Men's Obsession Award 2013: The Rising Stars & The Amazing Stars

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 01 January 2013
Naskah: Andi Nursaiful, Foto: Dok. Humas Garuda Indonesia

Ketika ditunjuk untuk memimpin Garuda Indonesia yang merupakan perusahaan penerbangan nasional (flag carrier) pada Maret 2005 lalu, Emirsyah Satar menyadari tugas beratnya untuk membenahi dan menyelamatkan maskapai yang kerap merugi – dan pada saat itu tidak masuk dalam radar persaingan maskapai internasional – menjadi perusahaan yang maju dan menguntungkan.

Situasi dan kondisi Garuda Indonesia pada saat itu memang sangat berat. Mulai dari hutang yang membebani cashflow perusahaan, rute yang merugi, produk yang tidak kompetitif hingga semangat karyawan yang menurun. Hal tersebut ditambah lagi dengan tantangan berat yang dihadapi industri penerbangan di era global yang kompleks dan dinamis, mulai dari persaingan dengan maskapai lain, masalah keselamatan dan keamanan penerbangan, hingga fluktuasi harga bahan bakar yang berdampak pada peningkatan biaya operasional yang tinggi.

Kondisi ini dipahami betul oleh Emirsyah. Ia lantas mengajukan syarat kepada Kementerian BUMN agar ia diberi keleluasaan yang memungkinkannya untuk membawa perusahaan yang pada saat itu masih merugi menjadi untung. Salah satunya, melakukan transformasi perusahaan dan membuat keputusan berani, misalnya dengan menutup rute-rute yang merugi.

Dengan pengalaman luas di bidang keuangan di berbagai perusahaan multinasional, Emirsyah menjadi figur instrumental dalam restrukturisasi keuangan yang dilakukan pada tahun 2001 sebesar USD1,8 milliar, dan menyelamatkan Garuda dari ancaman kebangkrutan. Pada saat tersebut Emir menjadi Direktur Keuangan Garuda Indonesia. Majalah Travel Finance di New York mengapresiasi hal itu dan menetapkannya sebagai “Financial Restructuring of the Year 2001.”

Di bawah kepemimpinannya, Garuda Indonesia menetapkan Rencana Strategis melalui program transformasi tahap pertama pada tahun 2006 - 2010 yang terbagi atas tahapan “Survival” pada medio 2006-2007, “Turn Around” pada “2008-2009”, dan “Growth” mulai 2010. Selanjutnya, Garuda Indonesia meluncurkan program transformasi tahap kedua Quantum Leap 2011 – 2015.

Melalui program Quantum Leap tersebut, Garuda melaksanakan berbagai pengembangan dalam aspek operasional, manajemen, finansial, maupun layanan, peremajaan dan pengembangan armada, pengembangan network, serta human capital. Pada 2015 nanti, Garuda akan mengoperasikan 194 pesawat dari saat ini sebanyak 105 pesawat, frekuensi penerbangan naik 300% dari 350 penerbangan per hari menjadi sekitar 1.100 penerbangan per hari, dan penumpang yang diangkut akan mencapai 45,4 juta penumpang dari sekitar 20 juta penumpang.

Melalui strategi ini, Garuda juga menargetkan predikat bintang lima dan menjadi global player. Perusahaan juga akan bergabung dalam aliansi penerbangan global SkyTeam pada awal tahun 2014. Sebagai bagian dari langkah perusahaan menjadi global player, Garuda melaksanakan program brand awareness melalui global partnership dengan Liverpool FC.

Dari sisi layanan, perusahaan terus berbenah. Langkah besar lain yang diambil Emirsyah adalah memperkuat karakter Garuda sebagai maskapai nasional dengan menghadirkan keramahtamahan khas Indonesia dalam aspek pre-journey, pre-flight, in-flight, post-flight, dan post- journey. Baginya, Garuda tidak lagi sekadar bergerak di bisnis jasa transportasi yang memindahkan penumpang atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya, tapi lebih kepada travel business service.