Kiprah Kabinet Kerja Di 73 Tahun kemerdekaan Sebuah Pencapaian
Naskah: Imam Fathurrohman Foto: Istimewa
Budi Waseso (Buwas) seolah tengah ‘uji nyali’ saat didapuk menjadi Direktur Utama Perum Badan Usaha Logistik (Bulog). Bukan sembarang ‘uji nyali’, karena ia memimpin sebuah instansi yang mengurusi ‘perut’ seluruh rakyat Indonesia. Peran ini semakin menantang karena ia sadar betul tengah bersentuhan dengan hal yang baru dalam kariernya.
Meski baru, bukan berarti Buwas tak memiliki visi. Dilantik menggantikan Djarot Kusumayakti pada 27 April 2018, Buwas sudah memiliki agenda yang segera dilakoninya. Agenda utamanya antara lain menjaga stabilitas harga pangan. Ia tak ingin ada oknum tertentu yang mengeruk keuntungan di tengah kesulitan masyarakat. Lelaki kelahiran Pati, 19 Februari 1961, ini berharap lembaganya dapat bekerja optimal menstabilkan ketersediaan dan harga pangan dengan mencegah para spekulan mengganggu stabilitas pasar. Bahkan ia mengklaim tak akan segan memberantas mafia pangan. “Saya latar belakangnya penegak hukum. Jadi, [mafia pangan] harus ditertibkan. Tanpa tertib mana bisa sampai tujuan. Kalau ada yang tidak tertib, kami bersihkan, kalau memang harus disingkirkan, kita singkirkan. Tidak boleh yang memainkan masalah pangan, dalam agama itu dosa besar,” tegas Buwas.
Kini, meski baru seumur jagung, Buwas telah berani mengeluarkan gebrakangebrakan baru. Janjinya untuk memberantas mafia pangan pun sudah ‘setengah jalan’. Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) ini mengaku telah mengidentifikasi mafia pangan di Tanah Air. Meski ia sendiri belum mau membeberkan pelakunya saat ini. Garis kebijakannya jelas. Buwas menggaet Satgas Pangan untuk memastikan bahwa tidak ada oknum yang usil secara sepihak mempermainkan distribusi beras. Dalam sejumlah kesempatan, Buwas memastikan jika Perum Bulog akan tetap menindak tegas pihak pengganggu rantai pasokan pangan dan beras itu, sekalipun mereka orang dalam.
Gebrakan lainnya adalah Bulog belum akan impor beras. Sebuah kebijakan yang tak hanya populis di kalangan petani tapi juga realistis mengingat stok beras yang melimpah. Mantan Kapolda Gorontalo ini berkilah, yang terpenting saat ini bukan soal impor, melainkan ketersediaan stok dan harga yang stabil. Bulog telah menyiapkan berbagai upaya untuk menjaga stok agar tetap aman, salah satunya dengan menyerap beras petani. Bulog memiliki target serapan beras petani di angka 15 ribu per hari. Jumlah itu sudah bisa mencukupi kebutuhan masyarakat di seluruh pelosok Nusantara. Gebrakan lain yang diluncurkan Buwas adalah menangkal para spekulan beras. Soal ini, Buwas telah memiliki jurusnya. Mantan Kabareskrim Polri ini berencana membuat beras dalam bentuk saset. Ia menyebutnya sebagai beras renceng. Isinya bisa hanya sekitar seperempat kilogram.
Tujuannya dipasarkannya beras renceng terbilang mulia, yakni agar masyarakat yang hidupnya pas-pasan tetap bisa menikmati beras dengan kualitas yang baik. Harga yang dipatok pun sangat murah meriah. Beras renceng ada di kisaran harga 2.000 rupiah saja! Sejumlah gebrakan Buwas di awal kariernya sebagai top leader di Bulog meraih banyak simpati dan apresiasi. Salah satunya datang dari Wakil MPR RI, Hidayat Nur Wahid. Ia memberikan pujian untuk Buwas karena berani menolak impor beras dengan alasan yang masuk akal dan membela kepentingan para petani. Apresiasi HNW meluncur dalam sebuah cuitannya di Twitter. “Salut unt pak Buwas, berani berpihak pd Petani negri sendiri, Indonesia, tolak impor beras yg menguntungkan Petani asing. Jelang peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni, sikap KaBulog spt itu,smoga ingatkn pejabat2 lainnya, unt jadi teladan berPancasila”.