamiskin, mendampinginya dalam pengasingan di Ende dan Bengkulu.
Ketika Soekarno akan sampai di gerbang Istana menjelang kemerdekaan bangsa yang didamba, Inggit mengemas barang-barang juga kenangan dalam koper tuanya dan kembali ke Bandung. Ia memilih mempertahankan martabatnya sebagai perempuan dan menolak dimadu ketika Soekarno menyatakan ingin menikah lagi. Meski ia dijanjikan menjadi istri utama, ia tegas mengatakan tidak kepada bapak pendiri bangsa ini.
Saat pernikahannya di ujung tanduk, Inggit menunjukkan surat perjanjian nikah kepada Soekarno. Pria kharismatik tersebut kaget karena perempuan yang ia sapa Enggit itu masih menyimpan apik surat itu. Dan, di dalam surat itu ada hal yang tak bisa ia tepati, yakni "Soekarno tidak boleh menyakiti Inggit".
Perempuan yang usianya 15 tahun lebih tua dari Soekarno ini juga menegaskan, "Prinsip hidupku tak bisa dibeli istana. Tunai sudah tugasku mengantarkannya sebagai pemimpin. Biarlah kumulai lagi hidupku seperti yang dulu."
Baca juga
Gombloh dan Prostitusi di Surabaya
Ratna Ayu Budhiarti, penulis naskah monolog Inggit berujar, penulisan naskah monolog Inggit dimulai sejak 2017, setelah berbincang bersama Kang Wawan Sofwan dan Happy Salma. Terinspirasi dari roman Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan KH, ia ingin menghadirkan kembali kisah Inggit yang layak dikenang serta diteladani. Ia berupaya menghadirkan petikan-petikan peristiwa dalam kehidupan Inggit selama mendampingi Soekarno, dimulai dari sejengkal jarak yang mendekatkan, diakhiri pula dengan sejengkal jarak yang menjauhkan. Namun Inggit tetap tegak setelah dihantam ombak.
Keputusan untuk menghadirkan kembali pementasan ini dalam bentuk teater musikal merupakan ide dari Wawan Sofwan selaku Sutradara pertunjukan. ”Awalnya ketika Happy Salma mengabari saya bahwa ia ingin memerankan lagi tokoh Inggit Ganarsih, saya memberikan tawaran bagaimana jika monolog ini dihadirkan dalam bentuk musikal? Sebab musikal juga berkaitan dengan tradisi Sunda, di mana nyanyian adalah bentuk curahan perasaan. Saya berpikir akan lebih kuat apabila ungkapan-ungkapan kegelisahan tokoh Inggit dihadirkan dalam bentuk nyanyian. Tokoh Inggit hadir sebagai seorang perempuan yang memilih mengingat sesuatu yang baik meski ia dilanda kesedihan mendalam,” ujarnya.
Lebih lanjut Wawan mengatakan, Inggit adalah mentor kehidupan Soekarno. "Kang Uci (Sanusi, suami kedua Inggit) pernah bilang kepada Inggit, orang ini (Soekarno) akan besar, tolong jagalah. Bagi Inggit, Soekarno adalah api semangat hidupnya. Dan, ia mampu mendidik Soekarno sebagai pemimpin dan bapak bangsa menuju gerbang kemerdekaan Indonesia."
“Tegak Setelah Ombak” semakin berwarna dengan arahan musikal dari Dian HP (Komposer), Avip Priatna (Konduktor), yang diiringi lantunan musik Jakarta Concert Orchestra dan suara merdu dari Batavia Madrigal Singers. Pementasan ini juga menyuguhkan akting memukau dari Ati Sriati, Jessica Januar, dan Desak Putu Pandara Btari Patavika.
Pentas yang digelar beberapa waktu lalu di Ciputra Artpreneur Theatre, Jakarta, ini merupakan persembahan Titimangsa bekerja sama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation dan Sleepbuddy. Sebelumnya, Titimangsa sempat mementaskan Monolog Inggit sebanyak 13 kali pada periode tahun 2011-2014 di Jakarta dan Bandung.
(Foto: Edwin Budiarso)