DR. H. Awang Faroek Ishak (Gubernur Kaltim), Otsus Kaltim untuk Indonesia

AKSI ratusan pemuda yang tergabung dalam Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimatan Timur (KPMKT) Jakarta di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta akhir tahun 2014 lalu sempat menyengat perhatian. Bukan soal bikin macet atau tidak, tapi lebih kepada isu yang mereka usung dalam aksi tersebut yakni menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan otonomi khusus untuk Kalimantan Timur (Kaltim). Sementara, pada waktu yang tak jauh berbeda di depan kantor Gubernur Kaltim, warga yang tergabung dalam “Gerakan Rakyat Kaltim Menggugat Keadilan Menuju Otonomi Khusus” juga menyampaikan tuntutan pemberlakuan otonomi khusus untuk daerah itu.
Pertanyaannya, sudah sangat pentingkah Kaltim diberikan otonomi khusus (Otsus) ? Sejumlah kalangan, menilai justru seharusnya sudah sejak dulu Kaltim diberikan otonomi khusus. Penilaian yang wajar, tentunya. Betapa tidak, provinsi dengan sumberdaya alam nan melimpah ini, ternyata belum sepenuhnya menikmati kekayaan yang mereka miliki. Ambil contoh, warga Kaltim masih banyak yang antre panjang untuk membeli BBM, padahal sebagian produksi minyak di republik ini dilakukan di Kota Balikpapan.
Sementara jika malam hari, rakyatnya juga harus merasakan pemadaman listrik dua hari sekali, sementara sumber daya yang menghidupkan pembangkit listrik di negeri ini juga berasal dari Kaltim. Ironisnya, dengan kondisi seperti itu, Kaltim harus memberikan pemasukan bagi kas negara dalam jumlah yang luar biasa besar, sekitar Rp 400 triliun lebih per tahun.
Aspirasi rakyat Kaltim yang sedemikian kuat untuk mewujudkan otonomi khusus sebagai jawaban untuk mengatasi problem kesejahteraan warga provinsinya itu, pun mendapatkan perhatian dari pemimpinnya. Gubernur Awang Faroek, misalnya dalam kondisi kurang sehat memaksakan diri untuk hadir dalam rapat kerja gubernur se-Kalimantan bersama Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, di mana ia ingin menyuarakan aspirasi rakyatnya di forum yang didengar langsung oleh orang nomor satu di negeri ini.