Lakon Tamu Agung Sentil Elit Pemburu Kursi Kabinet
Kabar akan datangnya Tamu Agung, membuat para pejabat pemerintah melakukan manuver politik. Mereka, berlomba-lomba untuk menunjukan siapa yang pantas kembali menduduki kursi pemerintahan. Mereka meninggalkan pemimpinnya, program kerja pun terbengkalai, hingga lupa akan tanggung jawab terhadap kepentingan rakyat.
Indonesia Kita bekerja sama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation menggelar pertunjukan seni teater, musik, dan tari bertajuk “Tamu Agung” di Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam pertunjukan ke-36 yang digagas oleh Butet Kartaredjasa serta Direktur Kreatif Indonesia Kita dan Penulis Skenario Tamu Agung Agus Noor ini menampilkan sederat pemeran ternama Tanah Air, di antaranya Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Marwoto, Akbar, Marsha Timothy, Endah Laras, Mucle, dan Yu Ningsih.
Lakon Tamu Agung berkisah tentang suatu daerah yang akan merayakan keberhasilan kota serta purna tugas sang pemimpin yang sudah menjabat selama dua periode.
Menjelang perayaan, datang utusan dari pusat mengabarkan akan datangnya Tamu Agung tanpa menyebut sosok sebenarnya sang tamu ini. Untuk berjaga-jaga, para pejabat kota mempersiapkan segalanya supaya semua tampak beres.
Semua orang seperti ingin memanfaatkan kedatangan Tamu Agung untuk kepentingannya sendiri-sendiri. Bahkan, ada yang cemas menganggap kedatangannya untuk melakukan bersih-bersih.
Kepanikan ini lalu dimanfaatkan salah satu pegawai pemerintah yang kemudian menyuruh seorang gelandangan perempuan berpura-pura sebagai Tamu Agung dan mendadaninya sedemikian rupa untuk mengelabui semua orang.
Baca juga
Inggit Ganarsih, Sosok Penting di Hidup Soekarno
Tak disangka, kedatangan tamu agung pun membuka banyak hal yang selama ini ditutup-tutupi di kota tersebut. Fakta-fakta baru terungkap dan segala kecurangan yang dilakukan para pejabat daerah pun terbongkar.
Sebagai pemimpin yang masih menjabat, sang kepala daerah mengatakan, “Tamu Agung sesungguhnya adalah masyarakat. Tugas kita sebagai pemimpin itu satu, menghentikan keserakahan.” Ternyata, kabar tersebut hanya taktik yang dibuat olehnya untuk membongkar kebusukan yang terjadi di tubuh pemerintahannya.
Bukan Indonesia Kita namanya, bila tak menyuguhkan komedi satir yang menyentil kondisi terkini negeri ini, mulai dari isu larangan memakai sandal saat berkendara sepeda motor, Harga Tiket Masuk Candi, goreng menggoreng menggunakan media sosial, hingga isu jabatan tiga periode.
Menteri PUPR RI Basoeki Hadimoeljono yang turut menonton pementasan Tamu Agung mengatakan, lakon ini sarat akan pesan moral, tidak hanya menyuguhkan humor-humor segar dari Cak Lontong, Marwato, Butet, dan lainnya.
“Pesan moral pertama, namanya Tamu Agung yang harus kita layani adalah rakyat bukan ‘RFS’. Saya bukan politisi, tetapi saya birokrat. Saya ingin mengingatkan bahwa Tamu Agung itu bukan ‘RFS’. Kedua, serapih apapun, sifat-sifat yang tidak tulus dan tidak jujur pasti akan terbongkar. Saya kira dua hal itu yang saya dapatkan selama dua jam pertunjukan teater ini,” ungkap Basoeki.
Terkait tawaran Butet untuk mengajaknya bermain di Indonesia Kita, Basoeki menyambut dengan positif.
“Saya dekat dengan Pak Butet, kami selalu berhubungan termasuk ketika beliau sakit. Saya sangat menghargai beliau atas karya-karyanya. Di KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) sendiri saya main ketoprak. Saya kira hal-hal yang tidak rutin, seperti olahraga dan kesenian dapat menghilangkan penat. Suatu saat mungkin saya bisa menerima tawaran itu,” pungkasnya.
Foto Edwin Budiarso