Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 3): Muhammad Jusuf Kalla, Sang Pemersatu dari Timur

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 16 June 2014
“Tujuan negara adalah keadilan, masyarakat makmur sejahtera. Tujuannya bukan perbedaan.”

Petikan ucapan M. Jusuf Kalla dalam Rapat Pimpinan Nasional Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, 28 Mei 2014 lalu memiliki makna yang sangat dalam.

Itulah semangat besar yang ada dalam diri putra Watampone, Sulawesi Selatan, ketika menyatakan diri siap maju sebagai Calon Wakil Presiden RI (Cawapres) mendampingi Calon Presiden RI (Capres), Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI 2014.

Pria yang akrab disapa JK ini adalah tokoh nasional yang sebelumnya merupakan Wakil Presiden Indonesia ke-10 periode 2004-2009 dan sempat menjadi Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) pada periode yang sama. Sebelumnya, pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri.

Dalam pandangannya, berbakti kepada bangsa dan negara tak kenal waktu dan tempat, maka ketika ia didaulat untuk menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) periode 2009-2014 dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) periode 2012-2017, JK tak menampik.

Tak heran kalau dalam ladang pengabdian kemanusian di negeri ini, perannya sangat luar biasa. Ia adalah otak sekaligus tangan dari berbagai penyelesaian konflik di Indonesia. Geraknya sangat cepat dalam menciptakan perdamaian di Aceh, Ambon, Poso, dan Papua. Suami dari Hj. Mufidah Jusuf Kalla ini pun diganjar Doktor Honoris Causa (HC) di bidang perdamaian dari Soka University Jepang, Doktor HC di bidang perdamaian dari Universitas Syah Kuala Aceh, dan Doktor HC di bidang kepemimpinan dari Universitas Indonesia.

Ayah dari seorang putera dan empat puteri serta sembilan cucu ini, adalah tipikal pemimpin yang sangat visioner dan kental dalam membawa misi kedamaian. Sebagai figur yang lahir dari keluarga Muslim yang taat, JK tahu bahwa di manapun dan kapan pun Islam harus menjadi sumber kedamaian dan kebahagian.

“Islam adalah rahmatan lil alamin,” begitu selalu ia tegaskan. Sikap ini ia implementasikan dalam kepemimpinannya di DMI di mana ia selalu menekankan pentingnya pemberdayaan masjid agar lebih berfungsi dan berdaya-guna bagi masyarakat banyak. Untuk itu di tangan beliau DMI giat melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta dan program pemberdayaan dengan slogan “Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid.” Sebuah slogan yang lebih sebagai sebuah ajakan kepada umat Islam menuju kemajuan dan kemandirian, menciptakan perdamaian dan kemakmuran bangsa.

Menurut JK, ada dua hal kebaikan yang dilakukan di dalam masjid, yaitu kebaikan untuk dunia dan akhirat. “Di setiap doa, selalu dipanjatkan rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina azabannar. Untuk mendapatkan kebaikan di akhirat, harus baik terlebih dahulu di dunia,” seru JK. Gerakan untuk kebaikan dunia dan akhirat terus didorong di lingkungan masjid. Di sisi lain, ia juga getol menganjurkan umat Islam agar bisa menjalankan program untuk dakwah bil-hal yakni dakwah dengan perbuatan dan teladan,
Sikap hebat lain yang ditunjukkan JK adalah tidak memanfaatkan kedudukan untuk kepentingan politik.

Ambil contoh, saat ini, meskipun ia adalah Ketua Umum PP Dewan Masjid Indonesia, ia tak pernah sekalipun memanfaatkan posisinya untuk kepentingannya dalam pilpres tahun ini. Tak pernah ia menginstruksikan pengurus masjid untuk mendukungnya, atau memanfaatkan masjid untuk politik. JK pernah menegaskan selaku Ketua DMI  dirinya saja tak berani bicara yang melanggar hukum di masjid.

Karena itu ia meminta agar jamaah masjid menjaga rumah ibadah itu steril dari kampanye politik.

Begitu juga di PMI, pemikiran dan kegesitannya dalam memimpin lembaga kemanusiaan tersebut masih sangat terlihat. Dalam kepemimpinannya, ia berhasil meningkatkan kualitas dan kuantitas PMI dalam melayani misi-misi kemanusiaan.

Pemikiran dan langkah yang dilakukan JK diapresiasi oleh Ketua Komite Doktor Honoris Causa (Dr HC) Universitas Indonesia (UI) Prof Dr H Ichramsjah A Rahman yang sejak lama telah memantau kegiatan Jusuf Kalla dalam memimpin dan juga pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Ichramsjah menilai, Jusuf Kalla mempunyai prestasi yang luar biasa dalam kepemimpinan dan pantas mendapatkan gelar doktor kehormatan dalam bidang kepemimpinan. “Dia merupakan sosok yang telah berjasa bagi bangsa dan negara,” katanya.

Kontribusi JK dalam dunia kepemimpinan di Indonesia telah menginspirasi dan menerapkan kriteria pemimpin transformasional yaitu memiliki visi ke depan, berintegritas dan berdedikasi tinggi, gigih, memiliki passion, kreatif, mampu menciptakan peluang usaha, mengatasi konflik. Selain tentunya juga berkomunikasi efektif dengan orang dari berbagai kelompok, golongan, suku dan daerah, mampu berpidato, serta berani mengambil resiko dalam membuat keputusan.

Hal itu tentu buah dari perjalanan hidup JK yang diawali dengan aktivitas organisasi pelajar dan mahasiswa, dunia bisnis, politik hingga pada kepemimpinan di birokrasi pemerintah serta sosial kemasyarakatan. Sehingga JK mampu menampilkan diri sebagai seorang pimpinan transformasional yang membawa organisasi pada sebuah tujuan baru yang lebih besar dan belum pernah dicapai sebelumnya dengan mengesampingkan kepentingan/keadaan personalnya.

Tengok saja masa kepemimpinannya di pemerintahan, di mana JK telah membuktikan bahwa ia memiliki beberapa pemikiran yang menekankan pentingnya dialog untuk mewujudkan perdamaian. Baginya, perdamaian butuh kompromi.

Perdamaian antarwarga bangsa ini, dalam pandangannya adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dipelihara. Jangan ada perbedaan dan ketidakailan. “Karena, tujuan negara adalah keadilan, masyarakat makmur sejahtera. Tujuannya bukan perbedaan,” kata JK.

Ia menuturkan Indonesia memiliki 300 suku, berbagai warna kulit, terdapat segala macam agama yang tetap satu bangsa dan harus dijaga. “Negara, memiliki lambang yaitu Garuda yang harus selalu dihargai dan menjadi kebahagiaan dengan adanya perbedaan di Indonesia,” tegasnya.

Satu lagi hal yang tak kalah hebat dari sikapnya adalah berani mengambil keputusan sekalipun itu tidak populer. Baginya, pemimpin jangan hanya bisa mengambil keputusan yang disukai orang, karena itu namanya koordinator bukan pemimpin. Pemimpin harus mengambil tanggung jawab walaupun kadangkala ada keputusan pahit yang harus diambil. Sikap yang seperti itulah yang membuatnya dijuluki sebagai Man of Action maupun Risk Taker.

Langkah JK dalam memimpin dan keberpihakannya pada persatuan bangsa diakui juga oleh masyarakat Ambon, Belum lama ini, ratusan orang yang mewakili masyarakat Ambon, Maluku dari berbagai agama yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, mendeklarasikan dukungannya kepada Jokowi dan JK dalam pemilihan presiden tahun ini. Beberapa di antara mereka adalah eksponen juru runding Malino untuk Maluku saat daerah itu mengalami konflik sektarian.

“Ketika Maluku membara, menangis, JK tampil sebagai perekat dan penyejuk. Karena itu, masyarakat Maluku tidak ada pilihan lain kecuali mendukung Jokowi-JK, dan mengajak masyarakat Maluku di Jakarta dan seluruh Indonesia memberikan dukungan bagi Jokowi-JK,” kata deklarator, Yongki Siahaya. “Pasangan Jokowi-JK adalah pasangan yang mencerminkan keluarga religius, sakinah, mawa’dah, warahmah. Pasangan yang harmonis, pluralis, sederhana, dan merakyat,” tambah Yongki.

Begitulah JK, figur yang tak henti berbakti. Tapi, akankah jabatan wapres kelak menjadi jabatan terakhirnya dalam pemerintahan? Tegas ia menyatakan bahwa itu adalah yang terakhir ingin memimpin negara. “Ya, nanti terakhir, ini terakhir, benar,” kata Jusuf Kalla di acara rapat pimpinan nasional KNPI di Panghegar, Kota Bandung, Jabar, Rabu.

Di hadapan peserta rapat perwakilan KNPI se-Indonesia itu, Jusuf mengungkapkan dirinya ingin pensiun, tetapi masih ingin harmoni dengan yang muda untuk memimpin Indonesia. “Saya ingin harmoni dengan yang muda,” katanya menambahkan bahwa inilah saatnya, bersama Jokowi akan menjadikan bangsa yang sejahtera, kuat, dan bangsa yang hebat. Rud