The Professional Lawyers 2018
Naskah: Giattri F.P. Foto: Sutanto/Dok. Pribadi
Dialah salah satu pengacara terbaik di negeri ini. Betapa tidak, integritas dan dedikasinya dalam memberikan service excellence kepada klien-kliennya menghantarkan pria kelahiran 1983 tersebut sebagai salah satu pengacara termuda yang masuk dalam daftar ‘Indonesia's Top 100 Lawyers 2018’ dari Asia Business Law Journal. Kini, ia tengah berjibaku membangun law firm yang dibidaninya agar menjadi nomor satu di Indonesia.
Energik, necis, dan smart, itulah kesan yang terpancar ketika Men’s Obsession bertemu dengan Pramudya. Ia tampil menawan memakai kaos hitam dengan balutan jas dan celana berwarna krem. Pria berkumis tersebut memulai perbincangan bagaimana ia memaknai pencapaian terpilih sebagai salah satu pengacara top Indonesia. “Ini adalah hal yang cukup membanggakan bagi saya setelah mendirikan UMBRA law firm November 2017 lalu. Saya menjadi salah satu lawyer termuda yang masuk ke dalam list tersebut. Alhamdulillah karena kebetulan salah satu penilaiannya berdasarkan survei dari para klien. Saya sangat berterima kasih mendapat support dari mereka,” ungkap peraih gelar doktor dalam ilmu hukum dari University of Chicago Law School, Amerika Serikat itu.
UMBRA – Strategic Legal Solution adalah law fim yang Pramudya bidani bersama dua rekannya, berbekal dari pengalaman pria berpostur tinggi itu sebagai lawyer selama lebih dari 1 dasawarsa. “Saya ingin menerapkan visi-misi yang sudah saya punyai dari dulu. Di Amerika ada law firm bernama Wachtell, Lipton, Rosen & Katz. Jumlah lawyers Wachtell hanya sekitar 200 orang, namun bisa menjadi law firm paling profitable di negeri Paman Sam karena dalam setahun bisa sukses memproduksi USD800 juta. Hal itu bisa terjadi karena Wachtell mampu menciptakan SDM yang solid, jagoan, dan elit walaupun jumlahnya memang tidak banyak,” urainya. Berbekal pengetahuan tersebut, ia pun ingin menerapkan hal yang sama di UMBRA. Berkat kerja keras Pramudya beserta rekan-rekannya, meski baru seumur jagung, law firm ini berkembang cukup pesat, sekitar 30-an lawyers yang didominasi kaum muda telah bergabung dan kuranglebih 70 proyek yang mayoritas dari perusahaan plat merah sudah atau tengah ditangani oleh UMBRA yang baru-baru ini juga menerapkan teknologi terbaru di bidang Artificial Intelligence untuk meningkatkan kinerja lawyers.
Bagi Pramudya, tantangan terbesar dalam profesinya adalah deadline. “Kalau ditanya kapan bisa selesainya, klien saya umumnya bilang bahwa bukan besok jawabannya, tapi seharusnya dari kemarin atau minggu lalu. Dulu pernah ketika ibu saya terserang kanker, saya harus menunggu beliau di rumah sakit, di saat bersamaan ada deadline. Saya bilang ke klien akan delay satu hari karena saya tidak sedang di kantor. Jadi, sembari menemani ibu, saya tetap bekerja, itu bentuk komitmen saya,” Pramudya mengisahkan. Tantangan lain, imbuhnya, adalah mengerjakan berbagai kesepakatan berskala besar yang melibatkan banyak stakeholders. “Menyelaraskan kepentingan dengan satu pihak saja susah apalagi dengan banyak pihak, terlebih jika melibatkan regulator atau pemerintah. Belum lagi ketika deal-nya berjalan alot, namun itu sebuah tantangan yang sangat menyenangkan,” aku pecinta sushi dan nasi padang tersebut.
Ada hal penting yang Pramudya terapkan untuk menjaga keseimbangan hidup, yakni work-life integration. “Saya bersyukur selain sebagai partner hidup, istri saya juga partner saya di UMBRA. Kami memiliki passion yang sama sehingga kami sepakat harus bisa mengintegrasikan antara karir dan kehidupan pribadi. Misalnya saat leisure time, kami tidak masalah jika harus diganggu urusan kerjaan. Kami saling bahu-membahu menciptakan sebuah tim yang solid yang mana tanpanya, tidak mungkin UMBRA bisa mendapatkan pencapaian ini,” terang pria yang gemar plesiran ke Jepang itu. Pramudya mengatakan, dalam hidup ia ingin menjadi orang yang bermanfaat. “Saya suka quote dari 50 Cent, yakni ‘get rich or die tryin?’ walaupun tentunya menjadi kaya pada dasarnya hanyalah sebuah ekses yang akan datang dengan sendirinya ketika kita memberikan hasil dan jasa yang terbaik, being a master crafstman. Jangan terlalu fokus pada seberapa banyak uang yang kita dapat karena uang cukup dinikmati sebagai sarana bukan tujuan akhir. Kepuasan terbesar saya justru datang ketika klien puas akan hasil kerja kami. Saya ingat salah satu dari mereka pernah bilang, ‘saya berterima kasih kepada Bapak untuk selamanya’. Bagi saya, ini priceless,” terangnya.
Pramudya menuturkan obsesinya, “Selain menjadikan UMBRA law firm nomer satu di Indonesia, saya juga ingin menulis tentang sushi guide yang tak hanya mengulas tentang rasa kuliner khas negeri sakura itu, tapi juga beragam kisah inspiratif dari para chef di berbagai restoran Jepang yang melakoni profesinya dengan sangat passionate serta tak pernah letih mencoba hal-hal baru.” Pramudya juga berharap suatu hari nanti akan menjadi hakim agung atau hakim konstitusi karena ia memiliki ketertarikan terhadap institusi yudisial. “Saya sangat kagum dengan Supreme Court di Amerika. Di sana mereka bisa melahirkan putusan yang berkualitas, pikiran yang mendalam, dan menciptakan teori penafsiran hukum yang beragam. Saya merasa inilah sesuatu yang suatu hari bisa saya terapkan di Indonesia,” jelasnya. Memang, Disertasi Pramudya sendiri berfokus pada teori interpretasi hukum, khususnya hukum Islam dengan menggunakan pendekatan ekonomi yang menjadi kekhasan University of Chicago Law School.
Ketika ditanya legacy yang akan Pramudya berikan dalam dunia hukum Indonesia, ia menjawab ingin mengembangkan Economic Analysis of Law di Indonesia. Ia menerangkan, “Economic Analysis of Law adalah salah satu aliran yang paling mendominasi di Amerika. Tahun 70-an, Judge Richard A. Posner, pertama kali mengembangkannya dan akhirnya dalam periode kurang lebih 30 tahun, beliau sukses menjadikan aliran ini sebagai aliran dominan di Amerika.” Teori tersebut, sambung Pramudya, membantu para ahli hukum untuk menganalisis hukum dan kebijakan publik dari sudur pandang ekonomi, dengan tujuan menghadirkan aturan-aturan hukum yang memberi nilai lebih bagi masyarakat dengan senantiasa mempertimbangkan biaya yang harus ditanggung oleh mereka mengingat penegakan hukum tidak gratis dan ada banyak isu kompleks yang membutuhkan kehati-hatian dalam analisis. “Rencana jangka panjang saya adalah mengembangkan aliran Law & Economics tersebut di Indonesia dalam kurun waktu sekitar 20 – 30 tahun mendatang. Kalau dimulai dari sekarang, semoga lebih cepat tercapai,” pungkas Pramudya.