Arief Yahya (Menteri Pariwisata RI) Sang Marketer di Pasar Wisata

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 29 June 2015

Menjadikan Indonesia sebagai negeri yang tersohor dengan industri pariwisatanya, memang butuh jalan yang panjang dan berliku. Namun di bawah kepemimpinan Arief Yahya, jalan panjang itu mulai terlewati. Baru setahun memimpin, ia sudah banyak melakukan terobosan yang berujung pada peningkatan performa sektor pariwisata kita.   Jika mengacu pada standar global seperti Travel & Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang biasa digunakan di world economic forum, Indonesia kini memiliki sejumlah keunggulan antara lain di pilar price competitiveness, prioritization of travel and tourism, dan pilar natural resources.


“Untuk price competitiveness, kita dianggap sangat baik di dunia sekarang. Jadi ketika dolar menguat, beberapa negara kena imbasnya, kita bisa lihat performance industri pariwisata di Malaysia, Singapura. Tapi kita dengan dolar yang sama, datang ke Indonesia, itu value for money nya itu akan lebih bagus, akan lebih tinggi, dan itu kita promosikan,” Arief memaparkan. Ia memang selalu menekankan bahwa pariwisata itu harus dipromosikan. “Kalau tidak kita promosikan sayang sekali. Karena sebenarnya pariwisata itu seperti ekspor, cuma orang yang datang mengambil barangnya ke Indonesia dan pembayaran dilakukan di Indonesia. Sehingga harus kita promosikan,” lanjutnya.
Sementara di pilar prioritization of travel and tourism pencapaian utama terlihat dari ditetapkannya sektor pariwisata sebagai prioritas pembangunan nasional (leading sector) oleh pemerintah.


Keputusan Presiden Jokowi yang menetapkan pariwisata sebagai sektor andalan ini tentu saja merupakan kabar gembira bagi industri kepariwisataan nasional. Karena dengan penetapan itu, seluruh kementerian lain wajib mendukung pembangunan pendukung industri wisata nasional.   “Pemerintah sekarang menetapkan pariwisata itu sebagai sektor unggulan, jadi leading sector. Itu penting karena kan kita ada 5 infrastruktur, maritim, energi, pangan dan pariwisata. Ada 5 sektor unggulan sekarang oleh pemerintah Pak Jokowi. Nah ketika itu dilakukan maka sektor lainnya harus mendukung. Jadi ketika satu daerah dinyatakan sebagai kawasan strategis pariwisata nasional, atau kawasan strategis nasional, maka Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, misalnya tentu akan mendukung,” ucap Arief.


Ia juga menegaskan bahwa target mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara ini adalah target pemerintah. Target bersama-sama. Bukan hanya target Kementerian Pariwisata semata. “Itu target Presiden, bukan target menteri. Menteri itu hanya boleh punya program operasional menteri. Di balik itu, ketika itu target presiden maka semua harus mendukung. Itu point utamanya. Jadi bukan target menteri tertentu, dalam hal ini menteri pariwisata kalau terkait dengan kepariwisataan,” ia menambahkan.


Upaya menjadikan pariwisata sebagai leading sector pemasukan negara, memang bukan sekadar lips service. Karena tekad itu diikuti oleh persetujuan pemerintah untuk mengucurkan dana Rp1,3 triliun rupiah untuk promosi. “Komitmen presiden diikuti dengan meningkatkan anggaran promosi sebesar 4 kali lipat. Dulu kita hanya 300 miliar rupiah, oleh Pak Presiden ditambah 1 triliun menjadi 1,3 triliun,” terangnya lagi. Memang, jika bicara soal jumlah, budget promosi Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dua negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura.


Pencapaian lain yang tak kalah strategis adalah penerapan strategi fokus pasar, fokus destinasi dan media melalui sejumlah konsep. Di sisi lain, ada tren meningkatnya kepercayaan dunia terhadap Indonesia sebagai destinasi event-event Internasional. “Moto GP pun tertarik untuk datang ke Indonesia, international event,” cetusnya.  Sementara, rating Promosi Wonderful Indonesia dan Pesona Indonesia pada event Konferensi Asia-Afrika, dari tidak bisa dinilai menjadi rangking 47. “Kita itu dulu tidak bisa dinilai. Kalau bisa dinilai, itu kita paling tidak ranking 141 atau 140. Ini meroket menjadi ranking 47 menjadi minimal 94. Karena kita sudah niat wonderful Indonesia ini,” Arief kembali mengutarakan kebanggaannya.  Suksesnya dua film pendek promosi pariwisata Indonesia produksi Kementerian Pariwisata RI juga mendukung kemajuan wisata kita karena menjadi juara dalam International Tourism Film Festival ke 11 yang bertajuk “On the East Coast” di Bulgaria untuk kategori History and Culture serta Sport and Adventure.


Pencapaian lainnya di pilar international openness, Indonesia mendapatkan penilaian yang sangat bagus. Rangkingnya meningkat dari ranking 114 naik menjadi 55.  Arief juga mampu melakukan koordinasi lintas lembaga sehingga kebijakan bebas visa kunjungan atau bebas visa bisa ditingkatkan dari 15 negara menjadi 45 negara. “Nah bebas visa itu untuk meningkatkan pelayanan, orang datang kita layani dengan mudah dan murah, itu mereka akan senang.

Dan kita juga tidak boleh in world looking, karena harus diingat destinasi wisata di dunia itu bukan hanya Indonesia,” ia serius. Satu hal yang juga harus dipahami adalah turis mancanegara itu tidak mau direpotkan oleh urusan visa.

 
Arief jualah yang memperjuangkan agar ada kemudahan kunjungan kapal pesiar asing dari manual ke online. Untuk itu, Peraturan Presiden-nya sudah keluar. Nongsa Point Marina di Batam sudah melakukannya dan itu sangat bagus. Dari 3 minggu mengurus masuk kapal pesiar menjadi hanya 3 hari. “Kalau sudah online nanti satu hari, lebih cepat lagi. Saya sudah datang ke sana menyaksikan sendiri, sudah bagus,” terangnya.


Begitu juga dengan penerapan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) investasi bidang pariwisata seperti di Mandalika dan Tanjung Lesung yang sudah tertunda 20 tahun.  Dulu kita ada kawasan khusus pariwisata Mandalika, Tanjung Lesung, dan Morotai. Dua di antaranya sudah tertunda nih 20 tahun, alhamdulillah sekarang sudah selesai. Sehingga orang sekarang ini lebih ingin investasi di Indonesia. Keterbukaan terhadap investasi bidang pariwisata kini mencapai 100% untuk wilayah timur
Sektor perpajakan, juga menjadi ‘sasaran’ Arief untuk didorong menunjang kepariwisataan. Misalnya dengan penerapan insentif pajak penghasilan usaha kawasan pariwisata. “Jadi insentif untuk tax, atau tax holiday istilahnya, 5% selama 6 tahun,” sebutnya. 


Di sektor sarana dan prasarana transportasi, Arief juga tak main-main mendukung komitmen Pemerintah dalam pembangunan bandara di destinasi utama pariwisata. Perpanjangan runway minimal 2500 meter dan pembangunan 19 bandara baru terus dilakukan. Sehingga terjadi peningkatan jumlah airlines yang beroperasi serta jumlah rute yang diterbangi. Bahkan kini, Garuda Indonesia rute Beijing-Denpasar pulang-pergi 3 kali seminggu yang dimulai pada 13 Januari 2015. Sementara Fly Emirates rute Dubai - Denpasar setiap hari mulai 3 Juni 2015. Diikuti oleh Sriwijaya Air rute Beijing – Jakarta (Chartered Flight). Hal ini berimbas pada meningkatnya kepercayaan dunia terhadap operator penerbangan nasional khususnya Garuda.