Search:
Email:     Password:        
 





Menteri BUMN Dahlan Iskan "Perusahaan Negara tak Mungkin Bersaing dengan Swasta"

By content (Administrator) - 07 May 2013 | telah dibaca 3233 kali

Apa saja BUMN yang sebelumnya mati suri, bisa diselamatkan atau yang tidak sehat menjadi sehat dan sebagainya?
Seperti PT. Pabrik Kertas Leces, di Probolinggo, Jawa Timur. Perusahaan itu sudah lama mati suri dengan menanggung hutang milyaran rupiah, baik dari rekanan atau pihak ketiga, ataupun beban gaji karyawannya yang tidak terbayar. Alhamdulillah, setelah diadakan pendekatan, dicari solusi untuk mengatasinya, akhirnya perusahaan itu jadi sehat dan sekarang mulai bisa berkembang, dan mulai bisa melunasi hutang-hutangnya. Demikian juga Batan Tekno, perusahaan bidang tenaga nuklir, yang sebelumnya juga sudah mati suri, kini mengalami perkembangan yang sangat pesat setelah direksi barunya berhasil menemukan teknologi pengayaan uranium tingkat rendah yang menghasilkan produk namanya Radioisotop. Produk ini sangat diperlukan oleh rumah sakit. Sekarang ordenya sudah mencapai Rp 2,2 triliun/tahun. Bahkan, dengan keberhasilan itu, Batan Tekno menjadi satu-satunya perusahaan di dunia yang berhasil melakukan pengayaan uranium tingkat rendah untuk menghasilkan Radioisotop. Beberapa Negara juga memproduksi Radioisotop, tetapi dengan pengayaan uranium tingkat tinggi. Ini sangat berbahaya, perlu usaha penyelamatan dengan teknologi tinggi. Ke depan, Badan Energi Nuklir Internasional hanya membolehkan pengayaan uranium tingkat rendah, tidak boleh lagi melakukan pengayaan uranium tingkat tinggi.

Selain itu, perusahaan BUMN apalagi yang bisa dibanggakan perkembangannya?

Pabrik Gula. Hampir seluruh pabrik gula milik BUMN sejak setahun yang lalu mengalami perkembangan yang sangat membanggakan. Dulu pabrik-pabrik gula itu keadaannya kumuh, produksinya rendah, para petani banyak yang enggan menanam tebu, karena hasilnya tidak ada. Bahkan, mereka mengalami kerugian yang tidak sedikit. Sejak musim giling tahun lalu, pabrik-pabrik gula itu meraih keuntungan yang sangat besar. Biasanya, mereka meraih keuntungan hanya puluhan milyar. Pada musim giling tahun lalu, mereka meraih keuntungan hingga ratusan milyar. Para petani pun bergairah lagi menanam tebu, setelah mereka merasakan manisnya tebu. Insya Allah, musim giling tahun ini, produksi pabrik gula akan mengalami kenaikan lagi yang sangat signifikan. Insya Allah

Ada yang menilai, Bapak mulai masuk pada ranah tugas-tugas yang menjadi Tupoksi Kementerian Pertanian. Seperti membuka lahan 100 ribu hektar untuk tanaman padi,  melakukan penggemukan sapi, mengembangkan tanaman buah tropis, berusaha mengganti gandum dengan tanaman sorgum dan lainnya. Tanggapan Bapak?

Itu penilaian yang tidak benar. Saya sama sekali tidak berusaha merebut Tupoksi Kementerian Pertanian. Sebagai Menteri BUMN, saya bertugas memajukan perusahaan-perusahaan pelat merah itu, termasuk mencarikan peluang-peluang bisnisnya. Kita semua kan tahu, selama ini kita selalu impor beras dari negara lain. Sebagai pengusaha, saya melihat ini potensi pasar yang sangat besar. Maka, saya gerakkan BUMN-BUMN yang terkait dengan penanaman padi agar menghasilkan beras, sehingga bisa memenuhi kebutuhan pasar. Demikian juga dengan kebutuhan gandum. Selama ini kita selalu impor gandum jutaan ton setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kita yang suka makan mie, roti, dan sebagainya, yang bahan bakunya gandum. Ini peluang pasar yang sangat besar. Saya bahas masalah ini, bagaimana caranya mengganti gandum itu, karena konon di Negara kita gandum tidak bisa tumbuh dan berkembang. Akhirnya ditemukan, pengganti gandum adalah sorgum. Maka, saya dorong BUMN yang ada untuk mengembangkan tanaman sorgum. Insya Allah, tahun ini atau tahun depan, sorgum sudah bisa menggantikan gandum, meski baru sebagian kecil. Artinya, impor gandum mungkin masih akan terus, tetapi sorgum akan berkembang terus juga, sehingga suatu saat nanti, kita tidak perlu lagi impor gandum.

Untuk pengembangbiakan atau penggemukan sapi, bagaimana?
Itu pun juga karena adanya peluang pasar di dalam negeri yang sangat besar. Selama ini kita impor daging terus. Padahal, Negara kita punya potensi yang sangat besar untuk pengadaan sapi. Lagi-lagi saya menganggap itu sebagai peluang bisnis dengan nilai impor hingga triliyunan rupiah. Apa peluang itu akan kita lepaskan begitu saja? Sangat sayang sekali.

Sejauh mana perkembangan pengembangbiakan dan penggemukan sapi yang ditangani BUMN sampai saat ini?
Perkembangannya sangat bagus. Semula saya berusaha mengintegrasikan penggemukan sapi itu dengan perkebunan kelapa sawit milik BUMN di Jambi. Karena saya lihat, banyak pelepah kelapa sawit itu dibuang begitu saja di sela-sela tanaman sawit. Saya tanya kepada Direksi PTP Kelapa Sawit itu, bagaimana kalau pelepah sawit itu dijadikan makanan sapi? Sehingga di perkebunan sawit ini juga dikembangkan penggemkan sapi. Direksi itu mengatakan sangat bagus. Maklum, mereka juga banyak sarjana pertanian dan sarjana kehewanan. Tetapi, untuk lebih pastinya, saya mencari informasi dari sarjana kehewanan yang memang ahli dalam penggemukan sapi. Ternyata mereka sangat mendukung. Akhirnya kita jalankan usaha itu. Jadi, pelepah sawit itu digiling atau di-juice sebagai makanan sapi. Dan, kotoran sapi serta air kencingnya dijadikan pupuk kandang. Hasilnya cukup bagus. Sapinya gemuk-gemuk dan produksi sawitnya bagus juga. Tetapi, di sini timbul masalah, karena kita kesulitan mencari anakan sapi atau pedet, sehingga perkembangannya tidak seperti yang kita harapkan. Meski demikian, usaha itu jalan terus.

Bukankah BUMN juga membuka peternakan sapi di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur? Bagaimana perkembangannya?
Betul, kita memang buka peternakan sapi di Sulsel dan NTT. Kita tugaskan PT. Berdikari khusus menangani peternakan sapi itu. Kita buka lahan sekitar 6.000 hektar di Sulsel dan 6.000 hektar di NTT. Perkembangannya sangat bagus.

Apakah usaha-usaha itu bisa menjadikan Negara kita bisa swasembada pangan?
Untuk swasembada daging, kayaknya masih belum tahun ini. Tetapi, untuk dua tahun ke depan, insya Allah bisa tercapai. Untuk swasembada beras, insya Allah tahun ini atau tahun depan akan tercapai. Demikian juga untuk kedelai, jagung atau mungkin juga gandum yang akan kita atasi dengan sorgum.

Sepertinya Bapak sangat optimis akan tercapainya swasembada beberapa komuditi itu?
Untuk swasembada beras, insya Allah tahun ini tercapai, meski pencetakan sawah yang kita lakukan baru 50 ribu hektar di Ketapang, Kalimantan Barat. Target saya, pencetakan sawah 100 ribu hektar tahun 2015. Tetapi, beberapa minggu yang lalu, saya kedatangan tamu dari Bioteknologi Pertanian ITB (Institut Teknologi Bandung). Mereka membawa konsep menanam padi cara SRI (System of Rice Intensification). Dari uji coba yang telah mereka lakukan sejak tahun 2008, ternyata hasilnya luar biasa. Per hektar bisa menghasilkan secara normal, antara 10 hingga 12 ton/hektar. Padahal, penanaman padi secara kovensional yang dilakukan oleh petani kita, hasilnya hanya 3 ton hingga 4 ton/hektar. Penanaman padi secara mekanis di Ketapang, hasilnya 5,25 ton/hektar. Dengan SRI, hasilnya bisa dua kali lipat lebih. Ini kalau kita kembangkan, insya Allah swasembada beras bisa segera tercapai.

Kenapa cara SRI itu tidak dikembangkan untuk komoditas pertanian lainnya. Seperti untuk kedelai, jagung, sorgum atau gandum atau lainnya?
Mereka sudah melakukan uji coba untuk kedelai, jagung, dan hasilnya luar biasa. Bahkan, mereka juga melakukan uji coba untuk kelapa sawit. Hasilnya juga bagus, produktivitasnya bisa mencapai dua kali lipat. Mereka pun yakin, tanaman gandum yang katanya tidak bisa tumbuh dengan baik di Negara kita, dengan cara seperti SRI itu, bisa.

Apa sih kelebihan tanam cara SRI dengan tanam padi atau komoditas lainnya secara konvensional?
Berbeda banget. Tanam padi cara SRI itu lebih menitikberatkan pada pengolahan lahan. Mereka mengolah lahan menggunakan mikroba dengan kompos sebagai medianya. Jadi, lahan yang mau ditanami padi, ketika dibajak, langsung dikasih mikroba yang sudah bercampur kompos dari jerami, serta dikasih tetes gula atau tebu. Cara menamanya, jarak antara satu bibit padi itu dengan lainnya, paling rapat 30 X 30 cm hingga 50 X 50 cm. Dan, padi itu tidak boleh tergenang. Padi itu bukan tanaman air, tetapi butuh air. Tanaman padi cukup disiram atau disemprot setiap minggu. Tidak boleh menggunakan pupuk yang mengandung kimia sama sekali. Jadi, ini padi organik. Bagus sekali.


Add to Flipboard Magazine.

Tulis Komentar:


Anda harus login sebagai member untuk bisa memberikan komentar.

 

                          
   

Popular

Photo Gallery

Visitor


Jumlah Member Saat ini: 233250