Laporan Khusus Jokowi-JK (Part 9): Wawancara Soetrisno Bachir - Oesman Sapta Odang

Seorang lelaki paruh baya tiba-tiba menyeruak di antara kerumunan rombongan calon presiden (capres) Joko Widodo dan calon wakil presiden (cawapres) M. Jusuf Kalla yang akan beranjak usai bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono X di Keraton Yogyakarta, Senin 2 Juni 2014.
Tiba-tiba, lelaki yang menyeruak di kerumunan orang itu menghampiri Soetrisno Bachir, mantan Ketua Umum DPP PAN yang juga anggota tim sukses pemenangan pasangan capres cawapres tersebut.
Mas Tris, begitu ia akrab disapa, tak menyangka jika tiba-tiba si lelaki yang ditemani seorang ibu tua berkerudung itu menyalaminya sambil mengucapkan terimakasih berkali-kali. Belum lepas rasa herannya, si lelaki memperkenalkan diri kepadanya “Saya pamannya Joko Widodo, saya sangat terima kasih Mas Tris mau mendukung keponakan saya,” ujarnya.
Dari situ, Soetrisno baru menyadari. Sejurus kemudian ia balik bertanya kepada si lelaki itu,
“lalu, siapa ibu berkerudung yang bersama Anda ini ?” Tanya Soetrisno.
“Oh, ini ibunya Pak Joko Widodo,” jawabnya cepat.
Mendengar jawaban itu, Soetrisno buru-buru meminta kepada paman Joko Widodo untuk diperkenalkan ke ibunda sang capres. Setelah dikenalkan, sang ibu yang bersahaja itu diajak Soetrisno berfoto bersama.
“Saya bangga, seorang ibu sederhana seperti beliau bisa mendidik dan membesarkan seorang anak bernama Jokowi yang santun meskipun akan menjadi presiden,” celetuk Soetrisno kepada Men’s Obsession. Foto bersama ibunda Joko Widodo itu pun di sebarluaskan di kalangan jaringan massa muslim yang dibina Soetrisno. Lho? “Ya, agar masyarakat, khususnya kaum muslimin yang selama ini salah menilai pak Jokowi dapat melihat fakta yang ada bahwa beliau dilahirkan dari keluarga muslim, ibundanya sudah berkerudung jauh sejak lama,” tegas pendiri Relawan Matahari Indonesia ini.
Episode pertemuan itulah yang membuat Soetrisno Bachir sangat berbahagia di hari itu. Bahkan tak terlihat lelah saat ia masih mau menerima Men’s Obsession untuk wawancara di rumahnya nan mewah di bilangan Simprug, Jakarta Selatan meski baru beberapa jam mendarat.
“Saya sangat bahagia, senang sekali menemani beliau-beliau (Joko Widodo dan Jusuf Kalla-red),” ujarnya santai sambil menghempaskan tubuhnya ke kursi dan mempersilakan kami duduk.
Sebatang cigars merek berkelas dihisapnya perlahan-lahan. Asapnya mengepul ke udara hilang ditelan angin yang berembus masuk ruang tempat kami wawancara yang tak jauh dari kolam renang. Sembari sesekali menyeruput seduhan kopi putih, wawancara pun berlangsung hangat dan akrab.

Saya turun gunung tidak untuk politik yang memikirkan saya harus dapat apa, nah saya tidak ada deal sama sekali. Bertemu dengan Mas Jokowi saja, sebelumnya tidak pernah.
Tapi ini perhelatan politik ..?
Begini, saya melihat bahwa memilih pemimpin bangsa berbeda dengan memilih partai. Nah, waktu pemilihan legislatif (pileg), saya nggak ikut-ikut, saya pasif, tapi waktu memilih pemimpin bangsa yang sepasang, ini maka saya merasa berkewajiban untuk memberikan hak pilih kita. Karena dua figur ini akan menjadi nakhoda bangsa kita yang membawa kapal besar, maka kita harus betul-betul memilih dengan hati-hati, itu tentunya kita tidak dengan emosional, kita tidak dengan dalam keadaan marah, galau, tapi harus dalam keadaan tenang.
Apa yang Anda lakukan sebelum menjatuhkan pilihan untuk mau mendukung pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla?
Karena saya ini adalah umat islam, itu ada cara-cara memilih pemimpin. Misalnya kita harus mendekatkan diri kepada Allah S.W.T, kemudian berdzikir, kemudian shalat tahajud, kemudian istikharah. Kalau kita sudah melakukan itu dan ketemunya adalah figur itu atau pasangan itu maka saya menambah lagi prosesnya, yaitu melihat tanda-tanda langit.
Tanda-tanda langit? apa itu..?
Ya, saya melihat adalah Jokowi ini begitu dicintai oleh seluruh rakyat Indonesia dari kaum bawah atau terpinggirkan yang belum banyak menikmati pembangunan, mereka ini jumlahnya besar padahal mereka juga nggak mengenal Jokowi. Mereka ada yang lihat di TV, ada yang sekedar lihat saja, tapi tergerak mata hatinya untuk mencintai Jokowi dan ini adalah sesuatu yang dating dari Tuhan. Semua kalangan etnis dari berbagai suku mau Jawa, Sunda, Batak, Bugis, Papua, Dayak dan lainnya, sama-sama mendukung Jokowi. Saya itu kalau keliling daerah melihat fenomena itu merinding, maka sering dikatakan bahwa suara rakyat itu, suara Tuhan, dan sekarang suara rakyat itu menghendaki Jokowi untuk memimpi.

Bahwa Jokowi ada kekurangan itu iya, tapi Allah juga menutupi kekurangan itu dengan adanya dia memilih wakilnya pak Jusuf Kalla (JK). Coba lihat, JK tidak berpartai artinya tidak memimpin partai, sementara ketua-ketua partai besar melamar menjadi wakilnya Jokowi. Tapi kok ibu Mega dan Jokowi memilih JK yang usianya sudah 72, yang tidak berpartai, itu menurut saya ada tangan-tangan Tuhan ikut campur. JK untuk melengkapi kekurangan Jokowi, misalnya kekurangan pengalaman, khususnya di tingkat nasional di bidang pemerintahan. Setelah saya melihat tanda-tanda itu, kok klop benar dengan hati nurani saya, kita semua bangsa Indonesia itu ingin memilih pemimpin yang berbeda, pemimpin yang betul-betul sama dengan rakyatnya, baik way of life-nya, life style-nya, cara berpakaiannya, tutur katanya sama dengan rakyat kebanyakan, makanya para elit sering menertawakan karena aneh buat para elit, Pak Jokowi sangat sederhana, kerempeng, ndeso, jadi inilah saya kira, kita bangsa Indonesia jangan melawan suara Tuhan. Kebaikan itu harus di manage dengan baik agar tidak sia-sia, itulah kenapa saya ingin ambil bagian di dalam perubahan itu, walaupun saya satu suara, tapi saya mempunyai jaringan warga Muhamadiyah, yang kedua dunia usaha di seluruh Indonesia.
Tapi sebelumnya Anda sendiri tidak atau belum pernah bertemu pak Jokowi ?
Saya belum pernah ketemu sama Jokowi, baru hari ini, di Yogyakarta, dia bilang, Mas Tris saya terima kasih banyak. Bahkan ia mengucapkan itu sambil munduk-munduk, saya sendiri nggak enak kok capres, munduk-munduk sama saya. Terus ia bilang lagi, Mas Tris, saya mengikuti berita-berita mengenai Anda mendukung saya, itu diucapkan saat kami keluar dari Keraton Jogja, rame-rame mau ke mobil, saya kan misah sama JK, Pak Jokowi dengan rombongan lain, sebelum misah kita ngobrol saja. Yang kedua saya tadi disana itu ibu-ibu pakai jilbab kemudian ada laki-laki disebelahnya mendatangi saya, dia bilang, Mas Tris, saya pamannya Jokowi bersama ibunya Jokowi, saya terima kasih, Anda telah mendukung keponakan saya. Akhirnya saya minta dikenalkan dengan ibu Pak Jokowi karena saya sangat kagum dengan ibunya Jokowi, mendidik Pak Jokowi dengan sangat sederhana, foto itu yang saya sebarkan ke kalangan umat yang mungkin mendapat informasi yang salah mengenai mas Jokowi dan keluarganya ternyata ibunya santri pakai busana muslim, haji, bapaknya haji, mas Jokowi dan isterinya haji, kemudian adiknya itu haji. Jadi, saya sangat senang hari ini, gembira dan bahagia bahwa berapa keyakinan saya itu, ainul yakin.