Prof. Dr. H. Paiman Raharjo, M.M., M.Si (Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama))
Dapat Wejangan Dari Gus Dur
Ada frasa yang mengatakan, nasib bagus biasanya timbul karena perbuatan baik dan nasib buruk disebabkan perbuatan yang jelek. Artinya nasib itu bisa diubah. Prof. Paiman membuktikannya, meski ia lahir dari keluarga tak berada, tapi ia tidak pernah rendah diri. Ia bahkan bertekad untuk mengubah nasibnya agar menjadi lebih baik.
Jalan berliku diraihnya sebelum mereguk sukses seperti saat ini, ia pernah berprofesi sebagai tukang sapu hingga satpam. Ia juga pernah membuka usaha jasa pengetikan dan foto copy bersama sahabatnya. “Lalu, saya lihat sahabat saya itu hidupnya berhasil. Saya pun tanya apa rahasianya, rupanya ia meminta didoakan oleh Gus Dur (KH Abdurrahman Wahidred) dan mendapat wejangan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Singkat cerita, saya kemudian bertemu Gus Dur, banyak pelajaran berharga yang beliau berikan kepada saya, yakni setiap malam menjalankan ibadah sholat taubat, tahajud, dan hajat. Dan pada pagi hari, sholat dhuha. Hingga saat ini, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan bagi saya,” terangnya.
Lebih lanjut Prof. Paiman mengatakan, Sang Bapak Pluralisme tersebut juga memberikan petuah tentang pentingnya ikhlas, beramal, dan bersedekah. “Pada tahun 1987 ada kejadian yang begitu membekas di ingatan saya. Kala itu, saya hendak makan nasi bungkus telur dadar, tiba-tiba datang orang tua dan mengungkapkan bahwa beliau belum makan selama tiga hari. Akhirnya saya memberikan nasi bungkus tersebut dan hanya minum air. Setelah itu, saya rebahan di bawah pohon cemara, baru sebentar memejamkan mata, seorang satpam membangunkan saya dan memberi saya nasi kotak, ketika saya buka isinya ayam, telur, sayur, buah, dan minuman. Dari sebungkus nasi telur dadar, saya dapat tiga nasi kotak. Dari situlah saya terinspirasi ketika ikhlas berbuat baik, Insya Allah Tuhan akan membalasnya," ungkapnya.
Pria yang mengagumi Ir. Soekarno ini mengatakan sikap pandai bersyukur juga mendatangkan keberkahan di dalam hidupnya. Hadapilah nikmat dengan syukur dan terimalah musibah dengan rasa sabar. “Tak kalah penting, membahagiakan orang dengan kebaikan. Bapak saya juga pernah mengatakan, selain hidup harus jujur, kita jangan senang menyakiti orang, hindari sifat iri dengki dengan pencapaian orang lain, karena sesungguhnya kebahagiaan itu bisa kita cari dengan cara memohon kepada Allah SWT. Saya selalu berpesan, ukir sifat kebaikan dengan berbagi kasih terhadap sesamamu, tapi sembunyikan kebaikanmu di hadapan semua orang,” tambah pria yang mewarisi darah pejuang dari sang kakek Pangeran Aryo Kusumo ini.
Kisah-kisah kehidupan yang dialami oleh banyak orang, sambungnya, juga bisa menjadi pembelajaran atas perjalanan hidup yang akan ditempuh. “Saya pernah berbincang dengan Bu Susi Pudjiastuti, beliau cerita dulunya pernah menjajakan pakaian di Pangandaran. Kemudian, Pak Oesman Sapta Odang juga bercerita beliau pernah menjadi kuli pelabuhan. Orang-orang sukses itulah juga menjadi guru kehidupan saya. Dalam meraih sukses, juga dibutuhkan kerja keras, disiplin, komitmen, dan berjiwa pantang menyerah,” katanya.
Dari Mencipta Lagu Hingga Mendalang
Ada hal menarik untuk diulik dari sosok Prof. Paiman, selain kisah inspiratifnya, ternyata ia juga pandai menciptakan lagu. Bahkan, telah merilis album yang berisi 16 lagu. “Album tersebut saya cetak 1.000 keping, dibanderol harga Rp30 ribu dan sudah ludes terjual. Tapi saat ini sudah tidak cetak lagi, karena orang-orang sudah bisa mendengarkannya di kanal youtube saya: @Paiman Raharjo,” ungkapnya. Paiman mengaku, kebolehan tersebut ia pelajari secara otodidak. “Pertama kali saya menciptakan lagu berjudul “Paiman Si Tukang Sapu”. Lagu yang dibawakan oleh Jhoni Timbangnusa tersebut berkisah tentang kehidupan saya,” paparnya.
Meski belajar secara otodidak, Prof. Paiman mampu menciptakan lagu dalam waktu yang singkat. “Saya buat liriknya kemudian iramanya. Genrenya bermacam-macam disesuaikan dengan lagunya. Waktu yang saya butuhkan dalam menciptakan lagu relatif singkat bahkan ketika Pak Erick Thohir meminta saya membuat lagu untuknya hanya membutuhkan waktu lima menit. Beliau pun senang dengan lagu ciptaan saya,” kenangnya. Selain pandai membuat lagu, Prof. Paiman juga bisa mendalang. Kebolehan tersebut tak luput dari kebiasaanya mendengarkan cerita wayang sebelum tidur. “Saya suka mendalang bertema filosofi kehidupan. Banyak pengalaman hidup saya yang mengadopsi kisah-kisah itu,” tambahnya.
Prof. Paiman tak menampik bahwa mendalang itu susah, harus telaten dan sabar. Terlebih tembang-tembang yang ada di dalam cerita itu kan banyak dan tak mudah untuk dihapalkan. “Namun, tatkala kita sudah mencintai sesuatu, meski susah bisa terasa mudah,” terang pria yang mengagumi dalang Ki Anom Suroto ini. Kecintaannya terhadap wayang juga ia tunjukkan dengan menjadikan bagian rumahnya yang di Jakarta sebagai tempat khusus untuk karawitan, “Luasnya 1.000 meter, di sana ada kos-kosan dan tempat khusus karawitan. Di sana ada gamelan full set, kami biasa latihan setiap malam minggu,” ujar Prof. Paiman.
Bersilaturahmi juga menjadi hobinya, selain selalu menyempatkan diri untuk sholat berjamaah di masjid atau mushola, ia kerap menggelar mengundang orang-orang ke kediamannya. “Saya punya agenda rutin mengundang tukang bakso dan soto ke rumah. Di kampung halaman saya, Klaten, saya juga memiliki padepokan Bernama Kalimasodo. Dahulu itu rumah gurunya Pak Soeharto, Romo Sudiyat. Kini, padepokan tersebut saya jadikan tempat untuk pengajian dan pertemuan orang kampung,” papar Komisaris Independen PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk ini.
Lebih lanjut ia mengatakan, masak juga menjadi kegemarannya. Bahkan ia piawai meracik masakan yang terbilang sulit, seperti gulai, gudeg, tongseng, rendang, hingga dendeng. “Saya juga belajar otodidak, memasukkan bumbu juga berdasarkan feeling saja. Selain untuk memasak buat keluarga, saya juga senang membuat masakan untuk orang lain. Misalnya, waktu Idul Adha tahun lalu, saya mengolah 40 kg daging untuk dijadikan rendang, dendeng, dan serundeng. Lalu, saya bagi-bagikan. Sampai dua bulan tidak basi, hehehe,” pungkas Prof. Paiman.
Istri yang Ikhlas Kunci Sukses Suami
Beruntunglah Prof. Paiman memiliki Hj. Sarida Minarni, SE, M.Si yang diakui Prof. Paiman sebagai pasangan yang sangat baik dan luar biasa ikhlas. “Kami menikah pada tahun 2002, kehidupan kami terbilang sederhana. Seminggu saya hanya mampu memberi nafkah sebesar Rp100 ribu, beberapa bulan kemudian gaji saya naik, nafkah juga naik menjadi Rp200.000. Biaya membayar kost Rp900 ribu, meski pas-pasan, dia tidak pernah mengeluh dan menjelek-jelekkan saya. Bahkan, dia pernah menjual perhiasannya untuk menutupi kebutuhan kami, dari situ saya termotivasi untuk lebih berjuang membahagiakan dia,” ujarnya.
Memang, Prof. Paiman dan keluarga selalu merasa bersyukur terhadap apapun yang dihadapi dalam hidup mereka. “Karena ketika kita selalu bersyukur maka kegelisahan akan hilang dan keberkahan akan datang,” pesannya. Terbukti, setelah mereka dikaruniai buah hati, Muhammad Rizki Putra Raharjo, Alhamdulillah rezeki mereka terus bertambah bagus. Tapi Prof. Paiman mendidik anaknya agar selalu menabung untuk bersedekah. “Pernah waktu lebaran kemarin dia membuka celengannya terkumpul Rp8 juta, uangnya dia berikan semua kepada saya untuk dibelikan sembako dan dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan,” cerita Prof. Paiman.
Satu hal yang juga selalu Prof. Paiman puji adalah istrinya adalah bukan tipe orang yang suka ngerumpi, dan buat Prof. Paiman itu menjadi sesuatu yang mendatangkan keberkahan. “Dia juga mendukung saya ketika pada November 2022 lalu saya sempat dikudeta, lantaran memperjuangkan gaji dosen dan karyawan, saya sempat dibebastugaskan. Alhamdulilah berkat munajat istri dan keluarga saya, jabatan saya dalam waktu seminggu dikembalikan,” pungkasnya.