Tokoh Berpengaruh di Indonesia 2015
Naskah: Reza Indrayana, Foto: Dok.MO
Mengkomandoi sekitar 400.000 anggota korps Bhayangkara untuk menjaga keamanan dan ketertiban lebih dari 255 juta penduduk Indonesia yang tersebar luas bukan hal yang mudah. Maka pantaslah jika Badrodin Haiti masuk dalam salah satu orang Indonesia berpengaruh di negeri ini.
Setelah resmi dilantik Presiden RI, Joko Widodo, komando jajaran Bhayangkara ada di pundak pria kelahiran 24 Juli 1958 di Umbulsari, Jember, Jawa Timur ini. Tugas terberatnya adalah memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Salah satu caranya dengan menetapkan standard operating procedure (SOP) terhadap penanganan perkara yang menjerat, antara lain, kaum miskin, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
Badrodin berjanji, kasus memilukan seperti yang dialami Nenek Asyani (63), tidak bakal terulang kembali. Nenek Asyani didakwa kasus pencurian kayu jati milik Perhutani, di Situbondo, Jawa Timur. Padahal, dakwaan tersebut dinilai banyak pihak ngawur dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan, ketimbang jalur hukum.
“Perbaikan citra Polri selain dengan upaya nyata memperbaiki pelayanan kepada masyarakat serta bersih diri, perlu juga membangun komunikasi dengan masyarakat. Komunikasi Polri dengan masyarakat masih belum terbangun dengan baik, terutama di tataran personel yang bersentuhan langsung dengan masyarakat,” ujar mantan Kapolda Banten itu. Komunikasi dengan publik penting untuk meningkatkan citra polisi bahwa banyak hal positif dan prestasi-prestasi Polri yang membanggakan. Badrodin mencontohkan kasus narkotika yang melibatkan terpidana mati Freddy Budiman. Polri, sebut Badrodin, berhasil mengungkap kasus itu. Dengan pengaturan publikasi yang tepat, Badrodin menganggap pengungkapan kasus Freddy bisa mengembalikan kepercayaan publik ke Polri. Badrodin yang dikenal berintegritas, humanis, religius, profesional, dan mengayomi para senior serta juniornya itu, menyebut dua bidang yang akan dioptimalkan penegakan hukumnya untuk memperbaiki citra Polri, yakni kasus korupsi dan narkotika. Namun, bukan berarti bidang lainnya lepas dari pantauan. Dua bidang itu akan diberi penekanan lebih.
Untuk memperkecil rasio polisi dan masyarakat , tiap tahun direkrut sedikitnya 20.000 personil . Saat ini rasio polisi dan masyarakat masih berkisar 1:575. Rasio tersebut belum ideal mengingat untuk kota besar seharusnya 1:300. Artinya, tiap satu orang polisi harus melayani 575 warga masyarakat.
Supaya tiap personil anggota korps Bhayangkara bisa bekerja secara profesional, kesejahteraan mereka juga perlu ditingkatkan. Meski masih terbilang kecil, gaji pokok melalui PP Nomor 32 Tahun 2015 per 5 Juni 2015 mengalami kenaikan sebesar 6%. Kemudian uang makan dinaikkan jadi Rp 50.000/hari.
Pemerintah memberikan anggaran untuk Kepolisian RI tahun 2015 ini sebesar Rp 51,6 triliun Jumlah ini lebih kecil dari yang diusulkan sebesar Rp 63 triliun. Anggaran itu nantinya akan dipakai untuk keperluan Polri. Badrodin merinci, dari jumlah itu, sebanyak Rp 31 triliun atau 62 persen digunakan untuk belanja pegawai, termasuk remunerasi.
Kemudian, Rp 13 triliun atau 28 persen digunakan untuk belanja barang, serta kurang lebih Rp 6 triliun atau sekira lebih kurang 10 persen digunakan sebagai belanja modal. Belanja modal itu seperti untuk pembelian alat material khusus Polri. Misalnya, baju anti peluru, alat pengendalian massa, sepeda motor, dan kelengkapan penyelidikan serta penyidikan.
Semoga, dengan bertambahnya anggaran untuk Polri yang mencapai Rp56,1 triliun itu, bisa mengoptimalkan tugas melindungi dan melayani masyarakat, sesuai dengan Tribarata dan Catur Prasetia Polri. Juga tak ada lagi polisi nakal di jalan dan terlibat kasus kriminal seperti narkoba dan lainnya. Pul