Tokoh Berpengaruh di Indonesia 2015

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 21 August 2015

Naskah: Suci Yulianita, Foto: Dok.MO

Membangun kerjasama antara pemerintah dan pelaku industri pertambangan memang memerlukan seorang  expert yang  memiliki visi kuat guna menyinergikan kepentingan pelaku bisnis dan pemerintah. Karena itu dipilihnya Martiono Hardianto untuk memimpin Indonesia Mining Association (IMA) atau Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) adalah kepercayaan dari para pengusaha bisnis dan pemerintah kepadanya.

Asosiasi yang didirikan pada 29 Mei 1975 ini, berfungsi sebagai penghubung antara Pemerintah dan industri pertambangan, mengorganisir kuliah, seminar dan kegiatan pelatihan bagi anggota, mengorganisir konferensi berkala tentang pertambangan di Indonesia, menerbitkan proses dan informasi pertambangan, dan mewakili industri pertambangan bahasa indonesia di pertemuan nasional dan internasional. IMA adalah anggota pendiri dari Federasi Asean Federation of Mining Association (AFMA) dan saat ini menyediakan sekretariat untuk Federasi.


Lebih lengkapnya IMA bertujuan untuk memanfaatkan informasi hak milik non-rahasia dan bukan untuk mempromosikan eksplorasi, pertambangan, mineral bermanfaat dan aspek metalurgi di Indonesia melalui hal-hal antara lain, mempelajari masalah yang berkaitan dengan aspek-aspek seperti industri pertambangan pada tingkat nasional dan kemungkinan solusi dari masalah ini, mempelajari metode modern dalam industri pertambangan yang telah diadopsi di negara lain untuk diterapkan di Indonesia, memajukan ide-ide baru relatif terhadap aspek seperti industri pertambangan, membangun kontak dan kerjasama dengan organisasi profesi sejenis di luar Indonesia, dan promosi pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung industri pertambangan di Indonesia.


Sebagai pemimpin asosiasi yang mengurus dan mengatur masalah pertambangan, Martiono menilai pentingnya program tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat atau lingkungan sekitar (corporate social responsibility/CSR). Apalagi selama ini bisnis pertambangan selalu dianggap perusak lingkungan. Namun sayangnya masih ada beberapa korporasi tambang yang belum memahami hal tersebut. “Sebagian dari kami masih menganggap CSR sebagai beban, padahal ini adalah kebutuhan perusahaan,” kata Martiono dalam satu kesempatan.


Oleh sebab itu Martiono mengingatkan pentingnya asosiasi menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk menyadarkan perusahaan tambang soal betapa pentingnya tanggung jawab sosial itu. Menurut dia, belum ada kesadaran soal tanggung jawab sosial karena program CSR juga belum populer di kalangan perusahaan pertambangan karena baru diperkenalkan 10 tahun lalu, dan baru pada 2010 diluncurkan ISO 26000.


Direktur Utama PT Newmont Nusa Tenggara ini, dipercaya memimpin IMA sejak 2010 lalu. Perjalanan karier lulusan Oregon University, Amerika Serikat dan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, mencatat, ia pernah menjabat berbagai posisi bergengsi pada institusi pemerintah dan BUMN, antara lain, Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia, Deputi Ekonomi & Keuangan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Direktur Jenderal BUMN, Asisten Wapres Bidang Harmonisasi Industri Kantor Wapres RI, Direktur Jenderal Bea & Cukai, Direktur Utama Pertamina, dan Komisaris Utama PT Pertamina.


Martiono adalah sosok yang aktif dalam berbagai bidang sosial dan kemasyarakatan. Ia pernah menjabat Ketua Asosiasi Profesi Manajemen Resiko (Indonesia PRIMA), aktif sebagai anggota Majelis Wali Amanah (MWA) di Institut Teknologi Bandung (ITB), pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), serta meraih penghargaan Bintang Mahaputra Utama atas kinerja dan sumbangsihnya kepada negara. Rud