Sanitiar Burhanuddin (Jaksa Agung RI), Menabur Kerja Hebat, Menuai Kepercayaan Rakyat
Berhadapan Dengan Tekanan Politik dan Ancaman Keselamatan
Banyak perkara big fish atau korupsi kelas kakap yang berhasil diungkap Kejaksaan Agung RI selama dikomandani ST Burhanuddin. Perkara ini melibatkan pejabat negara maupun pengusaha ternama yang selama ini dinilai sulit disentuh aparat hukum. Jaksa Agung dinilai memiliki keberanian dalam menangani kasuskasus megakorupsi dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Total kerugian negara dari kasus yang berhasil ditangani mencapai Rp152,24 triliun atau US$61,95 juta.
Sepanjang 2020-2021 saja, sebanyak Rp35,6 triliun uang negara telah dikembalikan Kejaksaan Agung RI dari tangan para koruptor. Ini belum termasuk aset negara dalam bentuk mata uang asing dengan rincian 138.816,47 dollar AS, 1.532,30 dollar Singapura, 80 euro, dan 305 poundsterling. Kejagung juga telah mengeksekusi setidaknya 1.813 kasus pidana khusus terkait korupsi.
Upaya pengembalian uang negara itu tak lepas dari kebijakan tegas Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jaksa Agung dapat menguak perkara big fish lantaran mengeluarkan kebijakan yang mendorong jajarannya untuk memprioritaskan penindakan pada kasus-kasus korupsi dengan nilai kerugian besar. Bahkan, Jaksa Agung ST Burhanuddin sendiri mengakui bahwa Kejaksaan Agung dengan berbagai kewenangan yang dimilikinya senantiasa melakukan penindakan perkara “big fish” yang berpotensi merugikan keuangan dan perekonomian negara dengan jumlah yang signifikan mencapai triliun rupiah.
“Penindakan tersebut tidak saja untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku, tetapi juga dapat menyetop proses peredaran virus korupsi yang selama ini menggerogoti pembangunan nasional yang masif di seluruh Indonesia,” jelas Burhanuddin. Penindakan ini mencakup fokus pada korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan perkara yang bersentuhan dengan sektor penerimaan negara. Kejaksaan Agung juga telah melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi terhadap kasus-kasus tersebut. Tak hanya itu, penindakan perkara korupsi juga diprioritaskan dari sisi pencegahan.
Hebatnya, dalam menguak perkara big fish, Jaksa Agung telah menunjukkan keseriusannya untuk segera menindak kasus agar tak berkepanjangan. Ia menginstruksikan secara khusus pada setiap satuan kerja yang status korupsinya masih di tingkat penyidikan, agar segera ditingkatkan ke tahap penuntutan. Jaksa Agung juga menekankan pada jajarannya bahwa untuk menguak perkara big fish, kasus yang diangkat semestinya adalah kasus-kasus korupsi yang berkualitas. Kualitas perkara korupsi bisa dilihat dari status sosial pelaku di masyarakat, nilai kerugian negara dan potensi pengembalian ke kas negara besar, kompleksitas perkara, serta memungkinkan untuk diangkat terkait tindak pidana pencucian uangnya.
Ya, perkara-perkara big fish umumnya melibatkan tindak korupsi, pencucian uang, penyalahgunaan kekuasaan, atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan, politisi, atau individu dengan pengaruh yang besar di berbagai sektor. Keterlibatan big fish dalam kasuskasus ini memiliki dampak yang luas dan sering kali merugikan banyak orang.
Dalam kasus ‘big fish’, nilai kerugian negara biasanya sangat besar dan menimbulkan dampak kerusakan yang signifikan. Istilah ini sering kali digunakan sebagai metafora terkait dugaan pada tindakan-tindakan tidak etis, seperti kejahatan pelanggaran HAM atau korupsi tingkat tinggi, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi tatanan sosial, politik, atau ekonomi. Penggunaan istilah ini juga mencerminkan perbandingan bahwa big fish dianggap sebagai “kelas” atau golongan berbeda yang lebih tinggi atau lebih kuat ketimbang pelaku kejahatan atau koruptor di tingkat lebih rendah, yang digambarkan sebagai “ikan kecil” alias “kelas teri”.
Individu atau organisasi yang dianggap sebagai “ikan besar” biasanya memiliki kekuatan, pengaruh, koneksi, atau sumber daya cukup besar. Seperti dalam dongeng, big fish dalam dunia nyata juga sulit ditangkap dan diadili karena kemampuan mereka dalam menyembunyikan kejahatan, serta menghindari dan memanipulasi sistem hukum. Di Indonesia, penanganan kasus big fish menjadi tantangan tersendiri bagi sistem peradilan. Meski begitu, menghadapi dan menangani kasus big fish adalah upaya untuk melindungi keadilan, integritas, dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini terbukti dari kasus-kasus big fish yang berhasil ditangani Kejaksaan Agung.
Di satu sisi, lewat penanganan kasuskasus big fish tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung meroket. Jaksa Agung dinilai berhasil dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, suatu survei kepercayaan terhadap lembaga negara yang sudah dihelat sejak tahun 1999, kepuasan terhadap kinerja Kejaksaan Agung mencapai 81,2 persen. Survei tersebut diadakan pada periode 20-24 Juni 2023 dengan 1.220 responden dari seluruh provinsi di tanah air.
Atas ketegasan, keberanian, inovasi, dan pencapaiannya, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga dianugerahi sejumlah penghargaan. Beberapa yang terbaru, di antaranya penghargaan Person of The Year In Good Governance dari CNBC Indonesia Awards 2023, Penghargaan Best Achievement Award dari Rakyat Merdeka, penghargaan detikcom Awards 2023 kategori Tokoh Restorative Justice, dan Nawacita Award 2023 untuk kategori Penegakan Hukum atas pencapaian gemilangnya dalam mengungkap kasus-kasus big fish.
Di sisi lain, dalam perjalanan menyelidiki perkara big fish, Jaksa Agung Burhanuddin juga menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Namun, dengan kegigihan dan kesabaran, ia berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang kuat dan menyelesaikan kasus-kasus besar. Ia bekerja sama dengan tim jaksa yang andal dan penegak hukum lainnya untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dan keadilan dijalankan.
Tantangan yang dihadapi sebagian besar mencakup tekanan politik, ancaman terhadap keselamatan, serta upaya menghadapi kekuatan dan pengaruh dari pihak-pihak yang terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Agar lebih jelas, berikut sejumlah tantangan yang dihadapi St Burhanuddin dalam menangani perkara big fish.
Kasus-Kasus ‘Big Fish’
Sepanjang 2023, Kejaksaan Agung kembali menangani ribuan perkara tindak pidana korupsi dan 18 kasus pencucian uang. Sejak Januari hingga 18 Desember 2023, Kejaksaan Agung juga telah menangkap 138 buron. Terdiri dari 79 buronan kasus korupsi dan 59 kasus nonkorupsi. Di era kepemimpinannya, ada setidaknya 10 perkara big fish terkait korupsi yang mendapat sorotan publik dan telah diselesaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Kasus-kasus ini menarik perhatian karena terkait langsung dengan kepentingan masyarakat seperti perkara korupsi BTS Kominfo dengan kerugian negara mencapai Rp8,32 triliun, korupsi Jiwasraya Rp16,8 triliun, korupsi ASABRI sebesar Rp22 triliun dan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp2,72 triliun.
Selain perkara korupsi di atas, Kejaksaan Agung juga berhasil memecahkan kasus lainnya, seperti perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dengan total kerugian negara sebesar Rp6 triliun, korupsi penyimpangan dan atau penyelewengan dana PT Waskita Beton Precast sebesar Rp2,58 triliun, perkara korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, dengan kerugian negara sekitar Rp4,79 triliun, kasus korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnance oleh PT Krakatau Steel pada 2011 sebanyak Rp6,9 triliun dan perkara korupsi tol MBZ mencapai Rp1,5 triliun.