Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 5): Kata Ulama tentang Jokowi

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 13 June 2014
Naskah: Sahrudi, Foto: Istimewa

Ketika banyak orang mempertanyakan kadar keislaman capres Joko Widodo, mantan Rektor Universitas Al Khairaat, Palu, Faisal Mahmud, hanya tersenyum kecil.

Pasalnya, ia memahami bagaimana Jokowi mempraktikkan syariat keislamannya. Pemahaman itu muncul ketika Faisal yang juga mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, ini kerap mengikuti perjalanan kampanye Jokowi ke beberapa tempat. “Ternyata Jokowi itu kalau mau sholat selalu diam-diam,” ujarnya.


Ia menceritakan salah satu pengalamannya ikut dalam rombongan Jokowi ketika melakukan perjalanan ke Pasar Klewer, Solo belum lama ini. “Ketika itu waktu sudah masuk sholat Ashar, tiba-tiba beliau memasuki masjid untuk sholat, nggak bilang-bilang sama rombongan yang lain, beliau sholat ya sholat saja.

Kita mengikuti,” beber pria yang lahir di Poso, 4 April 1965 ini. Waktu sholat itu, cerita Faisal, ternyata Jokowi melakukan juga sholat sunah Qobliyah dan sholat sunah Ba’diyah. Sholat Qobliyah dan Sholat Ba’diyah adalah Sholat sunat Rawatib sebelum atau sesudah Sholat wajib (Sholat Fardhu). Sholat sunah ini sangat dianjurkan oleh Nabi Muhamaad SAW untuk dikerjakan sebagai Sholat amalan tambahan yang sangat baik.

“Saya melihat betul, beliau itu paham adanya sholat Qolbiyah dan Ba’diyah, dan itu dilakukan sebelum dan sesudah sholat, karena itulah saya berani mengatakan bahwa beliau itu memang hidup dalam suasana keislaman yang baik,” Faisal menggambarkan.

Tipikal Jokowi yang tak pernah mau memamerkan ibadahnya itu, dinilainya sebagai pencerminan sikap muslim yang memahami bahwa ibadah adalah urusannya dengan Allah SWT. “Tidak perlu teriak-teriak bahwa saya sholat, tapi cukup dilaksanakan saja. Jadi tak pernah menjadikan sholat atau semangat keislamannya sebagai sebuah pencitraan,” tegas suami dari Hj. Hilda R. Suaib ini.

Karena itu juga, mantan Wakil Ketua Satkar Ulama Indonesia ini tak heran kenapa Jokowi tak pernah menonjolkan keluarganya yang memang sudah Islam sejak lahir. “Coba, siapa yang meragukan keislamannya? Mari kita lihat, kakeknya, ayahnya, ibunya, istrinya, anak-anaknya semua Islam. Ayah, ibu, Istri dan beliau sendiri kan sudah haji. Banyak yang tahu kok, kenapa mereka diam, kenapa mereka harus memutarbalikan fakta itu?” Faisal balik bertanya.

Karena itu ia sangat menyayangkan jika isu keislaman Jokowi ini menjadi ‘peluru’ untuk menyerang Jokowi. Padahal mereka yang selama ini mengenal Jokowi tahu bahwa Jokowi itu Islam. “Saya berharap, dalam pemimpinan presiden ini mari bermain fair. Jangan mainkan isu SARA. Sebaiknya juga, harus ada itikad dari para capres yang bersangkutan untuk mengingatkan tim suksesnya untuk tidak bermain dengan isu SARA, bertarunglah dengan pemikiran, konsep, dan program, kemudian biarkan rakyat yang menilai dan pada saatnya siapa yang akan dipilih,” imbau mantan pengurus Nahdlatul Ulama ini.

Karena itulah, ia bersama sejumlah eksponen organisasi Islam mendeklarasikan Komunitas Keluarga Besar Pencinta Kabah mendukung pasangan calon Joko Widodo dan Jusuf Kalla memenangi pemilihan presiden 2014.

Organisasi yang beranggotakan aktivis Islam lintas kampus, mahasiswa, pergerakan pemuda, dan kiai kampung, serta gabungan dari aktivis organisasi sayap dari sejumlah parpol Islam yang aspirasinya tak tertampung karena pilihan parpol. Diketahui, sejumlah tokoh yang tergabung dalam komunitas ini antara lain, Sekretaris Dewan Pertimbangan DPP PPP Lukman Hakim Hasibuan, Ketua MUI DKI Jakarta Hamdan Rasyid, Pimpinan Forum Majelis Talim Jabodetabek Habib Noval, dan mantan Sekretaris NU Banten Mahfud Abdullah.

“Komunitas ini untuk mewadahi para aktivis dari sejumlah organisasi sayap partai Islam yang mendukung pasangan Jokowi-JK,” katanya.

Sekitar 1700 orang anggota yang mendeklarasikan gerakan relawan ini, meminta empat poin aspirasi. Pertama, meminta pasangan Jokowi-JK untuk membentuk Kementerian Haji dan Wakaf di luar Kementerian Agama. “Agar pengelolaan haji dan ibadah haji dikelola tranparan akuntabel dan profesional,” ujarnya.

Dia berharap dengan dibentuknya kementerian itu biaya haji setiap tahun bisa turun. Bahkan, komunitas ini mendorong pemerintah untuk membangun pemondokan haji di Mekah. “Pembangunan pemondokan ini merupakan kunci menekan biaya haji,” katanya.

Kedua, komunitas juga meminta kurikulum sistem pendidikan memberikan titik berat pada pendidikan budi pekerja. Sejak reformasi, lanjut Faisal, ia melihat pendidikan budi pekerti terabaikan, baik di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas.

Ketiga, pemerintah memberikan perhatian lebih pada pengembangan pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. “Ponpes selama ini bekerja sukarela dan dikelola secara tradisional,” katanya.

Keempat, mereka berharap lulusan madrasah diperhatikan untuk bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan siswa yang di sekolah umum dalam mendapatkan beasiswa ke perguruan tinggi negeri.
“Saya yakin, dengan kesungguhan dan niat yang baik serta komitmen yang luar biasa dari pasangan Jokowi-JK ini aspirasi kami akan dapat diwujudkan, karena ini adalah untuk kepentingan bangsa dan negara juga,” tegasnya.