Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 5): Kata Ulama tentang Jokowi

“Saya atas nama pribadi siap mendukung penuh pencalonan
Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Bukan mengatasnamakan organisasi.”
Pernyataan tegas ini diungkapkan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Muzadi di Solo, pada 7 Juni 2014 lalu.
Pernyataan mantan Ketua Umum Pengurus Besar NU ini tentunya tak lepas dari konsistensi atas ucapannya beberapa waktu lalu yang sebelumnya siap mendukung siapapun capres dan cawapres yang ada unsur NU-nya.
“Tempo hari saya menyatakan sebelum selesainya pasangan capres-cawapres bahwa saya akan memilih capres-cawapres manapun yang ada tokoh NU-nya. Ternyata sekarang yang ada adalah pasangan Jokowi-JK. Maka saya harus konsekuen terhadap apa yg saya katakan yakni saya memilih Jokowi-JK,” tegasnya kemudian.
Tapi, keputusannya itu tidak semata-mata fanatisme ke-NU-an. Lebih dari itu, ia melihat pula realitas masyarakat Muslim di Indonesia yang kebanyakan warga NU. “Siapapun tidak bisa meragukan keislaman JK, ke-NU-annya, serta integritas, visioner, dan kompetensinya dalam masalah kenegaraan. Hasil-hasil amalnya sudah jelas dalam mengatasi konflik agama, masalah Aceh dan sebagainya. Beliau berani dan tidak ekstrem. Semoga yang sependapat dengan saya melakukan pilihan yang sama, yakni Jokowi-JK,” kata Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS) itu.
Kyai kelahiran Bangilan, Tuban, 8 Agustus 1944 dan pernah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam di Malang, Jawa Timur ini mengakui bahwa dukungannya kepada Jokowi dan JK adalah dalam kapasitasnya pribadi. Tapi kalau ada orang NU yang mau mengikuti jejaknya, ia mempersilakan karena itu tergantung kepercayaan masyarakat NU pada tokohnya.
Hasyim optimis, kepemimpinan Jokowi-JK akan memberikan tempat yang baik kepada kader-kader NU terbaik untuk ikut dalam pemerintahan mendatang. Menurutnya, melihat populasi warga NU yang besar, sudah seharusnya dilanjutkan keterwakilan kader NU di pemerintahan kelak. “Kita berharap, kita doakan kita dukung, tapi juga kita titipi amar maruf,” kata Hasyim Muzadi saat tampil dalam acara pertemuan dengan JK di Royal Hotel Kuningan, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (4/6), yang juga dihadiri sejumlah kyai dan ulama.
Hebatnya, dalam acara itu, Hasyim mengajak kepada para kyai yang hadir di acara tersebut untuk memberikan dukungan nyata kepada pasangan Jokowi-JK. “Bapak-bapak yang tepuk tangan bebas menentukan, tapi kalau mendukung jangan cuma tepuk tangan, bergerak,” kata Hasyim. Suasanapun bergemuruh.
Dalam kesempatan lain, Hasyim juga memuji pasangan Jokowi-JK sebagai pemimpin yang visioner serta tidak meragukan. “Jika Jokowi dan JK pimpin Indonesia, insya Allah aman. Karena beliau berdua bukan sosok yang suka konflik. Ini penting di tengah Indonesia yang guncang, maka diperlukan kejujuran dan ketegasan,” ujarnya saat menerima kunjungan JK di pondok pesantren Al Hikam di Jalan Juragan Sinda, Kelurahan Kukusan, Beji, Depok, Jumat (23/5/2014) siang.

“Dalam waktu yang akan datang akan banyak (dukungan Nahliyin) ke Jokowi setelah ada klarifikasi ini karena sebelumnya warga kaget tentang latar belakang Jokowi yang simpang siur,” ujar Hasyim di Pondok Gede, Jakarta, Rabu (29/5/2014).
Ia melanjutkan, video yang diunggah JK yang berisi video Jokowi yang sedang menjadi Imam sholat maghrib bukan bagian dari komoditas politik.
“Mungkin itu bukan komoditas tapi cuman klarifikasi saja karena habis dicurigai tidak salat. Oleh karenanya jangan di mulai. Jadi itu saya kira klarifikasi saja,” ujar Hasyim. Karena itu ia mengatakan sebaiknya isu mengenai latar belakang agama Jokowi segera dihentikan karena tidak benar. “ Harus berhenti, tidak boleh itu karena sudah kelihatan yang benarnya,” ujar Hasyim.
Lalu, bagaimana dengan sedikitnya partai Islam yang mendukung Jokowi-JK ? mendapat pertanyaan ini, Hasyim kembali tegas mengajak warga NU tidak memilih capres dan cawapres hanya karena melihat banyaknya kelompok Islam yang mendukung.
“Dalam memilih calon pemimpin yang dilihat bukan banyaknya kelompok Islam yang mendukung melainkan keluhuran ajaran Islam yang diamalkan,” ujar Hasyim di depan ratusan muslimat NU Rabu, (29/5/2014).
“Tidak ada pengaruhnya, yang kita dukung adalah yang dapat mengamalkan Ahli Sunnah Waljama’ah,” ujar Hasyim.
Nah, dari dua pasangan calon pemimpin ini ia lebih mempercayai JK untuk dapat mengamalkan ajaran Ahli Sunah Waljamaah. “Saya lebih sreg menitiskan Ahli Sunnah Waljama’ah ke JK, karena yang kita harapkan bukan banyak kelompok Islam melainkan keluhuran ajaran Ahli Sunnah Waljama’ah,” ujar Hasyim.
Penegasan itu ia sampaikan kembali dalam acara Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) muslimat NU bahwa pasangan Jokowi-JK adalah representasi NU. “Jusuf Kalla adalah tokoh NU yang sesungguhnya, JK dapat mengamalkan ajaran ajaran NU,” tegas Hasyim Rabu (29/5/2014) di Pondok Gede, Jakarta.
Salah satu amalan NU yang diterapkan JK adalah meredam dan menghilangkan konflik dan kekerasan terutama yang terjadi di dalam negeri. “Sosok dan salah satu prestasi JK adalah dapat menghilangkan konflik dan bukan mencari-cari konflik, sehingga sangat cocok apabila memimpin negara Indonesia yang majemuk,” Hasyim menandaskan.