Tokoh Berpengaruh di Indonesia 2015
Naskah: Giattri FP., Foto: Dok.MO
Di dunia perbankan, nama Sigit Pramono sudah dikenal luas. Integritas dan kapabilitasnya yang tinggi sebagai bankir, membuat pria yang pernah menjabat sebagai Presiden Direktur BII dan Direktur Utama BNI ini didapuk menjadi Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) selama dua periode.
Perjalanannya sebagai bankir dimulai sebagai officer di Bank Exim tahun 1984 dan ikut membidani lahirnya Bank Mandiri hingga mencapai puncak sebagai Dirut Bank BNI. Momentum paling prestisius adalah ketika ia sukses menangani masalah restrukturisasi di bank Mandiri. Tidak heran jika ia kemudian dipercaya menangani beberapa bank bermasalah lainnya, seperti Bank Internasioanl Indonesia pada 2002-2003, kemudian BNI pada 2003.
Pada 2006, Sigit dipercaya para bankir menjadi Ketua Perbanas hingga sekarang ia sudah menjabat selama dua periode di organisasi paling bergengsi di dunia perbankan tanah air. Ada beberapa program kerja yang menjadi fokus setelah ia terpilih kembali menjadi ketua perbanas diantaranya Perbanas akan memberikan sumbangsih pemikiran dalam pembahasan UU Perbankan. Perbanas juga akan melakukan dialog mengenai gagasan kami dalam cetak biru perbankan. Tak hanya itu, ia juga fokus terhadap kinerja menghadapi masa transisi pengawasan perbankan yang dilimpahkan ke OJK pada 2014.
Tak hanya kiprah di dalam negeri, Sigit juga berprestasi di tingkat regional. Masyarakat perbankan ASEAN resmi mendukungnya sebagai Presiden ABA untuk periode 2015-2017 pada “45th ASEAN Banking Council Meeting” di Singapura.
Kepemimpinan Indonesia pada ABA ini menjadi penting mengingat mendekati era pasar bebas ASEAN, yang untuk sector perbankan dan jasa keuangan akan mulai diberlakukan pada 2020. Salah satu isu strategis yang akan dikembangkan Indonesia pada forum ABA adalah perlunya negara-negara di Asia Tenggara memiliki satu sistem pembayaran terintegrasi dan berlaku regional. “Ini memang bukan pekerjaan mudah. Tapi akan lebih baik jika diinisiasi sejak dini,” pungkas Komisaris Independen Bank BCA itu. Menanggapi polemik tentang konsolidasi perbankan, ia mengatakan sejak dulu ia mendukung ide tersebut. “Untuk itu perlu kepemimpinan yang jelas, mau diapakan bank BUMN ini. Negara tetangga kita konsolidasi terus. Bank mereka kini kuat. Kita harus berpikir, memilih bank mana yang harus dan tidak dimerger,” jelasnya.
Ia menjelaskan, pemerintah dan juga stakeholder terkait harus punya visi yang jelas. Dengan demikian, bank hasil konsolidasi bisa terus dijaga pertumbuhannya, terutama menjelang dimulainya era perdagangan bebas kawasan ASEAN (MEA). Disinilah pentingnya kehadiran cetak biru perbankan nasional yang penyusunannya melibatkan seluruh pemangku kepentingan seperti otoritas perbankan, pemerintah, hingga DPR. Harapannya, semua pihak memiliki pemahaman yang sama.
Ia menegaskan konsolidasi perbankan perlu dilakukan karena bank di Indonesia masih terlalu kecil untuk menghadapi persaingan di Asia. Indonesia tak bisa hanya mengandalkan pertumbuhan secara organik. Harus merger atau akuisisi. Merger bank BUMN bisa menjadi contoh untuk bank swasta nasional lainnya. jika sukses diterapkan bank plat merah, langkah ini bisa direplika untuk bank swasta nasional. Harapannya Indonesia memiliki Qualified ASEAN Bank (QAB) sebelum 2020. Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang periode 1999-JUni2013, pangsa pasar asset bank asing dan usaha patungan naik 11,6% menjadi 36,5%. Sementara kredit juga naik dari 20,3% menjadi 35,1%. Sedangkan pangsa pasar bank BUMN dan bank swasta nasional domestic menurun signifikan. Rud