Tokoh Berpengaruh di Indonesia 2015

Oleh: Benny Kumbang (Editor) - 21 August 2015

Naskah:  Arif Rahman Hakim Foto: Dok. MO

Said Aqil Siradj kembali dipercaya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020. Ia terpilih secara aklamasi dalam Muktamar ke-33 NU di Kabupaten, Jombang, Jawa Timur (Jatim). Terpilihnya kembali Said memimpin NU membuktikan ia memiliki pengaruh yang kuat. Menjabat pemimpin tertinggi organisasi beranggotakan 140 juta umat pun tentu memiliki pengaruh besar.

Dalam periode 2010-2015 NU berhasil mendirikan 25 perguruan tinggi NU di berbagai daerah, dan melakukan penataan keuangan yang akuntabel dan transparan. Selain itu ia juga melakukan pembenahan di organisasi Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom, pendataan dan penyelamatan aset, serta capaian-capaian positif lainnya.


Ketua Umum PBNU memiliki kekuatan mengerahkan massanya untuk melakukan berbagai kegiatan. NU yang beranggotakan sekitar 140 juta orang ikut mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang agama, sosial, politik, pendidikan, dan lain-lain.


Nahdlatul Ulama yang berarti Kebangkitan Ulama berusia lebih tua dari Republik Indonesia. Organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari di Jombang, 31 Januari 1926 ini bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. NU menganut paham Ahlussunnah waljama’ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem  aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya  Al-Qur’an, sunnah,  tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.


Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang  teologi/ tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab imam Syafi’i dan mengakui tiga mazhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki, dan imam Hanbali.


Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Kiprah NU di bidang agama yakni melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan. Di bidang pendidikan NU menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas.


Di bidang sosial budaya NU mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan. Di bidang ekonomi NU mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya Baitul Mal wat Tamwil (BMT) dan badan keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.


NU pertama kali terjun ke dunia politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) pada 1952,  kemudian mengikuti Pemilu 1955.   


NU bersama tiga partai berbasis massa Islam lainnya, yakni Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), berfusi ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973. NU bersama PPP mengikuti Pemilu 1977 dan  Pemilu 1982. Dalam Muktamar NU di Situbondo, Jatim, tahun 1984 NU menyatakan diri untuk kembali ke khittah 1926, yaitu tidak berpolitik praktis lagi. Tetapi,  pada era reformasi 1998  bermunculan partai-partai yang mengatasnamakan NU. Salah satunya yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada Pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi di DPR, dan bahkan berhasil mengantarkan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi Presiden RI dalam Sidang Umum MPR 1999. Pul