Optimalisasi Reduksi Emisi Karbon: Peran Industri dan Tantangannya di Indonesia
Industri di Indonesia semakin sadar akan pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca guna mencapai target net zero emission atau emisi netto nol. Kesadaran ini muncul seiring dengan peningkatan pemahaman akan dampak negatif perubahan iklim dan urgensi untuk bertindak secara kolektif untuk mengatasi masalah ini. Komitmen NDC (Nationally Determined Contributions) dari setiap negara, termasuk Indonesia, menetapkan target untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius.
World Resources Institute (WRI) Indonesia mengadakan Media Coaching Workshop dengan agenda bertema 'Optimalisasi Komitmen Reduksi Emisi Karbon di Indonesia: Tantangan dan Peluang'. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari L’Oreal Indonesia dan WRI Indonesia, para wartawan, organisasi lingkungan, serta tamu undangan lainnya.
Dalam workshop, Nada Zuhaira, Sustainable Business and Net Zero Analyst WRI Indonesia, menyampaikan, “Perusahaan di Indonesia masih terutama fokus pada perhitungan emisi dalam lingkup Scope 1 dan Scope 2, sementara Scope 3 masih jauh dari realisasi. Sekitar 74,5% emisi gas rumah kaca di Indonesia berasal dari sektor industri, namun adopsi dekarbonisasi masih pada tahap awal.”
Meskipun perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memahami jumlah emisi yang dihasilkan, banyak dari mereka membutuhkan bantuan dalam menetapkan target dan merancang strategi dekarbonisasi. Masih ada kebingungan tentang konsep dekarbonisasi dan penghitungan emisi yang berbeda-beda.
L’Oréal Indonesia telah menerapkan strategi dekarbonisasi. Menurut Fikri Alhabsie, Direktur Corporate Responsibility Director di L’Oréal Indonesia, perusahaan tersebut telah menggunakan sumber energi terbarukan, termasuk memasang electric boiler di fasilitas produksinya yang tidak menggunakan bahan bakar fosil, dengan demikian memberikan dampak positif terhadap lingkungan.
Dia menegaskan bahwa L’Oréal Indonesia memprioritaskan pengurangan emisi yang dihasilkan daripada mencapai netral karbon. "Kami memilih untuk tidak mencapai karbon netral atau menggunakan carbon offset, karena fokus utama kami adalah mengurangi emisi dari proses produksi kami," ungkapnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting untuk membedakan istilah seperti net zero dan carbon neutral. Net zero dianggap sebagai target yang lebih ambisius karena lebih fokus pada pengurangan emisi daripada sekadar kompensasi. Penggunaan GHG Protocol juga membantu dalam menetapkan prioritas pengurangan emisi.
Dalam menjalankan dekarbonisasi, perusahaan dapat mengikuti empat tahapan utama: menghitung emisi, menetapkan target emisi sesuai dengan kerangka SBTI, merumuskan strategi, dan mengimplementasikannya serta mempublikasikan progres kepada publik. Insentif berbasis regulasi juga diakui sebagai salah satu cara untuk mendorong industri menuju emisi netto nol.
Kerja sama lebih lanjut antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya diperlukan untuk memastikan bahwa perjalanan menuju net zero emission dapat tercapai dengan sukses. Dengan mengambil langkah-langkah konkret menuju net zero emission, perusahaan dapat berkontribusi pada upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan membangun masa depan berkelanjutan. Angie