Pratikno (Menteri Sekretaris Negara RI) Akademisi di Belakang Presiden

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 08 April 2016

Sungguh, Pratikno sama sekali tak menyangka kalau obrolannya awal Oktober 2014 lalu soal tata organisasi istana kepresidenan dengan Gubernur DKI Jakarta ketika itu Joko Widodo (Jokowi), membuat  ia harus duduk di kursi Menteri Sekretaris Negara. Ketika itu, Jokowi sudah dipastikan bakal terpilih sebagai Presiden RI. Padahal background nya adalah seorang pengajar dan S2 dan S3 nya bidang otonomi daerah.  Tapi, seperti falsafahnya yang selalu ia utarakan, “biarlah seperti air mengalir”. Ya, Pratikno pun mengalir mengikuti alur yang melaju. Seperti wawancara dengan Men’s Obsession yang mengalir dan akrab. Didampingi staf khusus dan Asisten Pribadinya, ia pun lancar bercerita tentang kiprah setahun lebih sebagai Mensesneg.


Bapak dari seorang akademisi dan sekarang menjadi menteri, apa perbedaan paling mencolok seorang menteri dan akademisi ?
Kalau akademisi banyak tahu, banyak bicara. Kalau jadi Mensesneg itu kan banyak tahu tapi sedikit bicara, bahkan nggak boleh bicara. Bukan merahasiakan, tapi justru bisa menimbulkan dampak yang tidak perlu. Memang Negara kan ada punya rahasia, tapi sekarang kan pak presiden malah justru suka keterbukaan. Dari anggaran sampe level mana, dibuatkan agar masyarakat tahu dan mengontrol. 


Bagaimana  kesan pertama menjalani tugas sebagai Mensesneg ?
Sebelum menjadi menteri, awal pertama itu hari Jum’at 24 Oktober 2014, udah langsung persiapan untuk perkenalan menteri. Saya diminta ikut rapat oleh presiden. Sampai waktu itu kan muncul berita, “Pratikno sudah memimpin rapat di Sekneg, persiapan pelantikan menteri”. Ada yang bilang saya ngga tahu diri, padahal waktu itu status saya ikut rapat karena diminta presiden.  Itulah ceritanya perkenalan menteri, hari Minggu saya dengan Pak Presiden berbicara mulai dari bagaimana perkenalan menteri ini. Waktu perkenalan menteri itu, kita menyiapkan bagaimana format perkenalannya. Usulannya bagian protokol kan waktu itu di ruang Kredensial, tempat penerimaan Dubes itu. Tapi berkembang menjadi di halaman tengah istana. Waktu itu saya belum Mensesneg, tapi karena diminta Presiden, ya sudah saya siapkan. Waktu itu Presiden tidak mau pakai podium. Saya meyakinkan ke teman-teman protokoler bahwa presiden kita ini, nggak mau yang begini-gini. Maka pakai standing mic saja, maunya sama, nggak mau keliatan lebih tinggi. Ya sudah, akhirnya pakai standing mic saja. Akhirnya Presiden dan Ibu Negara kedepan dulu, saya kan dipanggil yang pertama waktu itu, saya di kasih tau protokoler sama paspampres “pak, nanti berdiri satu meter dibelakang sebelah kanannya pak presiden.” Katanya.  Kemudian saya berdiri disebelah kanan pak presiden, satu meter dibelakangnya. Pak presiden nyariin saya, “pak Rektor, pak Rektor disini. Presiden panggil saya pak Rektor. Ya, kemudian saya disuruh maju ke depan selurusan dengan beliau. Jadi pak Presiden melanggar kebiasaan protokoler, itu pengalaman pertama dan juga pengalaman pertama bagi rekan-rekan di protokol.