DR. H. Awang Faroek Ishak (Gubernur Kaltim), Otsus Kaltim untuk Indonesia
Bagaimana Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak menyikapi tuntutan otsus ini ? Berikut wawancara tertulis Men’s Obsession dengan orang nomor satu di Kaltim ini :
Tahun ini Pemerintah Provinsi Kaltim akan berusia 58 tahun, menurut Bapak bagaimana seharusnya kondisi Kaltim di usia tersebut ?
Memang, usia 58 tahun adalah usia yang sudah sangat matang yang seharusnya Provinsi ini telah mampu menjadi “rumah yang nyaman” bagi penduduknya. Dengan modal kekayaan alam yang dimiliki oleh Provinsi ini, seharusnya penduduk Provinsi ini tidak lagi menghadapi masalah-masalah klasik, seperti keterbatasan infrastruktur perhubungan, keterbatasan penerangan dan tenaga listrik, kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas, dan lain-lain kesulitan.
Dalam usia 58 tahun ini tentu sudah banyak pencapaian yang diraih Kaltim, apakah keberhasilan itu sebanding dengan sumberdaya alam Kaltim sendiri ?
Apa yang kita capai dan rasakan selama ini masih belum sebanding dengan modal sumber daya alam yang telah eksploitasi dari bumi Kalimantan Timur. Pembangunan di Kalimantan Timur jauh dari potensi yang sesungguhnya bisa dicapai dengan semua modal alam yang kita miliki. Namun hal yang kita bisa rasakan dan lihat secara nyata oleh masyarakat Kalimantan Timur adalah semakin rusaknya lingkungan hidup di bumi Etam, habisnya hutan, disisakannya lubang-lubang tambang yang menimbulkan lahan kritis yang berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kalimantan Timur, dampak kerusakan lingkungan hidup ini harus di pikul dan dibiayai oleh masyarakat Kalimantan Timur.
Selama tahun 1970-1990, eksploitasi sektor kehutanan telah menyisakan kerusakan hutan dan lahan terdegrasasi, kemudian era tahun 90’an bergeser pada sektor pertambangan migas yang karena pengelolaan hutan yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan. Selanjutnya, pada tahun 2000 – 2012 peran sektor migas sebagai tulang punggung perekonomian telah digeser oleh sektor batubara hingga saat ini, namun yang kita lebih rasakan adalah dampak negatif sosial dan ekonomi, eksploitasi semua sumber daya alam tersebut tidak berkorelasi positif dengan kesejahteraan rakyat Kalimantan Timur. Berdasarkan perhitungan, sektor batu bara masih akan bertahan selama 40 tahun sedangkan minyak akan habis selama 10 tahun serta gas akan habis pada 12 tahun. Hal ini harus menjadi perhatian serius kita bersama mengingat praktek sistem pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh Republik ini ternyata tidak menjamin daerah penghasil memanfaatkan sumberdaya alam secara langsung untuk dikelola guna kesejahteraan penduduk Kalimantan Timur. Modal alam yang masih tersisa sedikit ini harus kita kelola untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Kaltim, harus kita gunakan sebagai modal untuk mengejar ketertinggalan pembangunan.

Memang, usia 58 tahun adalah usia yang sudah sangat matang yang seharusnya Provinsi ini telah mampu menjadi “rumah yang nyaman” bagi penduduknya. Dengan modal kekayaan alam yang dimiliki oleh Provinsi ini, seharusnya penduduk Provinsi ini tidak lagi menghadapi masalah-masalah klasik, seperti keterbatasan infrastruktur perhubungan, keterbatasan penerangan dan tenaga listrik, kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas, dan lain-lain kesulitan.
Dalam usia 58 tahun ini tentu sudah banyak pencapaian yang diraih Kaltim, apakah keberhasilan itu sebanding dengan sumberdaya alam Kaltim sendiri ?
Apa yang kita capai dan rasakan selama ini masih belum sebanding dengan modal sumber daya alam yang telah eksploitasi dari bumi Kalimantan Timur. Pembangunan di Kalimantan Timur jauh dari potensi yang sesungguhnya bisa dicapai dengan semua modal alam yang kita miliki. Namun hal yang kita bisa rasakan dan lihat secara nyata oleh masyarakat Kalimantan Timur adalah semakin rusaknya lingkungan hidup di bumi Etam, habisnya hutan, disisakannya lubang-lubang tambang yang menimbulkan lahan kritis yang berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kalimantan Timur, dampak kerusakan lingkungan hidup ini harus di pikul dan dibiayai oleh masyarakat Kalimantan Timur.
Selama tahun 1970-1990, eksploitasi sektor kehutanan telah menyisakan kerusakan hutan dan lahan terdegrasasi, kemudian era tahun 90’an bergeser pada sektor pertambangan migas yang karena pengelolaan hutan yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan. Selanjutnya, pada tahun 2000 – 2012 peran sektor migas sebagai tulang punggung perekonomian telah digeser oleh sektor batubara hingga saat ini, namun yang kita lebih rasakan adalah dampak negatif sosial dan ekonomi, eksploitasi semua sumber daya alam tersebut tidak berkorelasi positif dengan kesejahteraan rakyat Kalimantan Timur. Berdasarkan perhitungan, sektor batu bara masih akan bertahan selama 40 tahun sedangkan minyak akan habis selama 10 tahun serta gas akan habis pada 12 tahun. Hal ini harus menjadi perhatian serius kita bersama mengingat praktek sistem pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh Republik ini ternyata tidak menjamin daerah penghasil memanfaatkan sumberdaya alam secara langsung untuk dikelola guna kesejahteraan penduduk Kalimantan Timur. Modal alam yang masih tersisa sedikit ini harus kita kelola untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Kaltim, harus kita gunakan sebagai modal untuk mengejar ketertinggalan pembangunan.