Irwan Dewanto (Vice President HR TACO Group), Prestasi dengan Tiga Kata Kunci

Oleh: Syulianita (Editor) - 03 December 2024

TACO dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

TACO tidak hanya fokus pada pengembangan karyawan, tetapi juga sangat peduli dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Perusahaan ini selalu hadir saat dibutuhkan, seperti menyediakan karpet untuk tenda pengungsian saat bencana alam dan menciptakan desinfektan chamber yang disumbangkan selama pandemi. TACO juga menyumbangkan vinyl flooring untuk masjid dan sekolah sebagai bentuk kontribusi nyata.

Tak hanya itu, TACO juga membina lebih dari 5000 UMKM pengrajin furnitur yang tergabung di dalam Mitra TACO untuk bisa sukses secara finansial dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Irwan juga menginisiasi program SBM ITB x TACO, di mana TACO dan SBM ITB berkolaborasi untuk memberikan beasiswa bagi lulusan SMA yang kurang mampu secara ekonomi, namun berprestasi untuk berkuliah di SBM ITB lalu magang dan berkesempatan berkarir di TACO. Keberhasilan TACO diukur tidak hanya dari pertumbuhan bisnis, tetapi juga dari komitmennya terhadap karyawan, keberagaman, dan dampak positif bagi masyarakat. Di tengah ketidakpastian, TACO membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat terhadap SDM, perusahaan dapat berkembang dan menjadi pemimpin industri.

“Salah satu visi utama TACO adalah menanamkan kepada karyawan bahwa tempat mereka bekerja adalah sebuah saluran berkah bagi stakeholder, yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Sehingga, TACO bukan hanya perusahaan, tetapi komunitas yang berkembang bersama,” pungkasnya.

 

Good Leaders Pass the Credit, Take the Blame

Menjadi pemimpin sejati lebih dari sekadar memberi perintah atau memegang jabatan tinggi. Seorang pemimpin yang baik adalah yang mampu menginspirasi, mendukung, dan membawa tim menuju keberhasilan bersama. Irwan Dewanto, profesional berpengalaman di bidang Human Resources, mengingat dengan jelas nasihat bijak yang pernah ia terima dari seorang tokoh yang ia kagumi: “Pemimpin yang baik adalah yang ‘pass the credit, take the blame’.”

Prinsip ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin sejati memberikan penghargaan kepada tim atas keberhasilan mereka dan bertanggung jawab penuh ketika terjadi kesalahan, meskipun bukan sepenuhnya salah mereka. “Kuncinya adalah rendah hati, tanggung jawab, dan integritas. Itulah yang membangun kepercayaan dalam tim,” kata Irwan.

Namun, Irwan menyadari bahwa prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam kenyataan. Banyak pemimpin yang lebih suka menghindar dari kesalahan dan mencari keuntungan pribadi. “Kepemimpinan seharusnya bukan soal mencari kambing hitam, tapi bagaimana menyatukan tim dalam keberhasilan dan menanggung beban bersama,” tegasnya.

Menurut Irwan, jika lebih banyak pemimpin yang mengamalkan prinsip “pass the credit, take the blame”, hubungan dalam tim akan lebih solid dan produktif. Sebaliknya, jika pemimpin hanya menghargai jabatan dan menghindari tanggung jawab, rasa hormat dari tim akan hilang. “Pemimpin yang baik dihargai karena kualitasnya, bukan karena posisinya,” tambahnya.

Irwan juga mengutip ajaran kepemimpinan militer, yang menekankan pentingnya tanggung jawab penuh dan penghargaan terhadap tim. Dengan prinsip ini, tercipta budaya saling menghormati, di mana setiap anggota tim merasa dihargai.

Sebagai penutup, Irwan menyarankan agar kita semua—terutama pemimpin—menilai kembali prinsip kepemimpinan yang kita anut. Kepemimpinan yang baik bukan hanya terkait keberhasilan pribadi, tetapi bagaimana kita bisa membuat tim kita sukses dengan integritas, tanggung jawab, dan empati. Dengan prinsip “pass the credit, take the blame”, kita bisa menjadi pemimpin yang dihargai, bukan hanya karena jabatan, tetapi karena kualitas kepemimpinan yang sejati.

 

Hidup Lebih dari Sekadar Memenuhi KPI

Irwan Dewanto, seorang profesional di bidang Human Resources, pernah menghadapi dilema besar dalam kariernya. Suatu kali, ia dihadapkan pada tugas untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal demi memenuhi target perusahaan. Meskipun hal itu akan memastikan pencapaian KPI, Irwan merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Pada saat itu Irwan berpendapat bahwa justifikasi bisnis di balik PHK massal tersebut kurang tepat dan PHK massal bukan satu-satunya cara untuk mencapai target perusahaan. “Apakah ini sesuai dengan prinsip yang saya anut?” ujarnya. Bagi Irwan, nilai-nilai agama dan integritas adalah pedoman yang tak bisa ditawar. Dalam perenungannya, ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan itu, meski tahu risiko yang dihadapinya. “Hidup lebih dari sekadar memenuhi target atau mendapatkan penghargaan,” tegasnya.

Keputusan Irwan ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin sejati diuji bukan hanya oleh pencapaian bisnis, tetapi juga oleh kemampuan untuk tetap berpegang pada prinsip dalam situasi sulit. Meski banyak yang tergoda mengorbankan nilai demi keuntungan, Irwan percaya bahwa integritas adalah hal yang tak boleh dikompromikan.

Irwan juga mengingat pengalaman lain, ketika ia diminta mengganti air mineral dengan air RO di pabrik. Meskipun ini bisa menghemat biaya, ia merasa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan issue industrial relation. Namun, daripada langsung menentang, Irwan memilih untuk memahami terlebih dahulu alasan di balik keputusan itu, lalu memberikan masukan dengan pendekatan yang hati-hati dan penuh pertimbangan.

Bagi Irwan, kepemimpinan yang baik tidak hanya tentang pencapaian angka atau KPI, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan antara head (kemampuan teknis) dan heart (empati). “Pemimpin yang efektif, menciptakan lingkungan yang manusiawi, di mana setiap individu merasa dihargai,” ungkapnya. Bagi Irwan, keputusan sulit adalah ujian sejati bagi seorang pemimpin. Kepemimpinan yang mengutamakan prinsip akan selalu lebih bernilai daripada pencapaian semata.