Debut Monolog, Dira Sugandi Suguhkan Penampilan Apik Sebagai Emiria Soenassa
Debut monolog, Dira Sugandi mampu membuai penonton dengan penampilan yang apik. Ia memerakan sosok Emiria Soenassa di pertunjukkan Yang Tertinggal di Jakarta. Penyanyi jazz Tanah Air ini pun mengaku memiliki kemiripan karakter dengan Emiria, perempuan yang dijuluki sebagai Ibu Seni Rupa Indonesia.
Meski sudah sering naik panggung dan tiga kali berakting di pentas teater musikal, memerankan Emiria Soenassa merupakan pentas monolog pertama baginya.
“Sebagai penyanyi saya dituntut menjadi diri sendiri dan berimprovisasi di atas panggung sesuai dengan kondisi. Sedangkan bermain monolog, menuntut saya untuk menjadi tokoh yang sedang saya perankan. Ada switch personality, masuk ke karakter dalam waktu cepat,” ungkap perempuan yang dinobatkan sebagai nominasi Aktris Pendatang Baru Terbaik, Indonesian Movie Actors Awards2014 dalam film 9 Summers 10 Autumns ini.
Terlebih menurut Dira tantangan yang paling signifikan adalah bagaimana menciptakan suara.
“Tone suara Emiria jauh berbeda dengan suara saya. Emiria itu tone-nya lebih rendah dan berat.Tapi yang sangat berkesan, ada adegan saya melakukan sebuah tarian yang mengekspresikan emosi Emiria, bagaimana dia ingin menumpahkan dirinya ke atas kanvas. Saya belum pernah punya pengalaman untuk melakukan adegan seperti itu,” ungkapnya.
Namun, sambung Dira, berkat bimbingan dari Sri Qadaratin, Sutradara pertunjukan Yang Tertinggal Di Jakarta, ia bisa tampil melebihi ekspektasi.
“Kalau dia mengarahkan dan mencontohkan sangat jelas. Saya terharu bisa sampai di titik ini,” ujar Dira.
Ia merasa sangat terkesan dengan sosok Emiria Soenassa, “Emiria itu karakternya sangat kuat, pengalaman hidupnya luar biasa, dan idealis sekali. Untuk seorang perempuan yang hidup di masa itu, pemikiran-pemikirannya sangat maju. Ia bukan perempuan yang mudah menyerah,” jelasnya.
Ia juga mengaku ada sifat-sifat Emiria yang mirip dengannya.
“Saya itu ada sifat kekeuh, fearless, dan nyelenehnya juga. Kesamaan lain saya dengan Emiria adalah kalau ada pemikiran-pemikiran yang belum dikeluarkan rasanya gelisah,” tutur Dira.
Produser Yang Tertinggal di Jakarta Happy Salma mengatakan alasan memilih Dira untuk memerankan Emiria, karena memiliki vokal yang kuat dan sangat disiplin.
“Sebetulnya saya uji coba juga, ternyata pilihan saya tidak salah. Melihat dia di atas panggung satu detik pun saya tidak mau melepaskan pandangan. Saya tidak ingin kehilangan momen setiap kalimat yang diucapkan Dira Sugandi sebagai Emiria,” terangnya.
Baca juga
Perankan Ismail Marzuki, Lukman Sardi Unjuk Kebolehan Main Biola
Pentas yang naskahnya ditulis oleh Felix K. Nesi ini mengisahkan tentang Emiria Soenassa, perempuan pelukis pertama di Indonesia, yang hidup di tahun 1895-1964.
Ia baru mulai melukis saat telah berusia 45 tahun, tetapi sangat produktif dalam menghasilkan karya.
Ia bergabung dalam organisasi Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) yang mana kebanyakan anggotanya laki-laki, dengan usia yang jauh lebih muda darinya. Ia mengikuti berbagai pameran lukis dan meraih beberapa penghargaan.
Emiria disebut sebagai seorang yang jenius oleh Sudjono, Bapak Seni Rupa Indonesia. Alih-alih melihat perempuan sebagai objek, ia menjadikan perempuan sebagai subjek. Jadi, saat orang mempertanyakan aspek gender, dirinya sudah selangkah berada di depan.
Namanya bahkan disejajarkan dengan Chairul Anwar dan Kartini oleh tokoh perfilman Indonesia Usmar Ismail.
Ia adalah pemikir revolusioner. Tahun 1949 ia menjadi salah satu delegasi yang menghadiri Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
Bukan hanya perintis dalam seni lukis Indonesia, ia juga disebut sebagai juru rawat maupun kepala perkebunan pertama yang berkebangsaan Indonesia.
Yang Tertinggal di Jakarta merupakan pertunjukan kelima serial monolog Di Tepi Sejarah musim kedua yang digelar oleh Titimangsa dan KawanKawan Media bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media Kemendikbudristek di Teater Kecil Ismail Marzuki pada 2 – 3 Juli 2022.
Pentas ini akan ditayangkan secara daring pada Agustus 2022 di kanal Youtube “Budaya Saya” dan saluran televisi “Indosiana TV.
Foto: Titimangsa