Men's Obsession Award 2013: The Rising Stars & The Amazing Stars

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 01 January 2013
Naskah : Sahrudi, Foto : Fikar

Perjalanan karier pria kelahiran Sampang, Madura, 13 Mei 1957 ini terbilang cemerlang. Ia adalah figur akademisi yang tercatat pernah menduduki posisi sebagai Menteri Pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid, dan Menteri Hukum dan HAM pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputeri. Kini, alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) peraih doktor bidang hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan karakternya yang kritis, terbuka, egaliter, dan apa adanya, Ketua MK ini telah membuka pintu lebar-lebar kepada rakyat untuk memperkarakan produk hukum masa lalu yang tidak berpihak pada rakyat dan tidak demokratis. Ia melihat ada pelambatan proses reformasi. Konsolidasi dari otoriter ke demokrasi terlalu lama. “Padahal dalam teori pada umumnya dikenal proses perubahan dari otoriterisme ke demokrasi itu biasanya memerlukan paling lama itu dua kali Pemilu.

Nah, kita ini sudah mau 4 kali Pemilu,” ujarnya. Politik nasional saat ini, katanya, masih anomali. “Dalam pengertian nilai-nilai lama yang kita anggap warisan dari otoriterisme sudah kita tolak, sementara nilai-nilai baru dan sistem yang baru itu belum menemukan bentuknya yang pas, nah oleh sebab itu sepertinya kita ini tidak efektif membangun demokrasi,” jelasnya. Meskipun di sisi lain, lanjut Mahfud, ia melihat ada kemajuankemajuan yang harus diakui, misalnya, tentang partisipasi politik masyarakat. “Partisipasi masyarakat itu jelas, sekarang tidak ada tekanan atau intimidasi kepada warga negara untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya,” ia menilai.