Oleh: -

The Spirit of Continuous Improvement

Belum lama ini, Men’s Obsession berkesempatan bersilaturahmi dengan Rektor Universitas Trisakti Prof. Kadarsah Suryadi di kediamannya yang asri di Bandung, Jawa Barat. Kami disambut hangat oleh beliau dan istri. Bahkan, beliau sempat mengajak kami berkeliling rumah bergaya perpaduan konsep Mediterania dan Asia tersebut. Usai berkeliling, kami pun berbincang banyak hal, mulai dari kiprah beliau dalam membawa Usakti menjadi univeritas andal dan berstandar internasional, semangat continuous improvement yang beliau kobarkan dalam memimpin, hingga harapannya kepada pemerintah terkait peningkatan kualitas perguruan tinggi nasional di masa mendatang. Berikut petikannya. 

Dalam beberapa tahun terakhir, terlihat perubahan dan perkembangan di Usakti. Salah satunya, prestasi Prodi Magister Akuntansi dan Bisnis dan 6 prodi lainnya yang telah meraih akreditasi internasional. Adakah prodi lain yang tengah dalam proses mendapatkan akreditasi internasional?

Insya Allah akan banyak karena atmosfernya sudah dihangatkan oleh tujuh prodi yang sudah meraih akreditasi internasional. Beragam upaya sedang dan sudah kami lakukan, salah satunya berkonsolidasi dengan Badan Jaminan Mutu Usakti terkait prodi mana yang sudah siap masuk akreditasi internasional.

 

Resep apa yang Prof terapkan dalam membawa Usakti ke kancah global?

Semangat continuous improvement yang bersifat konsisten dan berkelanjutan. Misalnya, pada level institusi kami menggelar Rapat Pimpinan Plus yang dihadiri oleh rektor, para wakil rektor, serta semua dekan, sekretaris universitas dan unit terkait. 

Menariknya Rapat Pimpinan Plus tidak digelar di Rektorat Usakti, tetapi kami secara bergiliran berkunjung ke fakultas-fakultas. Kami meminta kepada dekan untuk mempertemukan dengan dosen dan tendik untuk berdialog dengan mereka. Semua curahan hati, usulan, dan solusi, kami tampung. Dan ini menjadi bahan untuk continuous improvement.

Dalam kepemimpinan, komunikasi adalah hal penting. Pemimpin dengan kemampuan komunikasi yang efektif biasanya terampil dalam seni persuasi. Selain itu, komunikasi juga mampu membangun komitmen terhadap visi institusi. Saat berkomunikasi, bukan berarti pemimpin harus terus berbicara. Ada kalanya dia juga perlu mendengarkan pendapat bawahannya. Pemimpin yang baik memiliki keterampilan mendengarkan, karena dari situ kita mendapat insight untuk melakukan continuous improvement.

 

Bicara soal pencapaian Universitas Trisakti dalam meraih prestasi di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah 3 Jakarta, dapatkah Prof memberikan wawasan lebih lanjut tentang upaya konkret yang dilakukan oleh universitas dalam mencetak prestasi mahasiswa, termasuk fasilitas dan program yang telah diterapkan?

Pertama dalam membina mahasiwa kami memiliki prinsip 4 R, yakni Rasio, Raga, Rasa, dan Religi. Rasio adalah ketika mahasiwa menimba ilmu di kampus diberi kurikulum, otaknya diasah supaya menjadi pintar. Tetapi, pintar saja tidak cukup, Raga mahasiswa harus sehat dan bugar agar bisa berkarya dengan maksimal, kami fasilitasi sarana olahraganya.

Pintar dan sehat saja tidak cukup, kalau tidak punya empati, maka muncul Rasa, kami asah melalui berbagai macam program misalnya dengan aktif melatih diri di organisasi hingga melakukan pengabdian masyarakat. Dan, tak kalah penting adalah Religi. Mahasiswa harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur agama karena semua agama mengajarkan hal yang baik. 

Selain 4 R adakah jurus jitu lain?

Tentu. Saat ini adalah era Revolusi Industri 4.0, era persahabatan dan kolaborasi. Saya memiliki kebijakan 1 dosen minimal memiliki 1 network akademisi dan 1 network industri. Bukan tanpa alasan, perguruan tinggi maju bukan karena pemimpinnya, tetapi karena dosen dan mahasiswanya punya sahabat. Alhamdulillah mereka punya networking baik dari dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, Usakti ikut maju.

Sangat penting bagi kami menyiapkan mahasiswa untuk masuk ke dalam dunia lapangan kerja. Oleh karena itu, sebisa mungkin kami mendekatkan mahasiswa ke dunia lapangan kerja. Kami juga punya alumni yang hebat-hebat, yang membantu menjembatani kampus dengan dunia lapangan kerja.

 

Dengan latar belakang spesialisasi di bidang Business Process Analysis and Improvement, apakah ada inovasi atau langkah konkret yang telah diambil Universitas Trisakti untuk meningkatkan efisiensi proses bisnisnya?

Setiap awal tahun anggaran setiap fakultas dan unit-unit lainnya membuat rencana kerja anggaran tahunan. Ternyata, kalau semua dilaksanakan bisa defisit. Lantas, langkah yang saya terapkan adalah Vital, Essential, Support atau yang disingkat dengan VES. Vital merupakan program yang jika tidak dijalankan akan memengaruhi hidup matinya universitas. Essential merupakan program yang jika tidak dibiayai dalam jangka menengah akan berpengaruh terhadap universitas. Sementara, Support adalah kegiatan yang bila tidak dijalankan tidak akan berpengaruh terhadap universitas. Maka saya bilang, S (Support) ini coret. Alhamdulillah cukup untuk membiayai operasional perusahaan. Yang saya lakukan untuk efisiensi adalah proses bisnis dalam penganggaran. Simpel, tapi manjur. 

 

Bagaimana pandangan Prof terhadap peran teknologi dalam mendukung pengembangan sistem manajemen kualitas dan pengambilan keputusan di lingkungan perguruan tinggi, terutama di era digital ini?

Saat ini adalah era digital online learning. Namun, secara psikologi kalau kita tidak menerapkan tatap muka, kualitas mahasiswa yang didapat akan berbeda, maka muncullah konsep blended learning di pendidikan jarak jauh (PJJ).

Tetapi walaupun di PJJ diterapkan blended learning, harus mengantisipasi kendala yang mengganggu proses belajar dan mengajar. Oleh karena itu, di Dewan Pendidikan Tinggi, kebetulan saya adalah Sekertaris Dewan Pendidikan Tinggi, kami tengah mengkaji bagaimana melakukan pengendalian kualitas berbasis online PJJ. 

Pertama, infrastruktur harus memenuhi syarat. Bayangkan kalau sinyal saja tidak mumpuni, bagaimana mahasiswa bisa menangkap apa yang disampaikan dosennya. Kedua, materi untuk online berbeda dengan tatap muka, harus dibuat secara khusus. Lalu, memastikan mahasiswa tidak mencontek saat ada ujian online, serta mendesain soal ujiannya agar tidak membuka peluang untuk mencontek.

Tak kalah penting, permasalahan cybersecurity. Saat ini ada PJJ yang berbasis Artificial Intelligence Technology. Tetapi, apakah itu yang terbaik? Karena ada hal-hal yang harus hand on sehingga perguruan tinggi harus memilah mata kuliah yang sesuai di-online-kan dan mana yang harus tatap muka.

Ini yang tengah Dewan Pendidikan Tinggi lakukan agar PJJ dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengorbankan kualitas. Dari sisi manajemen, teknologi digital memang mendatangkan kemudahan, karena bisa diakses kapan pun dan di mana pun. Namun, yang perlu diingat kita harus bijak dalam memanfaatkannya, bagaimana pun teknologi adalah alat bantu manusia, tetapi semua harus dikembalikan kepada manusia, junjunglah tinggi norma dan etika.

Apa harapan Prof kepada pemerintah terkait peningkatan kualitas perguruan tinggi nasional di masa mendatang?

Saya mendukung penuh apa yang dilakukan pemerintah selama ini karena sangat concern dengan kualitas, baik akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) atau oleh lembaga akreditasi mandiri.

Namun, yang harus digarisbawahi adalah kualitas pendidikan tidak berdiri sendiri. Bagus atau tidaknya calon mahasiswa dari sekolah menengah atas (SMA) sangat dipengaruhi oleh guru-gurunya. Kalau gurunya bagus, siswa juga turut bagus. Oleh karena itu, kita harus melakukan gerakan untuk peningkatan kualitas guru SD, SMP, hingga SMA. Caranya, kita buat program magister (S2), tetapi kurikulum yang diberikan bukan bagaimana cara mengajar yang baik, melainkan kurikulum terkait MIPA, yaitu Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Mengapa? Karena banyak negara maju disebabkan guru dan anak-anak didiknya menguasai MIPA.

Beberapa PTN dan PTS sudah melakukan, misalnya ITB dan beberapa perguruan tinggi lainnya, guru-guru dilibatkan dalam program S2, mereka diberi waktu 1,5 – 2 tahun untuk menguasai MIPA tadi. Dan, hasilnya terbukti, ketika para guru tersebut kembali ke sekolahnya, bisa meningkatkan kualitas anak-anak didiknya.

Kedua, saya sering sharing pengalaman kepada teman-teman di Usakti. Kisaran tahun 2013-2014, saya mempunyai pengalaman menghadiri sebuah kongres di Malaysia, kala itu banyak perguruan tinggi yang hadir dari seluruh dunia. Salah satu pembicaranya adalah profesor dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Seperti yang kita tahu, MIT merupakan salah satu universitas teknologi terbaik di dunia. 

Lalu, ada peserta yang bertanya kepada profesor tersebut, apa rahasia MIT bisa maju. Sang profesor menjawab, MIT maju bukan karena uangnya banyak atau mahasiswa, dosen, dan peralatannya bagus, MIT maju karena ada komitmen dari semua pihak untuk maju. Ini yang sering saya sampaikan kepada teman-teman, Usakti bisa maju bukan hanya karena peralatannya bagus atau karena dosen dan mahasiswanya bagus, melainkan ada kemauan dan motivasi semua pihak untuk maju.

 

Pesan Prof untuk generasi muda?

Semakin banyak entrepreneur di dalam suatu negara maka semakin maju ekonomi negara tersebut. Oleh karena itu, saya mengajak generasi muda berlombalah untuk menjadi entrepreneur sejati.

Usakti memiliki komitmen kuat dalam melahirkan wirausaha muda serta meningkatkan minat dan partisipasi masyarakat dalam berwirausaha. Saat ini rasio kewirausahaan Indonesia ialah sebesar 3,47 persen, jauh di bawah negara tetangga, yakni Singapura yang telah mencapai 8,76 persen. Ini artinya kita punya potensi.

Ayo semua Generasi Milenial dan Gen Z menjadi entrepreneur agar pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi semakin baik dan kompetitif. Semakin banyak entrepreneur, semakin maju ekonomi suatu negara.