Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 3): Muhammad Jusuf Kalla, Sang Pemersatu dari Timur

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 16 June 2014
Naskah: Ars, Foto: Dok. MO

Mengapa Jokowi Widodo alias Jokowi tiba-tiba popularitasnya melejit? Gubernur DKI Jakarta ini pun kemudian dikenal luas oleh masyarakat. Mantan Walikota Solo ini relatif jujur, berpenampilan sederhana serta merakyat dan bahkan terkenal dengan blusukannya. Sikap tampil berbeda inilah yang membuat dia dekat dan gampang diingat rakyat.

Kini, Ir H Joko Widodo itu sudah resmi maju sebagai calon presiden periode 2014-2019 didampingi calon wakil presidennya, DR (HC) Drs HM Jusuf Kalla atau akrab disapa JK. Selaras dengan Jokowi, JK juga dikenal sebagai tokoh yang tidak pernah membuat jarak dengan rakyat kelas bawah. Bahkan, meski sebagai pengusaha besar, JK tetap sederhana. Karena itu, sudah klop kalau JK digandeng oleh Jokowi.
Duet pasangan Capres-Cawapres dengan nomor urut 2 di Pilpres 2014, jokowi-JK dinilai merupakan pasangan dengan perpaduan nasionalis-religius. Selain juga merupakan pasangan NKRI, yakni Jawa dan luar Jawa.  Sebagai kader partai nasionalis, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), tentu jiwa nasionalis Jokowi tidak perlu diragukan lagi.

Sekjen DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) DR H Dossy Iskandar  meyakinkan kalau Jokowi -JK merupakan pasangan nasionalis-relegius yang saling melengkapi. “Jokowi merupakan figur yang nasionalis, namun sesungguhnya beliau merupakan figur yang religius, dan ini dapat dilihat dari seluruh keluarga besarnya yang beragama Islam merupakan penganut Islam yang taat,” jelas Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-JK ini.

“Begitu pula JK yang kita kenal sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) tidak kita ragukan lagi religiusitasnya. Namun menurut saya yang terpenting adalah bukan pada simbol simbol religiusitas, bisa saja seseorang pemimpin terlihat religius karena menampilkan simbol-simbol, namun perilakunya tidak mencerminkan seseorang yang menyadari bahwa setiap perilakunya akan diminta pertanggung jawaban kelak,” tambahnya.

Jokowi menjadi kader PDI Perjuangan (PDI-P) menjelang dia maju menjadi calon Walikota Solo pada tahun 2005. Politisi senior yang juga Sesepuh Dewan pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI-P, AP Batubara, menjamin bahwa Jokowi adalah nasionalis sejati dan tidak mungkin menjadi boneka atau antek asing jika terpilih menjadi presiden. “Jokowi itu kader PDI-P. Kader PDI-P itu tidak ada yang mau jadi boneka asing. Apalagi kita dipompa setiap hari untuk berjiwa nasionalis,” tandas Ketua Umum Yayasan Proklamasi 17 Agustus 1945 itu.

Jokowi juga dianggap sebagai sosok yang bersih dari masa lalu sehingga jika nanti terpilih sebagai presiden dalam memimpin bangsa ini, tidak disibukkan dan direpotkan dengan masa lalunya.
“Dengan demikian dia seratus persen bekerja untuk kepentingan rakyat. Jokowi dijamin bersih masa lalunya, baik ketika orde baru maupun di orde reformasi sekarang ini,” kata Ketua Presidium Aliansi Nasionalis Nahdliyyin (ANN) KH Maman Imanulhaq di sela-sela deklarasi ANN DKI Jakarta di Gedung Joang 45, Jakarta, Jumat 30 Mei 2014.

Selain itu, Kiai Maman menilai sosok Jokowi seorang pluralis sejati. Karena itu, di tengah terancamnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia saat ini. Menurutnya, Jokowi adalah figur pemimpin yang mampu menyelesaikan persoalan persatuan dan kesatuan itu. “Jokowi seorang pemimpin yang sangat plural,” tandasnya.

Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota Solo, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Pria kelahiran Solo 21 Juni 1961 ini banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.

Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto “Solo: The Spirit of Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat.

Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Solo untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Solo menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Tahun 2007 Solo juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang digelar di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran.

Sejak Jokowi memimpin DKI, terlihat para aparat birokrasi rajin masuk kantor sebelum jam 8 pagi. Lurah dan Camat di DKI terus menerus mengalami evaluasi, yang tidak becus langsung diganti. Bahkan, bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama, Jokowi membuat gebrakan, salah satunya program lelang jabatan lurah-camat Pemprov DKI. Para camat dan lurah terpilih diharapkan mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Ibukota.

Jokowi juga berhasil menertibkan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Tanah Abang yang akhirnya kini sudah teratur,  tertib dan rapi. Dari dulu, gubernur DKI sebelumnya tidak berhasil menangani kesemrawutan PKL di tanah Abang.