Dodi Reza Alex Noerdin The Rising Star dari Parlemen

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 22 October 2015

Keseriusannya menjadi wakil rakyat dituangkan dalam ungkapannya saat Men’s Obsession menanyakan kiprahnya dalam tahun pertama keanggotaannya di periode ke-2 keanggotaannya sebagai wakil rakyat ini. Ia juga banyak menceritakan berbagai hal terkait dengan aktifitas dan kiprahnya selama ini. Berikut petikan wawancaranya :

Bisa dijelaskan bagaimana kiprah Anda di periode ke-2 sebagai wakil rakyat?
 Ini amanah yang luar biasa berat, kita mewakili suara satu orang saja, tanggung jawabnya dunia-akhirat, sedangkan ini 220ribu suara rakyat tiap yang saya wakili sehingga apapun ucapan dan tindakan saya, harus selaras dengan apa yang diinginkan masyarakat.

Pencapaian dalam setahun di Komisi VI?
Dari segi legislasi, sekarang kita sedang menyusun RUU yang baru yaitu RUU BUMN No. 19 tahun 2003 dan juga perubahan RUU atas UU tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Jadi ini yang sedang kami godok.

Dari pengawasan?
Ada beberapa isu juga yang selama ini menjadi motor di Komisi VI untuk akhirnya kita berikan semacam guidance kepada pemerintah, seperti industri mobil nasional, saya mengatakan mobil nasional ini bisa dikembangkan asal memenuhi beberapa syarat, seperti pemakaian kandungan lokal dalam negeri, pembukaan lapangan kerja, ada transfer know how dan lain sebagainya. Ini harus business to business bukan business to government supaya tidak terjadi priviledge. Alhamdulillah ini sudah dilakukan oleh pemerintah.

Ada isu faktual lain, seperti soal kereta cepat Jakarta-Bandung yang menjadi bagian dari Komisi Anda, bagaimana pandangan Anda?
Disitu, saya juga memberikan guidance kemarin pada saat rapat dengan Menteri BUMN, pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 23 perusahaan BUMN, salah satu klausul yang saya minta kepada Menteri BUMN, yaitu tidak ada sepersen pun uang dari Negara itu digunakan untuk pembangunan kereta cepat baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena ini adalah kerjasama antara business to business dan Jokowi juga sudah mengatakan tidak ada uang sepeser pun dari APBN untuk pembangunan kereta cepat. Jadi kami mengawasi, lebih baik uangnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, membangun jalan tol, pelabuhan, percepatan pembangunan infrastruktur, untuk penguatan ketahanan pangan, membangun bendungan, irigasi, pembenihan, pembibitan, kita bikin jalan tol laut, memperkuat ketahanan energi, membangun kilang baru, membangun
pabrik smelter dan juga penguatan pembangunan KUR.

Itu parameter yang Anda susun?
Ya, karena kebetulan pada waktu itu saya yang ketok palunya untuk dijadikan guidance bagaimana uang PMN itu bisa digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan kemaslahatan masyarakat banyak. Itu dari segi pengawasan, kami tidak hanya melakukan yang regular saja, tapi isu faktual kami juga masuk.

Belakangan ini ramai kasus Pelindo, yang juga menjadi bagian dari Komisi VI?
Ya, mengenai Pelindo, itu berawal dari Komisi VI yang menemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap UU. Kami bentuk Panja untuk masalah korporasinya yang merupakan tanggung jawab dari kami selaku pengawas, tapi kalau ada pelanggaran hukum, itu kita serahkan ke penegak hukum. Jadi kita menempatkan bekerja di parlemen ini secara proporsional, kita bekerja secara professional, ada dasar untuk kita melakukan sesuatu. Jadi Negara tidak gaduh.

Ada rambunya ya?
Benar, saya selalu membuat rambu-rambu di Komisi VI agar kita bekerja bisa berdasarkan proporsionalitas, objektivitas, dan juga aspirasi masyarakat. Itu yang kita kerjakan. Jadi, ada beberapa hal selama setahun ini yang kami dorong di Komisi VI. Salah satunya adalah percepatan pembangunan infrastruktur. Kita lihat sekarang di Sumatera sedang dibangun jalan tol trans Sumatera mulai dari Bandar Lampung, Palembang, Jambi hingga ke Aceh. Karena yang mengerjakan adalah BUMN, maka Komisi VI juga yang mendorong dan meng-approve apa yang dilakukan pemerintah. Kalau kita melihat bahwa ini tidak tepat sasaran, kita meminta ini dialihkan. Jadi ada jalan tol yang tidak prioritas dan ada juga yang prioritas, itu peran komisi.


Jadi banyak hal yang sudah dilakukan oleh kami dan saya pribadi sebagai wakil dari masyarakat. Tapi tentu masih banyak yang harus dilakukan kembali. Dan saya secara pribadi juga harus melakukan sesuatu agar pada saatnya, 5 tahun ini selesai. Kita semua dapat merampungkan tugas ini dengan baik.

Kedua RUU itu sudah masuk Prolegnas?
Sudah dan kita sudah bentuk Panja dan kita sudah mengumpulkan daftar inventaris dari setiap fraksi untuk kita bawa dan nanti akan kita sandingkan di Baleg (Badan Legislasi). Tadinya mau akhir tahun selesai tapi ternyata agak delay karena kita harus mengundang masukan dari semua pihak. Ada dari KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha), pakar-pakar akademisi dari universitas, dan pelaku di masyarakat. UU BUMN mau kita ubah karena selama ini BUMN kadang membentuk anak usaha, dan anak usaha ini tidak termasuk di dalam peraturan dari keuangan Negara sehingga bebas untuk melakukan aksi-aksi korporasi tanpa diawasi oleh Negara dengan berdalih ini tidak termasuk di dalam penggunaan keuangan Negara. Inilah yang mau kita ubah sehingga nantinya anak usaha, cucu usaha, maupun cicit usaha semua masuk di dalam ketentuan dari keuangan Negara sehingga ini bisa kita awasi penggunaannya. Itu salah satu poin penting dari UU BUMN.

Kemudian mengenai UU Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, bagaimana?
Ini juga kita akan membenahi kembali persaingan usaha di Indonesia. KPPU yang bekerja siang malam melawan kartel harus lebih diberdayakan. Dia komisi, sama dengan KPK. Bedanya KPK super body. Kita inginnya KPPU ini punya power yang lebih kuat tetapi tetat terkontrol, gak kebablasan. Jadi, kita ingin KPPU punya penyidik sendiri, menuntut dan memberikan  ke penegak hukum. Ini 2 hal yang akan kita angkat, tentu banyak kaitannya dan kembangan dari pasal-pasal tersebut. Semua ini yang sedang kita masukkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), ada sekitar 17 poin yang kita rangkum, satu persatu bisa dilihat di masing-masing RUU itu.


Memang tak bisa dipungkuri UU ini banyak yang melibatkan pelaku-pelaku yang selama ini tidak tersentuh oleh UU tersebut, tapi ingin agar kepentingannya tidak terganggu. Sehingga bisa melalui pressure group, melewati NGO. Banyak kontroversi dan debatnya sehinnga menjadi panjang prosesnya. Tapi saya pikir, kita lihat dulu tujuan dari UU ini apa? Kalau tujuannya memang benar dilakukan, saya kira gak perlu berjalan lama dan prosedurnya harus sesuai dengan UUD. Kalau tidak pada saat ini diundangkan menjadi lembar Negara nanti diuji di MK gugur lagi. Percuma kita kerja 1-2 tahun. Artinya, pertama ini tujuannya harus sesuai dengan UU tersebut sehingga apapun ada kepentingan kiri-kanannya, kita pakai kacamata kuda saja dan fraksi kita kompak.

Oh, ya, apa Pesan dan harapan Anda terhadap Hari Parlemen Indonesia?
Parlemen Indonesia ini, saya melihat sangat prihatin. Kok lembaga parlemen yang seharusnya terhormat malah seperti menjadi bulan-bulanan saja. Di luar mengatakan seluruh kebijakan di parlemen ini sepertinya salah semua, seluruh apa yang di statement dari parlemen salah semua. Kesekjenan yang notabene pegawai negeri, sekretariat jenderal DPR RI yang bertugas kesekretariatan. Dia yang belanja, tapi kita yang disalahin. Dia melengkapi kantor, mengisi isi rumah jabatan anggota. Dalam isu pembelian kasur misalnya untuk 5 tahun, wajar lah. Ini kan rumah dinas. Setiap 5 tahun anggota ganti yang baru. Pasti mau diganti kasur baru dong? Kesekjenan pun inisiatif membeli kasur yang baru. Tapi tiba-tiba berita di Koran, anggota DPR sibuk mikirin tidur beli kasur. Saya pikir kalau inisiatif anggota DPR juga wajar-wajar saja, khan rumah jabatan.

Jadi apa yang salah?
Yang salah dari semua ini, ternyata benang merahnya adalah ada beberapa anggota DPR yang salah dan ketahuan salah. Apakah melakukan tindakan yang tidak baik, tercela lalu di blow up sehingga itu merusak lembaga secara keseluruhan. Padahal, DPR ini adalah lembaga yang sangat dibutuhkan oleh Negara. Kalau ada sesuatu yang membutuhkan pembelaan dari DPR, masyarakat semuanya dan media juga bilang DPR harus bersikap, artinya masih dibutuhkan.


Sekarang saya melihat kalau kita bicara atas nama rakyat, kami dipilih oleh rakyat, tapi memang di DPR ada anggota yang kurang paham tugas pokoknya. Sekarang yang terpenting adalah revolusi internal di DPR, harus dilakukan dalam bentuk penguatan terhadap anggota-anggota DPR RI. Mereka adalah orang-orang terhormat, mereka punya suara, harus diberikan penguatan dalam semua segi. Kalau kita bicara misalnya dalam hal produktivitas membuat UU, kami ini kan bukan manusia super. Kami juga perlu ada support, guidance, ada penguatan dari tenaga ahli, dari staf yang bisa membuat kami bisa bekerja lebih produktif kalau misalnya nanti ada penguatan dari SDM di anggota DPR. Semua ini harus dilakukan secara sistematis, prosedur, administrasinya baik sehingga parlemen ini menjadi parlemen yang modern. Bukan hanya terhormat tapi memang anggotanya sudah dibekali dengan capacity building yang baik, bagaimana How to become a member of parliament?

Anggota  parlemen ini disebut honorable (yang terhormat) ya, artinya harusnya ia  menjadi anggota parlemen yang bisa bekerja dan dihormati oleh masyarakat karena kerjanya bukan karena statusnya?
Betul, harus dihormati karena kerjanya. Bukan hanya menghadiri sidang paripurna, tapi di luar itu kami juga kerja. Reses kami kerja, membuat UU kami kerja, menerima pengaduan dari masyarakat di dapil kami kerja, membawa nama DPR ke luar negeri dalam fungsi diplomasi parlemen juga merupakan kerja. Itu semua harus dinilai sehingga nantinya lembaga ini bisa dilihat oleh masyarakat menjadi terhormat. Ini memang tidak mudah dan perlu dibuat reformasi internal secara bertahap. Menurut saya, yang dilakukan oleh Ketua DPR kita, dan pimpinan-pimpinan yang lain, saya kira ini track-nya sudah benar. Dan juga, yang menjadi anggota DPR kan banyak pula yang terdidik. Mereka tokoh di daerahnya, mereka punya pendidikan tinggi sehingga lembaga ini bisa cepat menjadi lembaga yang terhormat. Jadi, dalam rangka hari parlemen ini harus menjadi momentum bahwa ini adalah perubahan dari paradigma lembaga wakil rakyat bukan hanya karena statusnya, tapi harus kita yakini inilah momentum menjadi lembaga yang terhormat dan diinginkan masyarakat karena kinerja, performance-nya dan niscaya kami layak untuk itu karena memang mendapat amanah dari rakyat dan bekerja dengan baik.

Pandangan Anda atas pencapaian dari parlemen selama setahun?
Kita belum bisa menilai secara komprehensif karena ini baru setahun. Kalau pun berdasarkan indikator UU yang dihasilkan, kadang-kadang di awal agak lambat. Jadi, kita harus melihat ini secara keseluruhan tapi up to know dengan apa yang sudah dilakukan. Saya kira we are on the right track, kita bisa menjadi mitra pemerintah yang kritis, gak harus buat gaduh. Yang analitik, yakni menganalisa setiap kebijakan pemerintah. Kita juga mitra yang membangun, dalam arti, kalau memang kebijakan pemerintah ini bagus, ya kita support. Presiden  misalnya, Jokowi membangun jalan pelabuhan, bagus. Tapi kalau misalnya ada kebijakan yang bisa kita pertanyakan, ya kita analisa terlebih dahulu. Contohnya kereta cepat Jakarta-Bandung, bagus gak? Uangnya gimana? Kemampuan financial kita mampu gak? Di saat ekonomi sedang melambat ini gimana? Kemudian China masuk dengan memberikan pinjaman,  itu nanti kick back-nya apa? Kan there is no free lunch in this world. Jadi pastinya ada sesuatu, maka sanggup gak BUMN kita ini keep up dengan itu. Jangan sampai BUMN kita itu yang dirugikan. Jadi kemampuan analisa, memberikan respon yang kritis dengan dibarengi dengan penguatan terhadap kebijakan pemerintah yang betul-betul baik, saya kira itu fungsi parlemen. Penilaian secara keseluruhan ini nanti setelah 5 tahun baru kita lihat. Namun kalau selama setahun, saya bicara di Komisi saya. Tentunya kita juga bertanya balik, dalam setahun di parlemen, pemerintah dan kementerian ini ngapain? Sejauh mana janji presiden sudah diwujudkan pada saat dia berpidato pertama kali. Kita juga di parlemen ngukur, gak main asal serang saja. Apa saja kebijakan, di parlemen kita anggap jelek. DPR dan pemerintah seharusnya bersama-sama agar kita selaras tujuannya apa. Jadi pada saat 5 tahun kedepan, kita bisa lihat pemerintah membuktikan parlemen bagaimana?

Bisa dijelaskan kendala yang Anda hadapi saat memimpin Komisi VI?
Sebenarnya tak ada kendala yang berarti, saya enjoy saja. Kalau di DPR, artinya selama kita masih bisa merangkum aspirasi dari teman-teman, pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan mereka untuk kita rumuskan, atur lalu lintasnya sehingga menjadi kebijakan komisi, itulah seni dari berpolitik. Bagaimana menyatukan dari seluruh kepentingan-kepentingan politik yang ada di masing-masing anggota dalam arti yang positif, kemudian kita meramunya dalam suatu kebijakan dan kesimpulan dari komisi untuk dibawa ke mitra pemerintah. Saya gak ada kendala dalam bekerja dengan teman-teman, baik di Komisi maupun di luar komisi. Dan saya berkawan bukan hanya di komisi tapi juga di fraksi lain, badan-badan lain. Bahkan beberapa kali, saya juga menjadi wakil dari DPR sebagai ketua delegasi yang lintas fraksi dan komisi, melakukan kunjungan resmi ke badan-badan dunia, misalnya ke WTO, ke PBB, dan macam-macamnya. Saya kira tak ada masalah dan baik-baik saja.

Apa, target Anda sebagai pimpinan Komisi?
Menurut saya, kita lebih produktif saja. UU, alhamdulilah sudah di Prolegnas. Pengawasan lebih kritis dan tajam serta konstruktif. Jadi tak hanya mengkritik saja, tapi ada solusinya. Kemudian, mudah-mudahan komisi VI menjadi komisi yang baik dalam segi pencapaian, produktivitas, kekompakan, dan kinerja. Saya ingin menjadikan komisi VI ini, kalau orang melihat, ini adalah komisi yang diinginkan oleh warga masyarakat maupun pelaku usaha. Aspirasi mereka itu bisa disampaikan dan diperjuangkan. Komisi VI menjadi komisi yang intelek, modern, smart, dan sangat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan segala kebijakannya. Bukan komisi yang hanya membuat gaduh. Komisi yang lain juga memiliki tanggung jawab dan tugas yang luar biasa, tapi kalau kita bisa menunjukan kepada masyarakat luar, gini loh kerja kita, seperti ini harusnya. Penguatan DPR ini pertama harus dimulai dari para anggotanya, kemudian dari alat kelengkapannya, dan komisi-komisinya. Dengan demikian, DPR ini otomatis akan terbentuk menjadi lembaga yang terhormat.