Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 6) : Apa Kata Mereka
Dukungan resmi DPP Partai Golkar kepada pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ternyata tidak serta merta diamini oleh sebagian kadernya, bahkan para elite partai itu sekalipun.
Sebutlah salah satunya, Poempida Hidayatulloh, Tokoh muda Partai Golkar yang memilih untuk bergabung dalam tim pemenangan capres Joko Widodo (Jokowi) dan cawapres M. Jusuf Kalla (JK).
Menantu dari tokoh Partai Golkar, Fahmi Idris, ini mengaku memilih Jokowi-JK tidak karena sekadar mengikuti emosi atau untuk kepentingan sesaat.
“Gimana ya, karena ketua umum kami (Aburizal Bakrie-red) tidak mendapatkan tiket untuk nyapres? Itu satu. Tapi ketika JK sudah ditetapkan sebagai cawapres Jokowi dan Golkar memilih koalisi dengan capres yang tidak ada orang Golkar-nya, saya melihat ini ada sesuatu yang salah,” ia membuka alasan.
Sementara JK, lanjut Poempida, mau tak mau harus diakui sebagai tokoh Partai Golkar dan pernah menjadi ketua umum partai berlambang pohon beringin tersebut. “Kenapa kita tidak kita dukung saja ini, kan bicaranya juga jadi lebih enak,” ia menambahkan. Dalam penilaian Poempida, JK adalah figur yang bijak dan akomodatif.
Terkait figur Jokowi, diakuinya adalah sosok yang pas berpasangan dengan JK. Sama-sama gesit dan mau turun ke bawah. “Karena itu apa yang dilakukan Pak Jokowi dan Pak JK untuk bertemu rakyat bukanlah pencitraan, itu memang sudah begitu karakter mereka,” katanya. Dan, ia melanjutkan bahwa pola-pola pemimpin seperti itulah yang saat ini didambakan rakyat. Bahwa kemudian ada yang menilai gaya blusukan atau turun ke bawah menemui rakyat, tidak memberikan efek bagi rakyat, Poempi membantah.
Menurutnya, justru pola blusukan adalah cara yang efektif untuk mengetahui persoalan rakyat secara langsung. Sebagai anggota Komisi IX DPR RI, yang antara lain membidangi masalah ketenagakerjaan, Poempi termasuk rajin blusukan untuk mengecek sejauhmana penanganan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pulang ke Indonesia. “Di situ saya bisa menemukan apakah TKI kita yang pulang itu diperlakukan secara baik, atau sebaliknya. Nah, di situlah saya mendapatkan info langsung dan akurat,” bebernya.
Begitu juga dengan JK, Poempida mengaku mengetahui bahwa dalam masa kepemimpinan JK sebagai Wapres RI periode 2004-2009 juga banyak melakukan blusukan. “Tapi waktu itu istilahnya bukan blusukan, tapi beliau paling senang kalau turun ke lapangan,” jelasnya. Sedikit cerita ihwal JK yang suka blusukan ini, ternyata kerap membuat pengamanan dari Paspampres harus bekerja ekstra keras. “Karena kadang pak JK ini sering kali berjalan tidak sesuai protokoler. Tujuannya ya ingin bisa melihat keadaan secara langsung,” cerita Poempi.
Sangat disayangkan kalau kedua tokoh baik itu bersatu lalu dipersepsikan bakal muncul “matahari kembar”. Padahal, Poempi menjelaskan, kalau kedua-duanya matahari justru akan lebih baik. “Akan semakin terang toh? Apalagi jika anggota kabinetnya nanti juga matahari-matahari juga, semakin cerah dan terang juga. Persoalan negara akan lebih terlihat dan mudah dibereskan dalam koridor yang benar. Semakin baik,” ia menganalogikan.
Terkait dengan serangan bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kepada Jokowi, diakui Poempida memang sudah sangat keterlaluan. “Saya sudah melakukan cross cek soal pak Jokowi, dan ternyata tuduhan pak Jokowi itu semuanya blunder. Saya bahkan bertemu orang PKS dan ia mengakui bahwa Jokowi adalah Muslim. Jadi kok dimasalahkan?” tanyanya. Dalam komunikasi dengan tokoh partai Islam yang mendukung Prabowo-Hatta, Poempida mengaku mendapatkan informasi mengejutkan. “Ya, sepertinya mereka sekarang mengalami dilema. Di satu sisi mereka tidak respek, tapi di sisi lain mereka tidak mau kalau Jokowi harus meninggalkan Jakarta, itu saja,” ia membeberkan.
Padahal, Jokowi sendiri, dari sisi keislaman sangat jelas. “Dari kakek, nenek, orang tuanya, jelas Islam,” tutur pria yang beristrikan cucu KH Hasan Basri, kyai ternama yang juga pernah duduk sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. Karena itu, Poempida menilai isu SARA tersebut sangat tidak efektif untuk menjatuhkan Jokowi-JK. “Pak JK sangat bijak menyikapi serangan SARA ini. Beliau hanya menginstruksikan kumpulkan data pelaku kampanye hitam lalu laporkan ke polisi, selesaikan secara hukum,” tegasnya. Pihaknya tidak ingin membalas kampanye hitam dengan kampanye hitam juga. Hitam jangan dibalas hitam. Baginya, inilah saatnya rakyat diberikan pendidikan politik dan demokrasi yang baik.