Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., M.B.A. (Rektor Universitas Kristen Indonesia), Beraksi dengan Selaksa Prestasi
Mengawal “UKI Emas 2030”
Dalam dunia akademik, Prof. Dhaniswara K. Harjono dikenal sebagai pemimpin dengan visi yang luar biasa. Selama dua periode menjabat sebagai Rektor UKI, ia berhasil menghadirkan ragam perubahan penting untuk kemajuan kampus.
Prof. Dhaniswara dengan senang hati berbagi pandangannya mengenai berbagai langkah strategis yang tengah diterapkan untuk memajukan UKI, serta upaya sosok yang dikenal humble tersebut membentuk sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan unggul. Di tengah tantangan menuju Indonesia Emas 2045, UKI berperan penting dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan siap menghadapi dinamika global.
Anda telah memimpin UKI selama dua periode, tentu ada banyak cerita menarik di balik perjalanan tersebut. Pencapaian apa yang paling membanggakan dan meninggalkan kesan mendalam bagi Anda selama masa kepemimpinan?
Sebagai Rektor UKI, saya kini memasuki tahun ke-7, yang berarti saya akan segera menyelesaikan dua periode kepemimpinan. Sejak awal, kami sudah merencanakan langkah-langkah strategis per empat tahun. Pada periode pertama, kami fokus pada konsolidasi, lalu tahun kedua mulai berfokus pada pencapaian prestasi. Tahun ketiga, kami berencana untuk memperkuat internasionalisasi dan digitalisasi. Namun, tak terduga, pandemi Covid-19 datang, yang membuat kami harus menyesuaikan strategi.
Salah satu alasan saya menjalani dua periode adalah karena di akhir periode pertama, kami baru saja mengunggah data untuk proses akreditasi nasional, namun akibat pandemi Covid-19, semuanya tertunda. Beruntung, di periode kedua, kami dapat menyelesaikan target besar itu, yakni memperoleh akreditasi unggul, sebuah pencapaian yang belum pernah diraih oleh UKI sebelumnya. Pada 28 Juni 2022, kami akhirnya meraih akreditasi unggul, dan itu menjadi pencapaian yang sangat kami syukuri.
Seiring berakhirnya masa jabatan Anda pada 2026, apa legacy yang ingin Anda tinggalkan untuk UKI?
Saya selalu percaya dengan kerja keras dan tekad. Apa pun yang awalnya terasa mustahil bisa terwujud. Ketika saya pertama kali menjabat, UKI hanya terakreditasi B dengan skor 301, dan jika turun satu poin saja, kita bisa terancam turun ke C. Maka, salah satu tugas besar saya adalah meningkatkan akreditasi UKI. Dengan usaha keras tim kami, kami berhasil melompat 64 poin dan mencapai skor 365.
Selain itu, dalam masa kepemimpinan saya, kami berhasil menghasilkan 11 guru besar, suatu pencapaian luar biasa mengingat biasanya hanya satu atau dua guru besar yang dilahirkan dalam satu periode. Program studi juga berkembang pesat; yang awalnya hanya tiga program studi terakreditasi A, kini menjadi 11 program studi. Pada 2018, UKI juga mencatat sejarah sebagai satu-satunya universitas swasta yang dikunjungi oleh Presiden RI. Semua ini membuktikan bahwa kita bisa terus maju dan berkembang.
Terbaru, UKI berhasil mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti kompetisi debat internasional di Panama. Bisa diceritakan lebih lanjut, Prof?
Bagi UKI, lolos ke final lomba debat sudah menjadi hal biasa. Namun, juara nasional adalah pencapaian yang belum pernah kami raih. Tapi, pada 2024, sekitar enam bulan lalu, UKI berhasil mencapai final dan keluar sebagai juara pertama, mengalahkan universitas unggulan, baik negeri maupun swasta. Bagi saya, ini kebanggaan besar. Sebagai juara, kami pun berkesempatan mewakili Indonesia di ajang internasional di Panama, dengan biaya sepenuhnya ditanggung pemerintah. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan.
Dengan pencapaian-pencapaian luar biasa ini, bagaimana UKI berhasil menarik lebih banyak lulusan SMA untuk melanjutkan pendidikan ke sini?
Sejak menjabat Rektor UKI pada 2018, saya bersyukur atas kemajuan yang terus berlanjut, meski tidak selalu signifikan. Yang terpenting, jumlah lulusan dan pendaftar terus meningkat, baik di program S1, S2, maupun S3. Bahkan, di awal masa jabatan saya, program S3 belum ada, dan sekarang kami sudah memiliki dua program studi S3. Namun, saya tekankan bahwa pencapaian ini bukan hasil kerja saya sendiri, tapi kerja keras tim. Kami mengutamakan kolaborasi, karena di sini tidak ada “superman”, yang dibutuhkan adalah “super team”.
Pada tahun pertama, fokus kami adalah konsolidasi, menyatukan perbedaan untuk saling mendukung. Kami mengutamakan inklusivitas, yakni semua fakultas saling bekerja sama. Kami juga selalu mendorong inovasi, berpikir, dan bertindak di luar kebiasaan. Jika perlu berlari, kami berlari; jika harus melompat, kami melompat. Yang penting, setiap langkah sudah dipertimbangkan dengan matang dan kami yakin akan berhasil.
Menghadapi dunia pendidikan yang terus berkembang, bagaimana UKI beradaptasi dengan tantangan zaman?
Kami sempat tertinggal dalam teknologi, tapi sejak 2021, kami mulai melangkah besar dalam digitalisasi dan internasionalisasi. Kami mendirikan UKI International Office untuk membuka peluang kerja sama internasional, dan sekarang mahasiswa UKI sudah tersebar di hampir semua benua. Kami juga meluncurkan program dual degree, seperti dengan Coventry University di Inggris untuk program Manajemen, yang melibatkan banyak aspek digitalisasi. Pandemi yang sempat menghambat justru mempercepat adaptasi kami terhadap teknologi. Pada 2023, kami juga ikut program Artificial Intelligence dari Dikti dan LR Dikti Wilayah III. UKI siap menyambut masa depan dengan program studi yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.
Dalam menyambut 'Indonesia Emas 2045', apa langkah-langkah strategis yang akan UKI ambil dalam mencetak SDM unggul dan tangguh?
Sejak 2018, saya telah memetakan roadmap UKI, dimulai dengan era ‘UKI Hebat’ hingga 2022, dilanjutkan dengan ‘UKI Unggul’ 2022-2026, yang sudah tercapai. Meskipun saya akan selesai menjabat pada 2026, saya yakin UKI akan memasuki era ‘UKI Emas’ pada 2030, lebih cepat dari Indonesia Emas yang direncanakan 2045.
Visi saya jelas: jika Indonesia Emas menuju negara sejahtera, UKI Emas harus menjadi universitas yang mencetak pemimpin berkualitas tinggi. Saya berharap, pada akhir masa jabatan saya, UKI siap menyambut era emas dengan fondasi yang telah dibangun.
UKI bukan hanya fokus pada pendidikan, tapi juga alumni yang terus berkontribusi. Pada setiap masa selalu ada alumni UKI yang dipercaya di berbagai posisi strategis, baik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kami mendukung mereka karena ingin UKI jadi ujung tombak di berbagai sektor, termasuk juga di sektor swasta. Ikatan alumni kami sangat kuat, saling mendukung dan bekerja bersama menuju visi besar, yakni menjadi kunci keberlanjutan dan perkembangan UKI.
Menurut Prof, apa tantangan utama dunia pendidikan tinggi di Indonesia saat ini?
Pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama ketimpangan kualitas antar perguruan tinggi. Dengan lebih dari 4.500 perguruan tinggi, banyak yang kekurangan dukungan. Prinsip asih, asah, asuh seharusnya menjadi dasar kita semua. Dan kolaborasi, itu bukanlah menjadi kompetisi, adalah kunci perubahan.
Di UKI, kami mendukung kebijakan pemerintah. Saat Presiden Jokowi mendorong pengambilalihan perguruan tinggi bermasalah, kami siap terlibat. Begitu juga saat diminta membuka program studi vokasi. Meskipun kebijakan sering berubah, kami tetap fokus pada lulusan unggul yang siap menghadapi tantangan global.
Bagi saya, membantu mencetak SDM unggul adalah kepuasan tersendiri. Di UKI, kami fokus pada mahasiswa dari daerah tertinggal yang, dari “nothing”, berkembang menjadi “something”. Tantangan kami adalah menggali potensi mereka dan mengubahnya menjadi prestasi. Untuk memajukan Indonesia, kita minimal harus mampu menyiapkan satu orang dalam satu keluarga dengan pendidikan yang baik, untuk menjadi pemimpin yang akan bertindak sebagai lokomotif kemajuan dalam keluarganya. Ketika satu individu sukses, ia akan menarik keluarganya menuju kemajuan. Tugas kami adalah memberi mereka kesempatan untuk menjadi agen perubahan di masyarakat.